Mohon tunggu...
Syarif Nurhidayat
Syarif Nurhidayat Mohon Tunggu... Dosen - Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Manusia hidup harus dengan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

... Sehingga Cinta

20 Desember 2020   14:33 Diperbarui: 20 Desember 2020   14:37 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namun, tampaknya dia tidak mengerti. Ia masih saja mengatakan prinsipnya berulang-ulang. Bahkan hampir setiap kami ketemu atau bicara dari hand phone. Tapi tak mengapa, bukan cinta namanya jika begitu saja aku sudah menyerah. 

Jangankan hanya mendengarkan dia bicara berulang-ulang, seandainya aku yang harus merapalkan kata-kata prinsipnya setiap waktu, aku akan melakukannya. Tidak ada yang salah dengan prinsipnya. Dan aku sangat bangga bisa mencintai lelaki seperti dia. Dan aku sangat yakin, suatu saat entah kapan, dia akan benar-benar mencintaiku. Karena aku sudah terlalu mengenalnya. Biarlah, bukankah cinta sejati itu tanpa syarat, biarlah aku tetap mencintainya dengan apa yang ada pada dirinya, bahkan dengan ketidak cintaannya padaku jika itu memang yang terjadi.

***

Malam itu, Vivi duduk sendiri dalam kamarnya di atas bangku menghadap ke luar jendela. Sepucuk kertas putih masih dia pegang erat ditangan kirinya. Padanganya kosong ke depan seolah hendak mencari sesuatu yang tidak begitu jelas. Pagi tadi surat itu baru datang dari Mas Guntur. Biasanya dia cukup bicara langsung atau melalui telepon, atau jika pendek cukup sms. Tapi surat itu terlalu penting, sehingga harus dituliskan. Dan Vivi harus membacanya saat malam sudah menggeser senja. Begitu pinta Guntur saat memberikannya. Dia pergi dengan tanpa banyak bicara.

=Vivi, sebelumnya aku minta maaf karena tidak mengatakan ini secara langsung kepadamu. Karena dengan membaca, mungkin kita bisa dengan jernih menimbang berbagai hal. Satu hal yang ingin aku sampaikan, aku tidak bisa melanjutkan kedekatan kita ini. Aku ingin kita selesai. Semoga kamu bisa bersikap dewasa seperti yang sering kita bicarakan bersama. Kamu tetap sahabatku yang paling baik.=

Surat dari Guntur itu masih ia pegang. Ia telah membacanya berulang-ulang berharap ada yang berubah dari kata-katanya. Tapi hasilnya nihil. Tetap sama.

Di luar, terdengar jangkrik dan beberapa binatang malam berpesta, menerbangkan bayang-bayang kebahagiaan masa lalu, menjadi banyak puzzle yang dihamburkan ke langit, menjadi mozaik-mozaik menghias langit, menjelma bintang-bintang terang di segala penjuru malam.

***

Vivi masih saja menangisi sepucuk surat dari Guntur. Dia tidak habis pikir mengapa dia begitu tega pada dirinya. Meskipun sudah berulang-ulang Guntur mengatakan alasannya, tapi bagi Vivi itu hanya alasan saja untuk tidak mau bertanggungjawab. Keesokan harinya ia memutuskan datang ke tempat tinggal guntur.

"Ini persoalan yang sangat tidak aku kuasai. Cinta bagiku adalah sebuah komitmen yang tidak bisa dijadikan main-main. Sekali aku mengatakan cinta kepada seseorang, tidak ada yang ke dua kalinya. Tapi itupun tidak dengan mudah aku akan mengatakannya. Aku butuh ketetapan hati. Taukah kau bahwa cinta tak selalu timbal balik, dan tidak ada alasan apapun untuk memaksa orang lain untuk mencintai dirinya, begitupun tidak ada seorang pun yang bisa memaksa dirinya untuk jatuh cinta. Apakah kau ingin menyiksa seseorang dengan memaksanya mencintaimu? Kita hanya bisa berusaha menjadi seseorang yang layak untuk dicintai, tetapi tidak harus dicintai. Karena layak itu tidak ada paksaan, semua orang bebas untuk mencintai atau tidak." Guntur menumpahkan semua perasaannya. Baru kali ini ia begitu serius membicarakan cinta. Semalam dia ternyata juga tidak bisa tertidur, karena beban perasaannya kepada Vivi.

"Mengapa ada cinta yang tak berbalas? Mengapa harus ada orang yang mencintai orang lain yang tidak mencintai dirinya. Bukankah Tuhan itu Maha Mencintai sehingga Dia harus dicintai? Tapi apa pula artinya jika dasar cinta adalah keterpaksaan? Yang ada hanyalah sandiwara. Aku sangat ingin mencintaimu apa adanya, tapi apakah kamu tahu seperti apa sakitnya hati ini jika cinta bertepuk sebelah tangan. Betapa nelangsanya jiwa, jika tahu ia tengah melakukan kesia-siaan. Aku sendiri tidak yakin, lilin bahagia dengan membakar dirinya demi terang ruang di sekitarnya." Dengan tanpa emosi yang meledak seperti biasanya, Vivi mengungkapkan perasaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun