Seorang tuan dari kota besar, katanya memiliki gaji 100 juta perbulan di suatu perusahaan asing. Dia tengah berdiri di depan villanya sambil memandang ke arah gunung. Ketika seorang peladang mengumpulkan hasil panen buah talas.
Sang tuan itu bertanya :
Berapa lama waktu yang Anda habiskan untuk memanen talas sebanyak ini?
“Tidak lama, cukup 5 jam,” jawab peladang.
“Mengapa tidak lebih lama lagi dan memanen lebih banyak lagi ?” kata sang tuan.
“Ini sudah cukup buat dijual sebagian dan sebagian lagi untuk keluargaku”
“Apa yang Anda lakukan di luar memanen talas dan berkebun?”
“Ya, sederhana saja. Bermain dengan anak-anak, tidur siang, makan bersama keluargaku, mengantar dan antar jemput anak ke sekolah, ngobrol dengan teman-teman, lalu mengabdi di taman bacaan dekat sini, yah menikmati yang ada saja".
“Aku punya ide untuk membantumu,” ujar sang tuan.
“Aku lulusan master dari Amerika. Saranku, habiskan waktumu lebih banyak untuk berkebun, menanam talas, bikin produktif tanah garung. Agar dapat lebih banyak uang, lalu beli lagi tanah-tanah yang lainnya".
Jangan jual hasil kebun ke tengkulak. Jual saja langsung ke pasar. Modalnya kan hanya kendaraan. Bila perlu jual ke pabrik keripik atau bolu talas. Kumpulkan uangnya, sampai Anda memiliki pabrik sendiri. Kendalikan produk, distribusi dan produksinya dari hulu hingga hilir.
Setelah itu Anda pindah ke kota besar, kemudian ke luar negeri untuk mengembangkan usaha terus” kata sang tuan menjelaskan.
“Menarik, tapi berapa lama waktu yang dibutuhkan supaya aku bisa seperti itu?” tanya peladang mulai tertarik.
“Lima belas tahun paling cepat. Dua puluh tahun paling lambat,” jawab sang tuan.
“Setelah sukses, lalu apa?”
“Inilah bagian yang paling menarik,
Anda bisa menjual saham perusahaan di bursa dan menghasilkan uang miliaran.”
“Wah, miliaran ya. Lalu apa setelah itu Pak?”
“Lalu, Anda bisa istirahat dan pulang ke kampung. Pindah ke desa kecil di kaki gunung. Mengabdi secara sosial kepada sesama, bermain dengan anak-anak, makan bersama keluarga, mengantar anak ke sekolah, serta menolong orang lain yang membutuhkan".
Oooooooh begitu. Kalau tujuan akhirnya cuma itu, sekarang saya sudah mendapatkannya. Apa yang saya inginkan, bekerja sambil mengabdi secara sudah saya lakukan.
"Untuk apa menunggu 15-20 tahun lagi, untuk sesuatu yang bernilai. Antar jemput sekolah anak, makan siang dengan keluarga, membantu orang lain, dan membaca buku. Anak-anak saya pun sudah keburu besar. Semua yang Bapak katakan itu, sudah saya jalani dari kemarin-kemarin. Maaf Bapak telat" sahut si peladang sambil meninggalkan tuan dari kota besar yang kebingungan.
Begitulah nyatanya. Banyak orang pintar dan kaya di kota besar yang ingin berbuat baik dan menebar manfaat bila sudah sukses. Menunda perbuatan baik dan menebar manfaat pada orang lain. Maka, jangan lewatkan momen untuk berkiprah secara sosial atau menikmati hari-hari bersama keluarga. Karena kesempatan yang baik tidak akan terulang dua kali. Salam literasi #KopiLentera #TBMLenteraPustaka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H