Mohon tunggu...
Syarif Nurhidayat
Syarif Nurhidayat Mohon Tunggu... Dosen - Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Manusia hidup harus dengan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Al Hujurat (Kamar-kamar)

16 Juli 2020   00:33 Diperbarui: 16 Juli 2020   00:22 892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Salah satu surat dalam Al Qur'an diberi nama Al Hujurat yang bermakna kamar-kamar. Apa maksud gerangan Tuhan memberi nama kamar-kamar. Tidak ada yang tahu persis. Namun Tuhan bukan pemain poker atau judi yang asal membuat nama untuk mendapatkan hadiah. Pasti ada makna dan hikmat di baliknya yang harus ditemukan manusia. Tugas kita menemukan hikmat, apa yang ada dibalik surat ini. Dalam surat Al Hujurat ini, Tuhan menjelaskan mengenai kaidah pokok bagaimana membangun hubungan komunikasi antar manusia. Dalam surat ini juga diajarkan mengenai presisi, ketepatan menempatkan diri dalam berbagai situasi komunikasi antar manusia.

1. Etika dalam berkunjung

Kita diajarkan tidak memaksa untuk diterima disetiap kunjungan kita. Jika tuan rumah tidak berkenan, sebaiknya kita tidak nyrobot. Ada baiknya jika kita janjian untuk berkunjung dulu, dan tepati sesuai jadwal yang dijanjikan.

2. Kaidah membangun persepsi

Kita diajarkan untuk berhusnudzon. Dengan sangat halus Allah mengajarkan pada kita agar berhati-hati dalam berprasangka, karena sebagian dari prasangka itu itsmun, atau dosa. Konsep ini menurut saya yang menjiwai surat al Hujurat ini yang bermakna kamar-kamar. Kita tidak tahu persis apa yang terjadi di balik tembok kamar, terlepas suara apapun yang  menembus keluar. 

Selain itu, ada etika bahwa kita tidak boleh atau tidak etis menembus batas tembok kamar, bahkan dengan prasangka-prasangka. Karena setiap orang memiliki bilik pribadinya masing-masing. Dalam konteks personal, setiap orang memiliki rahasia yang dia jaga. Jangan kita menjadi pendakwa dengan prasangka atas rahasia yang dijaga oleh setiap orang.

3. Etika dalam komunikasi

Dalam berkomunikasi, Allah mengajarkan agar kita menggunakan kalimat-kalimat yang halus. Tidak boleh menghina atau memperolok kelompok lain. Karena kita tidak tahu persis apa yang ada di balik perilaku masing-masing kelompok. Dan yang memiliki otoritas utama adalah Allah sendiri. Allah mengingatkan, bisa jadi yang diperolokkan itu lebih baik dari yang menghinakan tersebut. Maka sudah semestinya kita berhati-hati. 

Selain itu juga ada peringatan bagi kita untuk tidak memberikan laqob atau gelar yang buruk pada lawan bicara atau seseorang. Karena yang demikian sangat buruk, karena begitu kita berikan gelar buruk, maka kita seperti memberikan tanda abadi pada orang lain. Bisa jadi, dia membalas dengan memberikan laqob kepada kita gelar yang buruk juga. Sehingga secara tidak langsung,

4. Larangan untuk menggunjing

Menggunjing bisa jadi merupakan kebiasaan kita semua. Dalam bahasa Al Qurn disebut Ghibah. Dalam surat Al Hujurat ini, jelas sekali Allah mengingatkan kita agar menjauhi dan menghindari ghibah. Bahkan diibaratkan ghibah itu seprti makan daging bangkai saudara sendiri yang digibahi. 

Mengapa pakai permisalan seperti itu. Bisa jadi, karena orang yang dighibah, tidak bisa memberikan konfirmasi dan penjelasan langsung kepada orang-orang menggunjingkannya. Sehingga dia seperti jasad mati yang tidak mesa melawan bahkan ketika bagian tubuhnya dimakan pelan-pelan oleh saudara-saudaranya. Seandainya dia ada di antara penggunjing, tentu dia akan melawan, minimal dapat menyatakan ketidaksetujuannya. Menggunjing, begitu buruknya, sehingga Allah menggambarkan perbuatan itu begitu menjijikkan.

5. Toleransi

Kita memiliki kedudukan yang sama. Sama-sama manusia yang dibekali dengan akal pikiran. Akal kita juga standarnya sama. Ada yang unggul ada yang jeblok. Tetapi masih dalam rentang yang rata-rata. Sehebat-hebatnya akal tidak ada yang mampu menembus dimensi ruhani. Dengan demikian kita memiliki keterbatasan yang sama. 

Semua hasil elaborasi akal kedudukannya sama. Berpotensi benar, dan juga berpotensi salah. Dengan demikian, tidak pada tempatnya manusia saling merendahkan satu sama lain hanya karena perbedaan pendapat. Ini juga secara tegas diajarkan Allah SWT melalui Al Hujurat ini, yaitu sikap toleransi.

Syarif_Enha@Sorogenen 21, 10 April 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun