"Vivi tahu. Vivi juga sangat paham. Vivi memang dekat dengan siapa saja. Tapi berbeda denganmu Mas. Vivi merasakan kedekatan yang beda." Kembali Vivi mengatakannya, seperti biasanya.
"Tapi Vi, aku tak bisa."
"Mengapa? Karena Vivi tidak seperti yang Mas Gun inginkan? Terlalu naifkah Vivi, jika berharap bisa memiliki kekasih yang bisa membimbing Vivi dengan segala kelebihan yang dia miliki. Yang selalu bisa melindungi dan memberi ketentraman serta kehangatan?" Vivi selalu saja mengatakan hal yang sama. Seolah hanya dengan mengatakannya lagi dan lagi, dia akan bisa tenang.
"Kamu tidak mengerti Vi. Aku tidak seperti yang kau bayangkan."
"Vivi tidak pernah berharap lebih dari apa yang telah Vivi lihat dari dirimu Mas. BagiVivi dirimu yang ada saat ini sudah cukup." Vivi masih ngotot.
"Akh. Apakah aku mesti mengulanginya lagi?"
"Mengapa tidak. Vivi akan siap, dan akan selalu siap Mas." Vivi berkata mantap.
"Kamu benar-benar tidak mengerti."
"Apa yang Vivi tidak mengerti mas? Vivi menghormati semua prinsip-prinsip yang Mas Gun pegang. Sepenuhnya Vivi mengerti. Dan aku tahu, seberapa kuat Mas Gun mempertahankannya. Tapi Vivi hanya inginkan waktu. Sampai Vivi bisa betul-betul siap."
Seperti biasa, ketegangan ini berakhir setelah Vivi terisak menangis. Dan Guntur dengan lembut menghiburnya kembali. Sementara dentang jarum jam seperti hendak menghitung rentang waktu sampai kapan mereka bisa bertahan.
***