Mohon tunggu...
Syarifah SalmaMuhsinah
Syarifah SalmaMuhsinah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Surabaya

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Imunitas Negara: Hak Istimewa atau Celah Hukum?

26 November 2024   01:00 Diperbarui: 26 November 2024   01:04 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Contoh Kasus Penyalahgunaan Imunitas

  • Penyelundupan Barang Ilegal oleh Diplomat Korea Utara:

Pada 2021, seorang diplomat Korea Utara di Bangladesh tertangkap menyelundupkan emas senilai $1,7 juta. Meskipun melanggar hukum, ia menggunakan imunitas diplomatik untuk menghindari penuntutan. Perilaku ini memicu kemarahan publik karena memanfaatkan status diplomatik untuk kepentingan pribadi.

  • Kasus Pembunuhan oleh Diplomat AS di Pakistan:

Raymond Davis, seorang diplomat AS, pada 2011 menembak dua warga Pakistan hingga tewas. Meski ia mengklaim bahwa tindakannya adalah pembelaan diri, masyarakat Pakistan menuntut keadilan. Namun, ia dibebaskan karena imunitas diplomatik, meninggalkan luka bagi keluarga korban.

  • Kasus Pelecehan di India:

Pada 2013, seorang diplomat India di Amerika Serikat dituduh mempekerjakan pembantu rumah tangga dengan gaji rendah dan melanggar hukum ketenagakerjaan. Kasus ini memicu ketegangan diplomatik antara kedua negara, dengan pemerintah India membela diplomat tersebut menggunakan prinsip imunitas.

Penyalahgunaan imunitas menciptakan jurang antara diplomasi dan hukum. Dalam banyak kasus, korban tidak pernah mendapatkan keadilan, sementara pelaku dilindungi oleh status mereka. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat yang merasa bahwa hukum tidak berjalan adil. Setiap kasus ini menunjukkan bahwa imunitas diplomatik, yang awalnya bertujuan untuk melindungi hubungan antarnegara, dapat menjadi alat perlindungan bagi tindakan melanggar hukum.

istockphoto.com
istockphoto.com

Reformasi dalam Penerapan Imunitas Negara

Batasan-batasan yang ada membuktikan bahwa imunitas negara bukanlah konsep absolut. Namun, penyalahgunaan yang terus terjadi menunjukkan bahwa reformasi lebih lanjut sangat diperlukan. Beberapa langkah yang dapat diambil adalah

  • Memperjelas Batasan pada Imunitas Diplomatik: Contohnya, menghapus imunitas dalam kasus pelanggaran HAM berat secara global.
  • Peningkatan Pengawasan Internasional: Membentuk pengadilan khusus yang memutuskan apakah klaim imunitas valid dalam kasus tertentu.
  • Harmonisasi Hukum Nasional dan Internasional: Negara-negara perlu memperbarui undang-undang domestik agar sejalan dengan standar internasional modern.
  • Pengawasan pada Tindakan Komersial: Menegaskan bahwa aktivitas komersial oleh negara harus tunduk pada hukum setempat.

Kesimpulan:

Imunitas negara adalah doktrin penting yang dirancang untuk menjaga stabilitas hubungan antarnegara. Prinsip ini memberikan perlindungan hukum kepada negara berdaulat dan pejabatnya dalam melaksanakan tugas resmi. Namun, perkembangan zaman menunjukkan bahwa imunitas negara sering kali disalahgunakan sebagai celah hukum, terutama dalam kasus penyalahgunaan imunitas diplomatik dan tindakan melanggar hukum, termasuk pelanggaran HAM berat. 

Batasan-batasan seperti pengakuan tindakan komersial (jure gestionis), pelanggaran HAM berat, dan perjanjian internasional menunjukkan bahwa imunitas negara bukanlah hak mutlak. Meski demikian, kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa imunitas ini masih sering dijadikan tameng untuk menghindari tanggung jawab hukum, menciptakan ketidakadilan bagi korban. 

Reformasi dalam penerapan imunitas negara menjadi kebutuhan mendesak di era modern. Memperjelas batasan imunitas diplomatik, harmonisasi hukum nasional dan internasional, serta pengawasan lebih ketat terhadap tindakan negara adalah langkah penting untuk memastikan prinsip ini tetap relevan tanpa menjadi alat pelanggaran hukum. Dengan reformasi yang tepat, imunitas negara dapat tetap menjalankan fungsinya untuk melindungi hubungan diplomatik, sembari menegakkan keadilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun