Mohon tunggu...
SYARIFAH KHUSNUL KHOTIMAH
SYARIFAH KHUSNUL KHOTIMAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Lambung Mangkurat

Buku dan Alam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pengenalan dan Konsep Penginderaan Jauh dalam Buku "Penginderaan Jauh (Dasar Teori dan Terapan)" Karya Bangun Muljo Sukojo

9 April 2024   10:30 Diperbarui: 9 April 2024   10:33 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis : (1) Syarifah Khusnul Khotimah;  (2)Rosalina Kumalawati; (3) Nurlina ; (4) Inu Kencana Hadi

Program Studi Geografi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lambung Mangkurat

A. Pengenalan Penginderaan Jauh

Pada hakikatnya didalam buku yang berjudul “Penginderaan Jauh (Dasar Teori Dan Terapan)” yang ditulis oleh Bangun Muljo Sukojo (2012) telah dijelaskan bahwa terdapat pokok bahasan pendahuluan yang meliputi landasan sejarah, prinsip dasar fisika gelombang elektromagnetik, wahana pengangkut, geometrik, satelit, bahasan jenis dan spesifikasi citra dengan subpokok bahasan meliputi pengertian radiometrik, geometrik, satelit pengintaan jauh aktif (radar), satelit pengindraan jauh pasif (SPOT, Landsat), karakter reflektan pada obyek di permukaan bumi, pokok bahasan interpretasi dengan subpokok bahasan meliputi pengertian dasar, landasan interpretasi, kunci interpretasi, (manual, otomatik), cara/metode (supervisi, non supervisi, visual, satistik) dan sebagainya.

  • Landasan Sejarah 

Penginderaan jauh adalah suatu ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau fenomena dengan jalan menganalisa data yang diperoleh menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah atau gejala yang dikaji.

  • Prinsip Dasar Sistem Penginderaan Jauh

Sistem penginderaan jauh dilengkapi dengan sensor dan kamera yang merekam objek di alam. Rekaman data oleh sensor dari objek dibumi berupa data numeris (digit) yang dinyatakan sebagai besarnya nilai pantul gelombang elektromagnetik (intensitas spectral), yang dipantulkan oleh obyek dalam suatu ukuran tertentu resolusi spasial). Nilai  pantul tersebut besarannya secara visual dinyatakan dalam derajat keabuan (grey scale), pada rekaman satelit berupa angka numeris (digit) antara 0-255. Nilai 0 setara dengan derajat keabuan paling tinggi (putih). Selain dari nilai intensitas spektral, pengenalan suatu objek juga ditentukan dari besarnya resolusi spasial. Resolusi spasial (30x30) meter pada Landsat Thematic Mapper (TM) yang berarti bahwa obyek dimuka bumi yang berukuran (30x30) meter direkam sebagai satu titik data (pixel = picture element).

  • Fisika Gelombang Elektromagnetik

Datangnya radiasi Gelombang Elektromagnetik (EM) adalah:

a) dipancarkan oleh matahari

b) diturunkan dari transformasi energi berbagai bentuk

Sebagai kinetik, kimia, panas, elektrik, magnetik atau nuklit radiasi gelombang EM berdasarkan 2 teori yang saat ini dapat diterima adalah:

a) teori gelombang (wave theory) yaitu dinyatakan dalam pergerakan gelombang

b) teori quantum (partikel) yaitu dinyatakan sebagai intetaksi radiasi gelombang EM dengan benda/bahan.

  • Wahana Pengangkut

Sensor untuk pemotretan obyek di permukaan bumi dibawa oleh wahana pengangkut sebagai contoh yaitu wahana pengangkut SPOT 5

B. Jenis dan Spesifikasi Citra

Data penginderaan jauh digital (citra digital) direkam dengan menggunakan sensor non-kamera, antara lain scanner, radiometer, spectometer. Detektor yang digunakan dalam sensor penginderaan jauh adalah detektor elektronik dengan menggunakan tenaga elektromagnetik yang luas, yaitu spektrum gelombang tampak, ultra violet, inframerah dekat, inframerah termal dan gelombang mikro. Citra dibentuk dari elemen-elemen gambar atau pixel (picture element) yang menyatakan tingkat keabuan pada gambar. Citra adalah gambaran objek yang dibuahkan oleh pantulan atau pembiasan sinar yang difokuskan oleh sebuah lensa atau sebuah cermin. Untuk mendapatkan data spasial yang berkualitas diperlukan data citra beresolusi tinggi (Ayuningtyas, 2022).

  • Mutu Citra

Mutu dari sebuah citra (image) satelit dapat dilihat dari sifatnya yaitu:

a) Secara Kualitatif

Secara kualitatif dapat diekspresikan sebagai sifat yang berkaitan dengan karakter radiometrik yaitu dapat dilihat secara visual atau bersifat semantik atau dengan kata tanya seperti apa, bagaimana dan mengapa, apa berarti obyek apa yang ada dipermukaan bumi yang diamati/dilihat, bagaimana berarti seperti apakah obyek tersebut mengalami perubahan dan mengapa terjadi perubahan tersebut sehingga dibutuhkan analisa yang bersifat subyektif dari pengamat/penilai dan akan lebih baik apabila pengamat/penilai tersebut mempunyai kepakaran yang sesuai dengan topik yang diamati/dinilai. Untuk mempermudah dalam mengamati/menilai, maka dapat dilakukan dengan identifikasi dan interpretasi obyek tersebut. Identifikasi dilakukan dengan menandai/menentukan obyek tersebut secara pasti, sedangkan interpretasi adalah menentukan obyek tersebut. Interpretasi citra merupakan aktivitas menggali informasi melalui citra (Kumalawati, Rijal, Rijanta, et al., 2013).  Identifikasi dilakukan dengan menandai/menentukan obyek tersebut secara pasti, sedangkan interpretasi adalah menentukan obyek tersebut dengan manggunakan perkiraan yang didasarkan atas 7 (tujuh kunci yaitu bentuk, pola, warna/corak, posisi, ukuran, struktur dan tekstur.

b) Secara Kuantitatif

Secara kuantitatif dapat diekspresikan sebagai sifat yang berkaitan dengan karakter geometrik yang dapat diukur/diamati secara dimensional atau bersifat geometrik atau dengan kata tanya seperti berapa dan dimana, berapa berarti obyek yang ada dipermukaan bumi tersebut diamati (diukur dimensi/ukurannya dan dimana berarti apakah obyek tersebut berada dimana posisi/kedudukan/koordinatnya dibumi ini secara relatif terhatap titik atau sistem koordinat yang digunakan sebagai referensi (acuan) atau harus bersifat georeference.

Dilihat dari alat yang digunakan, penginderaan jauh dibedakan menjadi 2 yaitu dengan jenis sensor dan proses perekamannya (Insyani, 2020). Jenis sensor dapat berupa kamera, sensor, radiometer atau magnetometer yang dipasang pada wahana pesawat terbang, satelit dan sebagainya. Sedangkan sensor berdasarkan atas proses perekamannya dibedakan menjadi dua macam, yaitu sensor fotografik adalah sensor berupa kamera yang bekerja pada spektrum tampak mata dan menghasilkan foto atau citra dan sensor elektromagnetik adalah sensor bertenaga elektrik dalam bentuk sinar elektrik yang beroperasi pada spektrum yang lebih luas, yaitu dari sinar x sampai gelombang radio dan menghasilkan foto atau citra.

Dilihat dari sumber energinya satelit penginderaan jauh dapat dibedakan menjadi (dua) macam yaitu:

a) Satelit Penginderaan Jauh Aktif

Menggunakan sumber energi buatan yaitu dengan menggunakan panjang gelombang elektromagnetik dan sensor yang digunakan adalah berupa kamera dan sensor elektromagnetik yang bekerja pada spektrum bertenaga elektrik dalam bentuk sinyal elektrik yang beroperasi pada spektrum dari sinar k sampai gelombang radio dan menghasilkan foto atau citra. Contoh satelit yang menggunakan sistem ini adalah Radar, Radarsat, SAR, NOAA-AVHRR dan MODIS.

b) Satelit Penginderaan Jauh Pasif

  • Satelit Sistem pasif menggunakan sumber energi alam (matahari) yaitu dengan menggunakan panjang gelombang elektromagnetik dan sensor yang digunakan adalah berupa kamera yang bekerja pada spektrum tampak mata dan sensor elektromagnetik yang bertenaga elektrik dalam bentuk sinyal elektrik yang beroperasi pada spektrum yang lebih luas, yaitu dari sinar x sampai gelombang radio dan menghasilkan foto udara atau citra. Contoh satelit yang menggunakan sistem ini adalah Landsat, SPOT, MOS, Ikonos, QuichBird dan sebagainya.
  • Karakter Reflektan Pada Obyek Di Permukaan Bumi

Data Inderaja satelit yang diterima oleh stasiun bumi berupa data mentah (row data). Data mentah ini berupa pantulan (reflectan) dan atau pancaran (emmision) obyek, kondisi atmosfir (hamburan dan serapan). Perekaman data mentah ini pada sensor satelit juga dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti kekuatan sinyal, gerakan sensor, gerak rotasi bumi, kelengkungan bumi dan kekasaran permukaan obyek. Oleh karena itu data mentah ini perlu diretorasi atau dikoreksi terhadap gangguan gangguan yang terjadi saat perekaman.

C. Interpretasi

  • Pengertian Dasar

Interpretasi dapat diartikan sebagai penilaian secara kualitatif yaitu sifat data yang dapat dilihat secara visual atau bersifat semantik, obyek apa yang ada dipermukaan bumi yang diamati/dilihat, apakah obyek tersebut mengalami perubahan dan mengapa terjadi perubahan tersebut. Untuk mempermudah dalam mengamati/menilai, maka dapat dilakukan dengan identifikasi dan interpretasi obyek tersebut. Untuk mempermudah identifikasi dan interpretasi perlu dilakukan koreksi radiometrik dan pernaikan kontras citra (image enhancement). Disini perlu diuji hasil yang diperoleh dengan membandingkan secara visual citra yang ada dengan dokumen citra yang lain (peta, foto, citra) sedangkan dilapangan perlu dilakukan verifikasi secara visual setempat (in-situ) dan melakukan pengukuran reflektan obyek dengan alat radiometer.

  • Landasan Interpretasi

Untuk mempermudah dalam mengamati/menilai, maka dapat dilakukan dengan identifikasi dan interpretasi obyek tersebut. Indentifikasi dilakukan dengan menandai/ menentukan obyek tersebut secara pasti, sedangkan interpretasi adalah menentukan obyek tersebut dengan menggunakan perkiraan.

  • Kunci Interpretasi

Interpretasi didasarkan, atas tujuh kunci yaitu bentuk, pola, warna/corak, posisi, ukuran, struktur dan tekstur.

a)  Bentuk (Form)

Yang dimaksud dengan bentuk disini lebih bersifat bentak geometrik seperti lingkaran, segiempat, segitiga, trapesium, elips, dan sebagainya.

b) Pola (Pattern)

Yang dimaksud dengan pola disini lebih bersifat gabungan dari beberapa bentuk, dari obyek tersebut seperti jala (net), radial, diametral dan sebagainya.

c) Warna Corak (Color/tone)

Yang dimaksud dengan warna/corak disini lebih bersifat warna alami seperti merah, hijau, kuning dan sebagainya. Sedangkan corak dinyatakan dengan derajat keabuan (grey scale) seperti 0% (putih), 100% (hitam) dan sebagainya.

d) Ukuran (size)

Yang dimaksud dengan ukuran disini lebih bersifat dimensi obyek tersebut dinyatakan secara kualitatif seperti besar kecil, sedang atau dinyatakan secara kuantitatif dengan numerik (1,2,3) dan satuan (meter, kilometer, derajat).

e) Posisi
Yang dimaksud dengan posisi disini lebih bersifat letak relatif dipermukaan bumi seperti didaerah pegunungan, dekat pantai, di tengah kota dan sebagainya.

f) Struktur (Structure)

Yang dimaksud dengan struktur disini lebih bersifat bentuk dan rangkaiannya seperti teratur dan tidak teratur.

g) Tekstur (Texture)

Yang dimaksud dengan tekstur disini lebih bersifat ikatan antar elemen pembentuk obyek seperti halus, kasar dan sebagainya.

  • Macam (Manual, Otomatik)

Interpretasi dapat dilakukan secara manual dan otomatik (Irsanti et al., 2019). Secara manual berarti tanpa bantuan komputer, yaitu dilakukan secara visual, sehingga dibutuhkan analisa yang bersifat subyektif dari pengamat dan akan lebih baik apabila pengamat tersebut mempunyai kepakaran yang sesuai dengan topik yang diamati, cara ini juga disebut interpretasi analog, sedangkan otomatik digunakan komputer dalam pemrosesannya sehingga analisanya bersifat obyektif dan tidak tergantung pada kepakaran pengamat seringkali interpretasi otomatik dikatakan sebagai interpretasi digital atau klasifikasi citra.

  • Cara/Metode (Supervisi, Non Supervisi, Visual, Statistik)

Interpretasi juga dapat dilakukan secara supervisi dan non supervisi. Secara supervisi yaitu apabila objek dipermukaan bumi itu sudah dikenal oleh pengamat baik secara langsung di lapangan atau didapatkan dari data sekunder/statistik (peta, tabel, laporan dan sebagainya) dan non suvervisi apabila obyek dipermukaan bumi itu tidak/belum dikenal oleh pengamat baik secara langsung di lapangan atau didapatkan dari (peta, tabel, laporan dan sebagainya), jadi hanya didasarkan perkiraan atau asumsi saja. Interpretasi visual berarti pengamat menentukan obyek tersebut dengan melihat langsung tanpa bantuan komputer sehingga disini hasilnya bersifat subyektif dan sangat bergantung pada kepakaran pengamat, sebagai alat bantu digunakan tujuh kunci interpretasi. Interpretasi statistik berarti pengamat menentukan obyek tersebut dengan menginterpretasikan atau menganalisa nilai (maksimum minimum, tengah, simpangan) dan grafik (histogram 3 band, scutter 2 band) statistik obyek tersebut diperoleh dengan bantuan komputer sesuai dengan karakter citra band yang digunakan, sehingga disini hasilnya bersifat obyektif dan tidak bergantung kepada kepakaran pengamat.

  • Proses (Pemilihan, Perbaikan, Klasifikasi, Bentuk Penyajian)

a. Pemilihan

Pemilahan meliputi pekerjan penentuan jenis citra dan daerah studi untuk melakukan pemotongan citra (cropping) yang berfungsi untuk membatasi daerah penelitian dan mengurangi besar file citra. Pada pemilihan citra faktor-faktor yang perlu diperhatikan yaitu

  • Tujuan pekerjaan yaitu antara lain ketelitian geometrik yang diekspresikan dengan skala dan ketelitian radiometrik yang diekspresikan dengan jumlah dan jenis obyek dipermukaan bumi yang ditampirikan. Contoh pemetaan sumber daya air, pada tahap studi awal digunakan skala 1:50.000 dan obyek yang ditampilkan meliputi hidrologi (sungai, danau dan sebagainya), landuse (penggunaan lahan: pertanian, permukiman dan sebagainya), tanah ( basah, kering dan sebagainya), iklim (curah hujan, temperatur dsb), slope (lereng 10%, 20% dan sebagainya) vegetasi (tamaman hutan, savana dan sebagainya), geologi (tersier, kuarter dan sebagainya).
  • Waktu yaitu terkait dengan kapan waktu pemotretan citra tersebut dan pada saat itu musim apa didaerah tersebut. Contoh untuk pemetaan sumber daya air paling tidak harus ada tiga kali pemotretan citra yang berbeda waktunya, misalnya musim hujan, pancaroba dan musim kering untuk daerah yang dinamis (perubahannya cepat).
  • Daerah yaitu berkaitan dengan daerah pemetaan ini, bagaimana topografinya (datar, bergelombang, berbukit) dan bagaimana lahannya (homogen atau heterogen), untuk daerah datar dan homogen relatif lebih mudah dipetakan daripada daerah bergelombang dan heterogen.
  • Biaya yaitu dihitung secara optimal mana yang paling menguntungkan, contoh apabila untuk pemetaan sumber daya air skala 1:50.000 dapat digunakan citra yang mempunyai resolusi spasial (30x30) m.

Setelah mempertimbangkan semua aspek tersebut, maka dapat ditetapkan citra yang digunakan. Citra dapat diperoleh melalui LAPAN yaitu dengan akuisisi, langsung seperti Landsat, NOAA, FY, Terra & Aqua Modis dan melalui distributor internasional seperti IKONOS, SPOT, ASTER, Resourcesat, Eros, SPOT-5.

b. Tahapan Perbaikan dan Pengolahan Citra

 Ada 3 tahapan dalam pengolahan citra digital, yaitu:

Pada tahap ini dilakukan pembetulan (rektifikasi) pemulihan (restorasi) citra, supaya diperoleh data yang sesuai dengan aslinya. 3 teknik penajaman citra yang dapat dilakukan, yaitu :

1. Manipulasi Kontras Citra

Mengubah nilai kecerahan setiap pixel didalam suatu citra secara terpisah. Perentang kontras untuk pemulihan mutu citra, meliputi :

a) Perentangan linier, mengambil nilai minimum dan maksimum citra dan menandai nilai campuran kepada jumlah kelas yang dimaksudkan.

b) Perentangan linier dengan pengencangan, menggunakan nilai data yang terletak diatas dan dibawah nilai minimum dan maksimum.

c) Perentangan histogram yang diratakan, membagi histogram menjadi kelas-kelas yang mencakup jumlah pixel yang sama.

2. Manipulasi secara spasial

Mengubah nilai setiap pixel dalam hubungannya dengan nilai kecerahan pixel sekitarnya. Penajaman operasi lokal akan meliputi proses filtering citra dengan filter frekuensi rendah dan dengan filter frekuensi tinggi yang sebelumnya didahului dengan operator  kernel.

c. Manipulasi Multi Saluran

Teknik penajaman multi saluran dilakukan dengan membentuk citra paduan warna (color composite), yaitu 3 komponen citra sembarang yang diberi kode warna ditumpang susunkan (overlay), perpaduan saluran yang sering digunakan adalah 5, 4 dan 2.

c. Klasifikasi Citra

Pengenalan obyek dengan cara digital pada dasarnya dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu supervisi (supervised classification), non supervisi (unsupervised classificaion) dan gabungan/hibrida (hybride classification).

1. Klasifikasi tertimbing (supervised classification)

Klasifikasi nilai pixel didasarkan pada contoh daerah yang diketahui jenis obyek dan nilai spektralnya, yaitu apabila obyek dipermukaan bumi itu sudah dikenal oleh pengamat baik secara langsung dilapangan atau didapatkan dari data sekunder/statistik (peta, tabel, laporan dan sebagainya).

2. Klasifikasi tak terbimbing (unsupervised classification)

Klasifikasi tanpa daerah contoh yang diketahui jenis obyek dan nilai spektralnya, artinya obyek dipermukaan bumi itu tidak atau belum dikenal oleh pengamat baik secara langsung dilapangan atau didapatkan dari data sekunder/statistik (peta, tabel, laporan dan sebagainya), jadi hanya didasarkan pada perkiraan atau asumsi saja.

3. Klasifikasi gabungan (hybride classification)

Menggunakan Kedua cara diatas, yaitu gabungan antara klasifikasi terbimbing dan klasifikasi tak terbimbing. Metode ini terdiri dari dua tahapan utama, yaitu proses klasifikasi tak tersedia dan reklasifikasi secara tersedia.

d. Bentuk penyajian (Kartografi)

Bentuk penyajian hasil pengolahan citra dapat berupa data analog dan digital, data analog dapat berupa data cetakan (hard copy) yaitu pada kertas positif (tidak transparan, gambar tidak terbalik), negatif (transparan, gambar terbalik).

  • Alat (Konvensional, Komputer)

Untuk melakukan interpretasi digunakan peralatan yang konvensional dan komputer, alat konvensional seperti stereoskop (cermin saku), tongkat paraloks (paralax bar), meja berlampu (lamp table), pantagraph, plantable, penggaris, busur derajat, dan alat tulis. Sedangkan komputer yang digunakan: hardware (perangkat keras), central processing unit (cpu), monitor, keyboard, harddisk, card graphic, scanner, plotter, digitizer dengan software image processing.

  • Data/Dokumen Interpretasi (Analog, Digital)

Data/dokumen ini dapat berupa data grafik seperti peta topografi, peta tematik (landuse, tanah, geologi dan sebagainya), fotografi, foto udara, citra satelit, bentuk data dapat berupa data analog dan digital, data analog dapat berupa data cetakan (hard copy) yaitu pada kertas positif (tidak transparan, gambar tidak terbalik), negatif (transparan, gambar terbalik).

D. Terapan

Penginderaan jauh merupakan alat atau tools yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti untuk pemetaan, pertanian, kehutanan, sumber daya air, perencanaan wilayah dan kota, pemetaan lahan basah, cuaca, lingkungan dan ekologi, kelautan, purbakala dan sistem informasi geografis (GIS).

  • Untuk Pemetaan

Pemetaan dengan sistem pasif (pencitraan optis) dapat dilakukan dengan menggunakan data satelit Landsat Thematic Mapper (TM)/Enhanced Thematic Mapper (ETM) dengan resolusi spasial (30x30) atau dengan satelit Ikonos, Quickbird, SPOT 5 yang menawarkan resolusi sekitar 1 meteran secara umum untuk pemetaan dapat dipilih beberapa macam satelit, tetapi yang perlu diperhatikan adalah ketentuan yang mengacu pata grid dan skala yang dikehendaki didasarkan modifikasi, dari Albertz dalam Jonathan Williams, 1995. Selain itu juga dengan menggunakan teknologi radar interferometri dapat dilakukan pemetaan pada garis skala 1:10.000 dari data radar interferometri produk akhir pekerjaan dalam bentuk data digital format freehand. Proses pembuatan peta garis adalah meliputi kegiatan pembuatan kontur, interpretasi dan digitasi detail, planimetris, editing, plot, draft peta, pengecekan lapangan dan toponimi, editing kartografi dan printing peta garis.

  • Untuk Pertanian

Pengkajian kadar hara daun dan perkembangan kanopi tanaman pertanian serta pemanfaatan areal tanaman pertanian yang terserang penyakit dapat dilakukan melalui analisis Citra SPOT. Kadar hara daun sangat berguna sebagai salah satu basis penentuan dosis pupuk, sedangkan yang mematikan bagi tanaman pertanian sangat nyata dalam pengurangan tegakan pohon dan penurunan produksi per hektar. Inventarisasi sumber daya pertanian menjadi lebih mudah dipantau dengan teknologi ini sekaligus dapat digunakan dalam membantu penilaian dan keputusan dalam manajemen dipertanian.

  • Untuk Kehutanan

Dengan menggunakan teknologi radar interferometri-Indrex 96 dapat diperoleh informasi potensi sumber daya hutan, teknologi radar yang digunakan adalah sistem radar milik DASA yang disebut DO-SAR (Dornier Synthetic Apperture Radar). Band with gelombang radar yang dipergunakan adalah band c, panjang gelombang sekitar 5 cm. Keunggulan utama dari sistem radar ini adalah resolusi piksel yang bervariasi, VV, HH, HU, dan VH. Mempunyai, quick look system yang mamungkinkan melihat hasil pengambilan data secara online dengan delay beberapa detik saja. Sedangkan kekurangan dari sistem radar DO-SAR ini adalah ukurannya yang besar dan sangat berat (radar terbesar yang pernah ada), sehingga memerlukan pesawat terbang yang besar, jenis transall, untuk misi pengambilan data.

  • Untuk Sumberdaya Air

Salah satu kegunaan penginderaan jauh adalah menduga daerah rawan banjir. Untuk itu diperlukan suatu rumus hidrologi yang disesuaikan dengan kedua metode tersebut, yakni memenuhi kriteria sebagai data spasial. Selain itu digunakan untuk penggunaan pembuatan peta landuse yaitu diturunkan dari hasil overlay peta topografi dengan citra hasil klasifikasi terbimbing dari citra yang telah dilakukan kereksi (radiometrik dan geometrik). Setelah dilakukan digitasi hasil overlay peta topografi dengan citra, maka diperoleh peta landuse Daerah Aliran Sungai (DAS). Setelah diperoleh peta landuse, kemudian dilakukan proses overlay dengan peta landuse lainnya sehingga diperoleh peta baru yaitu peta perubahan tata guna lahan antara peta landuse yang lalu dengan sekarang.

  • Untuk Perencanaan Wilayah dan Kota

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka jumlah permintaan akan permukiman dan lapangan kerja juga semakin meningkat (Prabowo et al., 2020). Sehingga menyebabkan dibukanya lahan untuk permukiman, perkantoran, perindustrian, perdagangan dan jalan. Hal ini menyebabkan beralihnya fungsi lahan untuk permukiman yang semula adalah hutan, kebun, semak belukar, sawah irigasi dan sebagainya sehingga areanya semakin menyempit atau mengalami pertumbuhan negatif akibat adanya perluasan pembangunan permukiman, jalan, perindustrian dan tempat perdagangan. Dengan menggunakan teknologi radar interferometri dalam bentuk lembar peta skala 1:50.000.

  • Untuk Pemetaan Lahan Basah

Citra Landsat ETM-7 yang diolah untuk mendapatkan klasifikasi tutupan lahan data taster ini selanjutnya dilubah menjadi vektor. Dari pengolahan dengan menggunakan metode penginderaan jauh, diharapkan akan diperoleh informasi mengenai debit maksimal yang lebih akutar, baik dalam tampilan spasial maupun tabular.

  • Salah satu kegunaan penginderaan jauh adalah menduga daerah rawan banjir untuk itu diperlukan suatu rumus hidrologi yang disesuaikan dengan kedua metode tersebut, yaitu memenuhi kriteria sebagai data spasial. Penyebab banjir ada berbagai macam diantaranya kerusakan dan penyempitan saluran serta akibat pasang naik permukaan air laut. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa perubahan tata guna lahan juga menjadi penyebab, yakni dengan memperbesar limpasan permukaan atau surface run off, karena berkurangnya tanaman sebagai reservoar air.
  • Untuk Cuaca, Lingkungan dan Ekologi

Tekanan manusia terhadap lingkungan dari hari kehari makin besar sehingga menambah kerusakan terhadap lingkungan dan ekosistem. Untuk pemantauan cuaca dapat digunakan satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) yaitu satelit milik Amerika yang merupakan pengembangan dari observasi cuaca seseri TIROS (1960-1965) dan ITOS (1970-1976). Satelit NOAA mempunyai orbit polar yong ,elintasi bumi melewati Kutub Uara dan Kutub Selatan pada ketinggian antara 830-870 km.

  • Untuk Kelautan dan Perikanan

Untuk mengenali obyek yang ada didalam air, digunakan sifat radiasi elektromagnetik pada daerah spektrum sinar tampak spektrum ini mempunyai kemampuan untuk menembus batas air sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi obyek yang ada dibawah permukaan air, termasuk terumbu karang. Daya tembus cahaya terhadap air tergantung pada daya serap air terhadap cahaya yang mengenainya.

  • Untuk Purbakala

Untuk mengetahui dan mempelajari situs purbakala atau arkeologi pada awalnya banyak digunakan foto udara multispektral, baik pankromatik maupun berwarna (tampak dan inframerah) hal ini disebabkan karena informasi yang dibutuhkan adalah sangat detail atau dalam skala besar (1:1.000). Selain itu juga digunakan citra satelit penginderaan jauh sistem aktif (radar), mengingat dengan citra ini situs purbakala yang tidak tampak dipermukaan dapat dideteksi, dengan gelombang radio. Dengan SAR (Synthetic Aperture Radar) yang mempunyai panjang gelombang 25 cm dengan resolusi 15 m dan 8 m.

  • Untuk Sistem Informasi Geografis (GIS)

Pembuatan Sistem Informasi Geografis daerah genangan air pada suatu wilayah, digunakan data digital antara lain citra Landsat ETM 7 (Enchanced Thematic Mapper 7), yang memungkinkan untuk membuat berbagai variasi komposit. Demikian juga resolusinya cukup baik, yaitu 1 pixel mewakili 30x30 meter persegi, dapat digunakan untuk menganalisis wilayah dengan skala 1:25.000 maupun 1:58.000. Selanjutnya data ini diolah untuk mendapatkan klasifikasi tutupan lahan, citra yang mempunyai format raster ini diubah menjadi data vektor supaya dapat dioverlay (tumpang susun) dengan vektor yang lain yaitu peta kelerengan yang diturunkan dari peta rupabumi, skala 1:25.000, kontur dibuat berdasarkan titik ketinggian (spot height), selanjutnya peta ini diubah menjadi peta kemiringan lereng. Dalam pemanfaatan teknologi penginderaan jauh diharpakan juga dapat membantu dalam mengatasi risiko bencana (Kumalawati, Rijal, Prasaja, et al., 2013). Contohnya adalah pendeteksian bahaya kekeringan yang telah dikembangkan dengan berbagai metode (Adiningsih, 2014).

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, E. S. (2014). Tinjauan metode deteksi parameter kekeringan berbasis data penginderaan jauh. Prosiding Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014, 210–220.

Ayuningtyas, E. A. (2022). Pemetaan Partisipatif untuk Bahaya Longsor dan Jalur Evakuasi di Desa Hargomulyo, Kabupaten Kulonprogo, DIY. Jurnal Geografika (Geografi Lingkungan Lahan Basah), 3(2), 78–91.

Insyani, R. S. (2020). Dasar-dasar Penginderaan jauh. Alprin.

Irsanti, D., Sasmito, B., & Bashit, N. (2019). Kajian Pengaruh Penajaman Citra Untuk Penghitungan Jumlah Pohon Kelapa Sawit Secara Otomatis Menggunakan Foto Udara (Studi Kasus: KHG Bentayan Sumatra Selatan). Jurnal Geodesi Undip, 8(1), 428–434.

Kumalawati, R., Rijal, S. S., Prasaja, A. S., Sartohadi, J., & Pradiptyo, R. (2013). Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh untuk Estimasi Kerusakan Pemukiman Akibat Banjir Lahar di Kecamatan Ngluwar Magelang.

Kumalawati, R., Rijal, S. S., Rijanta, R., Sartohadi, J., & Pradiptyo, R. (2013). Evaluasi Pengembangan Wilayah Permukiman Berdasarkan Pemetaan Kerusakan Permukiman Akibat Banjir Lahar di Kali Putih, Kabupaten Magelang. TATALOKA, 15(1), 13–27.

Prabowo, R., Bambang, A. N., & Sudarno, S. (2020). Pertumbuhan Penduduk Dan Alih Fungsi Lahan Pertanian. MEDIAGRO, 16(2).

Sukojo, B. M. (2012). Penginderaan Jauh (Dasar Teori dan Terapan). 114.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun