Mohon tunggu...
Syarifah SalmaMuhsinah
Syarifah SalmaMuhsinah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Surabaya

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Imunitas Negara: Hak Istimewa atau Celah Hukum?

26 November 2024   01:00 Diperbarui: 26 November 2024   01:04 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Imunitas negara dirancang untuk menjaga hubungan diplomatik tetap harmonis. Ketika mendengar kata "imunitas negara," kebanyakan orang mungkin membayangkannya sebagai prinsip mulia yang menjaga keharmonisan hubungan antarnegara. Namun, di balik konsep ini, tersembunyi paradoks yang sering kali menyulut kontroversi. Di satu sisi, imunitas diplomatik memberikan perlindungan kepada pejabat negara yang menjalankan tugas di luar negeri, sehingga memungkinkan mereka bekerja tanpa rasa takut akan tekanan hukum. Di sisi lain, prinsip ini kerap kali digunakan sebagai tameng untuk melindungi tindakan melanggar hukum.

Kasus-kasus penyalahgunaan imunitas kerap mencuri perhatian publik. Mulai dari penyelundupan barang ilegal hingga tindakan kriminal seperti pembunuhan atau kekerasan, banyak diplomat yang lolos dari jeratan hukum hanya karena status istimewa mereka. Hal ini memicu pertanyaan penting: apakah imunitas negara masih relevan di era modern, atau sudah saatnya prinsip ini direformasi agar tidak lagi menjadi celah hukum?

Kenyataan pahit ini menciptakan dilema. Di satu sisi, dunia internasional bergantung pada imunitas diplomatik untuk menjaga stabilitas hubungan antarnegara. Namun, di sisi lain, penyalahgunaannya meninggalkan luka mendalam pada para korban yang tidak pernah mendapatkan keadilan. Inilah yang membuat imunitas negara menjadi perdebatan panjang antara mereka yang mendukung perlindungan diplomasi dan mereka yang memperjuangkan tegaknya hukum.

Apa Itu Imunitas Negara?

Imunitas negara adalah doktrin hukum yang menyatakan bahwa suatu negara tidak dapat dituntut di pengadilan asing untuk melakukan kesalahan hukum atau dituntut perdata atau pidana. Doktrin ini lebih kuat dibandingkan imunitas kedaulatan atau imunitas mahkota yang berlaku di pengadilan sendiri. Hak Imunitas dikenal 2 (dua) macam, yaitu:

  • Hak imunitas mutlak (absolut), yaitu hak imunitas yang tetap berlaku secara mutlak dalam arti tidak dapat dibatalkan oleh siapapun. Sedangkan :
  • Hak imunitas bersifat relatif, dalam arti hak imunitas ini masih dapat dikesampingkan.

Hak imunitas adalah status hukum yang membuat seseorang atau entitas tidak dapat ditindak secara hukum. Hak imunitas ini dapat berupa kekebalan dari dakwaan pidana atau dari tanggung jawab perdata, atau keduanya. Contohnya adalah kekebalan diplomatik dan kekebalan saksi. Hak imunitas untuk pejabat negara bermula dari keistimewaan yang diberikan berdasarkan Konvensi Wina tentang hukum diplomatik pada tahun 1961. Isi Konvensi Wina 1961 yakni  mengatur prinsip-prinsip dasar perlindungan diplomatik, kekebalan diplomatik, tata cara pengangkatan dan penarikan diplomat, serta fasilitas diplomatik. Hal ini dirancang untuk memastikan hubungan antarnegara tetap stabil.

istockphoto.com
istockphoto.com

Imunitas Negara Tak Selalu Mutlak/Kebal Hukum

Imunitas negara memiliki batasan, meskipun pada dasarnya prinsip imunitas negara memberikan perlindungan kepada negara berdaulat dari yurisdiksi hukum negara lain. Batasan-batasan tersebut berkembang seiring waktu untuk menyesuaikan dengan kebutuhan hukum internasional modern. Berikut adalah beberapa batasan utama:

  • Pembedaan antara Imunitas Absolut dan Imunitas Relatif.

* Imunitas Absolut: Dulu, negara memiliki imunitas penuh dari yurisdiksi hukum asing, baik dalam tindakan pemerintah (sovereign acts) maupun tindakan komersial.

* Imunitas Relatif: Saat ini, banyak negara mengadopsi pendekatan imunitas terbatas. Imunitas hanya berlaku untuk tindakan pemerintah yang bersifat publik atau berdaulat (sovereign acts/jure imperii), tetapi tidak untuk tindakan komersial (jure gestionis).

  • Tindakan Komersial (Jure Gestionis)

Jika suatu negara terlibat dalam aktivitas komersial atau bisnis seperti perusahaan swasta, negara tersebut tidak dapat mengklaim imunitas. Contoh: Jika sebuah negara menyewa properti atau terlibat dalam perdagangan internasional, sengketa yang timbul dapat diselesaikan di pengadilan negara lain.

  • Pelanggaran HAM Berat

Dalam beberapa kasus, pengadilan internasional dan nasional telah mengabaikan klaim imunitas negara jika negara tersebut diduga melakukan pelanggaran HAM berat seperti genosida, kejahatan perang, atau kejahatan terhadap kemanusiaan. Contoh kasus: Kasus Ferrini v. Germany (2004): Pengadilan Italia menyatakan bahwa Jerman tidak dapat mengklaim imunitas atas kejahatan perang selama Perang Dunia II.

  • Kontrak Internasional

Jika negara secara eksplisit melepaskan imunitasnya dalam kontrak internasional (waiver of immunity), maka negara tersebut tidak dapat mengklaim perlindungan imunitas dalam sengketa yang timbul dari kontrak tersebut.

  • Klaim atas Aset di Luar Negeri

Aset milik negara yang digunakan untuk tujuan komersial di luar negeri dapat disita dalam kasus sengketa hukum, meskipun aset yang digunakan untuk fungsi berdaulat biasanya tetap dilindungi.

  • Hukum Domestik

Beberapa negara memiliki undang-undang yang membatasi imunitas negara asing. Contohnya:

* United States Foreign Sovereign Immunities Act (FSIA) 1976: Membatasi imunitas negara asing dalam kasus yang melibatkan aktivitas komersial atau pelanggaran hukum tertentu di AS.

* UK State Immunity Act 1978: Mengatur batasan serupa untuk klaim terhadap negara asing di Inggris.

  • Penyelesaian Sengketa Internasional

Di forum seperti Mahkamah Internasional (ICJ) atau arbitrase internasional, negara bisa diadili jika telah menyetujui yurisdiksi pengadilan atau forum arbitrase tersebut.

Imunitas negara bukanlah perlindungan yang mutlak. Perkembangan hukum internasional telah memberikan keseimbangan antara prinsip kedaulatan negara dan kebutuhan untuk menegakkan keadilan, terutama dalam kasus yang melibatkan tindakan komersial atau pelanggaran HAM berat. Namun, hak istimewa ini masih saja sering kali disalahgunakan di luar konteks tugas resmi. Ini memunculkan pertanyaan: apakah imunitas ini masih sesuai dengan kebutuhan zaman, atau justru memberikan keleluasaan untuk melanggar hukum?

istockphoto.com
istockphoto.com

Contoh Kasus Penyalahgunaan Imunitas

  • Penyelundupan Barang Ilegal oleh Diplomat Korea Utara:

Pada 2021, seorang diplomat Korea Utara di Bangladesh tertangkap menyelundupkan emas senilai $1,7 juta. Meskipun melanggar hukum, ia menggunakan imunitas diplomatik untuk menghindari penuntutan. Perilaku ini memicu kemarahan publik karena memanfaatkan status diplomatik untuk kepentingan pribadi.

  • Kasus Pembunuhan oleh Diplomat AS di Pakistan:

Raymond Davis, seorang diplomat AS, pada 2011 menembak dua warga Pakistan hingga tewas. Meski ia mengklaim bahwa tindakannya adalah pembelaan diri, masyarakat Pakistan menuntut keadilan. Namun, ia dibebaskan karena imunitas diplomatik, meninggalkan luka bagi keluarga korban.

  • Kasus Pelecehan di India:

Pada 2013, seorang diplomat India di Amerika Serikat dituduh mempekerjakan pembantu rumah tangga dengan gaji rendah dan melanggar hukum ketenagakerjaan. Kasus ini memicu ketegangan diplomatik antara kedua negara, dengan pemerintah India membela diplomat tersebut menggunakan prinsip imunitas.

Penyalahgunaan imunitas menciptakan jurang antara diplomasi dan hukum. Dalam banyak kasus, korban tidak pernah mendapatkan keadilan, sementara pelaku dilindungi oleh status mereka. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat yang merasa bahwa hukum tidak berjalan adil. Setiap kasus ini menunjukkan bahwa imunitas diplomatik, yang awalnya bertujuan untuk melindungi hubungan antarnegara, dapat menjadi alat perlindungan bagi tindakan melanggar hukum.

istockphoto.com
istockphoto.com

Reformasi dalam Penerapan Imunitas Negara

Batasan-batasan yang ada membuktikan bahwa imunitas negara bukanlah konsep absolut. Namun, penyalahgunaan yang terus terjadi menunjukkan bahwa reformasi lebih lanjut sangat diperlukan. Beberapa langkah yang dapat diambil adalah

  • Memperjelas Batasan pada Imunitas Diplomatik: Contohnya, menghapus imunitas dalam kasus pelanggaran HAM berat secara global.
  • Peningkatan Pengawasan Internasional: Membentuk pengadilan khusus yang memutuskan apakah klaim imunitas valid dalam kasus tertentu.
  • Harmonisasi Hukum Nasional dan Internasional: Negara-negara perlu memperbarui undang-undang domestik agar sejalan dengan standar internasional modern.
  • Pengawasan pada Tindakan Komersial: Menegaskan bahwa aktivitas komersial oleh negara harus tunduk pada hukum setempat.

Kesimpulan:

Imunitas negara adalah doktrin penting yang dirancang untuk menjaga stabilitas hubungan antarnegara. Prinsip ini memberikan perlindungan hukum kepada negara berdaulat dan pejabatnya dalam melaksanakan tugas resmi. Namun, perkembangan zaman menunjukkan bahwa imunitas negara sering kali disalahgunakan sebagai celah hukum, terutama dalam kasus penyalahgunaan imunitas diplomatik dan tindakan melanggar hukum, termasuk pelanggaran HAM berat. 

Batasan-batasan seperti pengakuan tindakan komersial (jure gestionis), pelanggaran HAM berat, dan perjanjian internasional menunjukkan bahwa imunitas negara bukanlah hak mutlak. Meski demikian, kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa imunitas ini masih sering dijadikan tameng untuk menghindari tanggung jawab hukum, menciptakan ketidakadilan bagi korban. 

Reformasi dalam penerapan imunitas negara menjadi kebutuhan mendesak di era modern. Memperjelas batasan imunitas diplomatik, harmonisasi hukum nasional dan internasional, serta pengawasan lebih ketat terhadap tindakan negara adalah langkah penting untuk memastikan prinsip ini tetap relevan tanpa menjadi alat pelanggaran hukum. Dengan reformasi yang tepat, imunitas negara dapat tetap menjalankan fungsinya untuk melindungi hubungan diplomatik, sembari menegakkan keadilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun