Sedangkan untuk waktu shalat, awak kapal biasanya menggunakan local time, atau waktu setempat. Selain itu, ada alat yang bisa digunakan untuk mengetahui posisi matahari yang disebut sektan, sehingga bisa mengetahui kapan waktu-waktu shalat tiba.
Jika dalam bulan Ramadhan, tidak ada perlakuan istimewa. Tergantung masing-masing orang, apakah akan teguh puasa, atau dengan mengqodo ketika tidak berlayar di luar bulan Ramadhan.
Semua ritual ibadah itu, bagi Ngatmin, tidak jadi masalah.
"Jika kewajiban sudah ditanam dalam hati bahwa itu harus dilakukan, tidak akan merepotkan," Â ungkapnya tegas.
Positive Thinking
Sebagaimana namanya yang sederhana, Ngatmin, begitu juga prinsip hidupnya, "berpikir positif." Prinsip ini penting bagi dirinya yang selalau menantang maut di tengah samudra.
Dia berkisah, saat ombah di laut tak bersahabat, tinggi ombak bisa mencapai enam meter. Dan saat itu, kapal sudah tidak mungkin bisa dikendalikan. Semua dipasrahkan total kepada Tuhan penguasa alam. Dan jika kita lihat kapal dari angkasa, maka yang tampak hanya satu titik kecil, ditengah gelombang lautan yang sangat luar biasa.
"Dari sinilah saya menyadari bahwa tidak ada gunanya kesombongan itu," katanya  sambil menerawang langit-langit.
Bagi pemuda kelahiran 1983 ini, lautan tidak pernah membuatnya gentar dan putusa asa. Karena dia percaya, selain ada nasib yang pasti tidak bisa diubah, seperti rizki, jodoh, dan mati. Namun ada juga nasib yang bisa diubah dengan usaha. Dia yakin dengan adanya usaha akan ada jalan keluar dari semua kesulitan yang dihadapinya.
Fokus Pada Karir
Masa muda adalah masa untuk menempa diri mempersiapkan hari tua. Begitu mungkin yang dilakukan oleh anak Imam Musholla yang terjun ke dunia kelautan itu. Untuk meningkatkan kemampuannya, Ngatmin saat ini melanjutkan pendidikan kelautan di ANT II (Ahli Nautik Tingkat II) selama sembilan bulan di PIP /BPLP, Semarang. Dia tercatat sebagai peserta didik termuda.