"Ya, Allah, berilah kesehatan kepada hamba-Mu yang sholeh ini." Aku berdoa dalam hati, mewakili segenap warga di kampungku.
Karena waktu sudah malam, Kami segera bersiap berangkat. Gus Mul keluar menuju tempat tinggalnya, sebentar kemudian datang kembali dengan mengenakan jaket kulit hitam yang menutupi baju putihnya, dan tetap mengenakan kain sarung hijaunya. Setelah berpamitan kepada beberapa santri di pendopo, kami berdua berangkat.
Perlu waktu sekitar satu jam untuk sampai di desa kami. Aku memilih jalan memutar. Meski agak jauh, tapi saat ini, jalan itu satu-satunya yang memungkinkan untuk dilewati berdua dengan satu kendaraan. Aku tidak berani mengambil jalan memotong, karena rupanya saat berangkatpun aku sudah merasa kerepotan. Meski memutar, tetap saja jalannya menanjak dan masih berbatu, sehingga aku harus ekstra hati-hati.
***
Desaku berada di atas bukit batu ujung Kabupaten Bantul. Disebut Pancoran, karena dari sela batu-batu besar, sepanjang tahun selalu mengalirkan air segar. Hanya jika musim kemarau, alirannya tidak begitu deras, tapi cukup untuk memenuhi kebutuhan warga.
Handphone tidak akan banyak membantu di kampung kami, karena hanya bisa untuk main game saja. Jika mau menelepon atau sms, mesti turun ke perbatasan desa, atau justru naik mendekati perbatasan Kabupaten Gunung Kidul. Televisipun hanya beberapa saluran saja yang bisa masuk, itu juga dengan kualitas gambar yang menperihatinkan.
Mungkin warga kami akan frustasi dan banyak mengeluh, tetapi kehadiran Kiai Ilyas, meski hanya setahun sekali, mampu memberikan harapan-harapan yang menghidupkan gairah warga. Harapan yang akan mudah sekali pupus jika tidak segera disegarakan kembali. Harapan akan masa yang dijanjikan. Semoga, kehadiran Gus Mul bisa benar-benar mewakili Kiai Ilyas.
***
"Masih lama mas?"
"Ehm, sekitar lima belas menit lagi." Tampaknya, Gus Mul agak kurang nyaman. Beberapa kali beliau aku minta turun dari motor, karena kondisi jalan yang tidak memungkinkan. Meskipun kami sudah terlambat, tetapi aku tidak boleh tergesa-gesa.
Ketika sudah hampir sampai, suara musik Gambus mulai terdengar sayup-sayup. Semakin dekat, suara dari sound system acara pengajian semakin jelas. Tapi aneh, acara tampaknya sudah dimulai. Terdengar suara MC memberikan sambutan pembukaan, diikuti bacaan tilawah ayat Al Qur'an. Apakah sudah ada Kiai penggantinya? Pikirku tak mengerti.