Mohon tunggu...
Syarifah Azzahra
Syarifah Azzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Hobby:Suka membaca buku, suka menggambar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Modifikasi Hukum Islam Imam Syafi'i

21 Juni 2023   21:35 Diperbarui: 21 Juni 2023   21:39 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Imam Asy-Syafi'i lahir di Gaza (Palestina) pada tahun 150 H. yaitu tahun wafatnya Abu Hanifah, Imam Mazhab Rasionalis (Ahlur Ra'yi) di Irak. Kenyataan itu menjadi bahan senda-gurau antara sejumlah ahli fikih mazhab Hanafi dan sejumlah ahli fikih mazhab Asy-Syafi'i. Orang dari mazhab Hanafi berkata, "Imam kalian terus bersembunyi hingga saat Imam kami mangkat."

Yang dari mazhab Asy-Syafi'i menjawab, "Begitu Imam kami lahir. Imam kalian cepat-cepat lari."

Imam Asy-Syafi'i lahir di zaman yang sarat dengan perdebatan antara pengikut Ahlul Hadis dan penganut Ahlur Ra'yi. Masing-masing fanatik menghadapi lawannya. Di antara penganut Ahlul Hadis (yakni mazhab Imam Malik) ada yang secara mutlak menolak array. Sedang kan di antara pengikut mazhab ar-Ra'y ada yang lemah menghadapi hadis-hadis yang salih (hadis-hadis sahih atau mutawatir).

Zaman itu adalah zaman yang membedakan antara orang alim (ilmuwan) dan orang yang menguasai ilmu fikih (fqih), Yang dimaksud dengan "ilmu" pada masa itu adalah hapal Al-Qur'an, hadis-hadis, serta pusaka pemikiran dan amalan para sahabat Nabi saw. (atsar). Sedangkan yang dimaksud dengan fikih yaitu penggunaan akal, pikiran, ijtihad, pengamatan, dan ketajaman berpikir untuk menggali ketentuan hukum syariat mengenai masalah yang tidak terdapat dalam nash Al-Qur'an dan Sunnah. Adakalanya seseorang mempunyai keahlian di kedua bi-dang tersebut, yakni seorang ilmuwan dan sekaligus ahli fikih. Orang seperti itu termasuk dalam jajaran orang-orang besar [1]

Nama lengkap Imam Asy Syafi'i adalah Muhammad ibn Idris ibn al-'Abbas ibn Asy-Syafi'i ibn As-Sa'ib ibn 'Ubayd ibn 'Abduyazid ibn Muththalib ibn 'Abdulmanaf. Muththalib adalah saudara kandung hasyim ibn 'Abdumanf. Sedangkan Hasyim adalah ayah 'Abdul Muththalib, datuk Nabi Muhamad saw Pada musim-musim dingin. Hasyim berkerja memimpin kafilah Quraisy ke negeri Syam (di masa jahiliah), la meninggal dunia di perantauan dan jenazahnya dikebumikan di kota Gaza (Palestina)

Imam Syafi'i adalah orang yang luas ilmunya. Namun, untuk bisa memiliki ilmu yang sangat luas tersebut, Imam Syafi'i harus mencari ilmu ke berbagai negeri. Dalam sejarah, tercatat bahwa Imam Syafi'i menuntut ilmu selama enam periode, yakni Makkah, Madinah, Yaman, Kufah, Baghdad, dan Mesir. Di enam negara itulah, Imam Syafi'i menempuh pendidikannya hingga ia berhasil menjadi seorang ulama tersohor dan terpandang. Selain itu, perjalanan yang begitu panjang dalam menuntut ilmu juga telah mengantarkannya menjadi seorang Imam Mazhab.

Dalam menuntut ilmu, Imam Syafi'i terkenal sangat rajin dan tekun. Sehingga, tidak heran jika berkat sikapnya yang rajin dan tekun itu, ia diberi izin oleh Imam Muslim bin Khalid al-Zanji untuk berfatwa pada usia yang sangat belia, yakni 15 tahun. Izin tersebut diberikan oleh gurunya setelah mereka melihat kemajuan yang pesat pada dirinya. Imam Muslim bin Khalid al-Zanji pun melihat bahwa Imam Syafi'i telah menguasai berbagai disiplin ilmu dan banyak menguasai persoalan-persoalan keagamaan. [2]

Semenjak Asy-Syafi'i kembali ke Mekah dari Baghdad, ia menggunakan manhaj (metode) seorang ahli fiqih tanpa mengikuti gurunya, baik Malik maupun Muhamad bin Hasan Asy-Syaibani, schingga Imam Ahmad berkomentar, "Pintu fiqih tertutup bagi yang mendalaminya sehingga Allah membukakannya melalui Asy-Syafi' Orang-orang menyambut apa yang dihadirkan oleh As-Syafi'i sebagai ilmu baru sehingga kekaguman kepadanya menyebar di Baghdad pada tahun 195 H. Imam Al-Karabisi bertutur, "Kami tidak mengenal apa itu Al-Kitab, as-Sunnah dan Ijma', kecuali hanya dari Asy-Syafi'i yang membicarakannya berdasarkan Kitabullah, As-Sunnah dan Ijma."

Di Baghdad Asy-Syafi'i membawa ilmu baru yang belum dikenal itu. Ia menjelaskannya sekalipun ia tidak menciptakannya secara sempurna. Dalam membahas tentang fiqihnya, ada dua hal yang harus penulis sampaikan secara ringkas yaitu dalil yang menjadi dasar bagi bangunan fiqihnya, dan ilmu ushul fiqih itu sendiri. Fiqih Asy-Syafi'i diambil dari lima sumber. Ia menyebutkan dalam kitabnya Al-Umm, "Ilmu itu bertingkat-tingkat. Yang pertama Kitabullah dan Sunnah yang shahih, kedua ijma' pada perkara yang tidak ada di dalam kitab dan Sunnah, ketiga ucapan seorang sahabat yang tidak ada menentangnya ,keempat ikhtilaf para sahabat, dan kelima qiyas. Semuanya tidak diacu selama masih ada Kitabullah dan Sunnah. Oleh karena ilmu itu diambil dari yang paling tinggi."

Para fuqaha syafi'iyyah membagi ijtihad Imam Syafii menjadi dua bagian, yaitu versi lama (qadim) dan versi baru (jadid) yang kemudian dikenal dengan istilah qaul qadim dan qaul jadid. Walaupun sebenarnya kata qaul merupakan kata tunggal yang jamaknya adalah aqwal namun istilah qaul yang sering digunakan dalam mengutarakan kumpulan fatwa -- fatwa imam syafii baik versi lama maupun versi baru.

Telah disebutkan diatas bahwa salah satu faktor yang meyebabkan adanya qaul qadim dan qaul jadid dalam ijtihad Imam Syafii karena Beliau menemukan hadis dan pemahaman fiqih yang diriwayatkan fuqaha Mesir yang tergolong ahl-Hadis. Pendapat Asy-Syafii yang disampaikan kepada muridnya dan ditulis di Mesir disebut qaul jadid. Adapun sebab hadirnya qaul jadid karena Asy-Syafii mendapatkan hadis yang tidak ia dapatkan di Irak dan Hijaz dan ia menyaksikan adat istiadat dan aktivitas muamalah yang berbeda dengan Irak. [3]

Pada prinsipnya penetapan hukum Islam dapat dipengaruhi oleh dinamika kehidupan sosial pada suatu masyarakat. Hal ini jika ditinjau berdasarkan perspektif Islam sesuai dengan kaidah. Tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan hukum diakibatkan oleh perubahan zaman dan tempat (situasi dan kondisi). Salah satu hal penting dalam sejarah hukum islam adalah ijtihad Imam Asy- Syafii yang tertuang dalam qaul qadim dan qaul jadid.

Menurut Munim A. Sirry, para ulama menyimpulkan bahwa latar belakang munculnya qaul jadid merupakan akibat dari perkembangan baru yang dialami oleh Imam Syafii. Mulai dari penemuan hadis, pandangan sampai dengan kondisi sosial masyarakat Mesir yang tidak ia temukan selama tinggal di Irak. Atas dasar tersebut, Sirry berkesimpulan, bahwa qaul jadid merupakan suatau refleksi dari kehidupan sosial yang berbeda.

Qaul jadid ini ada yang berpendapat bahwa mulai terbentuk ketika Asy -- Syafii berada di Irak, ketika
Ia hendak meninggalkan Irak menuju Mekkah. Ada juga yang berpendapat bahwa qaul jadid terbentuk
sebelum Beliau meninggalkan Mekkah. Namun yang pasti dia menulisnya dan meletakkan dasar pondasinya di Mesir, jadi tidak ada hubungannya dengan berada di Mesir atau di Irak.  

Dari penyebaran dan perkembangan Mazhab Qadim ini banyak muncul ulama-ulama besar yang masyhur, yaitu: Ahmad bin Hanbal asy-Syafi'i Syaibani (pendiri madzhab Hambali), Ibrahiim ibn Khalid ibn al-Yamani al-kalbiy (Abu Tsaur), al-Hasan ibn Muhammad Ashab az-Za'faranzi, Hsan ibn 'Ali al- Karabisiy. Dan dari mazhab qadim telah dibukukan beberapa kitab, diantaranya al-Hujjah, az-Za'faran 40 jilid, dan yang lainnya yang masih belum diketahui. Masa mazhab kaul qadim (thaur adl dluhur li al-Mazhab al-qadim) ini berselang lamanya antara kedantangan imam syafi'i di baghdad untuk kedua kalinya pada tahun 195 H. hingga keberangkatannya beliau ke Mesir 199 H.

Ketika Imam Syafii berada di Mesir, beliau berusaha meninjau ulang beberapa fatwanya yang diungkpakan di Bagdad.Akibatnya, ada diantara sebagian kitab yang ditetapkan dan ada sebagian kitab yang dikoreksi.Berawal dari kenyataan ini timbullah terma qaul qadim dan qaul jadid, dimana qaul qadim adalah pendapat yang difatwakan di Bagdad dan qaul jadid adalah pendapat yang difatwakan di Mesir.

Beberapa Contoh Pembaharuan Hukum (Qaul Qadim ke Qaul Jadid)

1. Waktu shalat Maghrib

Waktu shalat Maghrib dalam Qaul Qadim adalah samapi hilangnya mega merah di ufuk, jika diukur dengan jam kurang lebih 1 samapai 1 setengah jam lamanya. Ini berdasarkan:

Hadits riwayat dari Muhammad Bin Jubair Bin Muth'im dari ayahnya, bahwa ia mendengar, bahwa Rasulullah ketika shalat Maghrib membaca QS. Al-Thur. Sementara riwayat dari Umm al- Fadhl Binti al-Harits, Rasulullah membaca QS. Al-Mursalat, kedua Hadits ini menunjukkan bahwa waktu shalat Maghrib relatif panjang, yakni sampai mega merah menghilang dari ufuk.

Sementara menurut Qaul Jadid, waktu Maghrib hanya sebentar,yaitu sebatas, Adzan, Wudhu', berpakaian dan shalat lima rakaat.

2. Hukuman bagi yang membangkang mengeluarkan zakat

Menurut Qaul Qadim, separuh dari harta orang tersebut harus diambil sebagai hukuman baginya. Ini berdasarkan Hadits "Barang siapa yang enggan membayar zakat, maka saya akan mengambilnya separuh dari hartanya sebagai hukuman dari Tuhan Kita, tidak sedikitpun dari keluarga Muhammad yang berhak atasnya ".

Menurut Qaul Jadid, tidak ada hukuman dengan cara memaksa mengambil separuh dari hartanya. Alasannya:

a. Pada hakikatnya perintah zakat sama dengan ibadah yang lain, maksudnya jika orang enggan membayar zakat tidak ada hukuman dengan merampas hartanya dengan cara paksa.

b. Hadits, Abu Hurairah Bahwa 'A'rabi yang ingin mengetahui tentang amalan yang

bisa menjadi sebab masuk surga, Rasul bersabda, "Beribadahlah pada Allah dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu, tegakkan shalat, tunaikanzakat, puasa di bulan Ramadhan". 'A'rabi menjawab, demi Allah yang mengutusmu dengan kebenaran, saya tidak akan menambah apapun dari ketentuan di atas, lalu Rasul bersabda lagi, "Barang siapa yang ingin melihat penghuni surga, hendaklah melihat orang tadi"[4]

Selain contoh di atas masih banyak contoh yang lain, seperi air Musta'mal, kulit yang disama',

mengusap sepatu, hubungan zakat dan utang, tapi penulis hanya mencukupkan dengan contoh, karena dua contoh tersebut banyak terjadi di dalam masyarakat.

END NOTE

[1] Abdurrahman asy-Syarqawi, Riwayat Sembilan Imam Fiqih (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000) Hal. 378

[2] Rizem Aizid, Biografi Empat Imam Mazhab (Yogyakarta: Saufa, 2016)

[3] Muhammad Abu Zahrah, Fiqh Islam Madzhab dan Aliran, (Tanggerang: Gaya Media Pratama: 2014)

[4] Abi al-Husain Nur al-Din Muhammad Ibn Abd. Al-Hadi al-Sanadi, Shahih al-Bukhari: Bihasyiyah al-Imam al-Sanadi Vol I (Bairut: Dar al-Kutub al- Ilmiyah, 2005),472.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun