Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tuhan, Tolong Jaga Elena

22 Oktober 2023   05:58 Diperbarui: 22 Oktober 2023   06:22 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pelajaran pertama dan terakhir pun diberikan Elena.

Sore itu, Elena drop. Langit masih menggantung jingga.Sambil bertelanjang kaki, pipinya berurai air mata. Seperti ada yang dikatakan dalam hatinya. Tapi semuanya tidak terkatakan. Seperti maghrib yang menjadi takdir penghujung setiap sore. Ia seperti menghampiriku. Berbisik lirih dan ada tangis berkali-kali. Elena hanya ingin berkata, "Kek, Elena tidak kuat. Izinkan Elena pergi ya Kek. Doa-in selalu ya Kek. Elena tunggu Kakek di surga ..."

 

Dan setelah azan Isya malam itu, 17 September 2023, sang bidadari Elena pun terbang tinggi. Ia membawa pergi siluet hitamnya. Dalam bayang-bayang suara ventilator dan ruang ber-AC. Berhenti melangkah dan tak sanggup lagi menatap wajah ayah ibunya. Ia hanya terkulai memegang pipinya. Sambil berurai air mata. Tetesan bening air mata yang meleleh, merayapi sudut wajahnya. Pergi dan berpindah ke alam keabadian. Ayahnya yang membopongnya, menguburkannya dengan lantunan azan dan iqomah.

Seperti kelahiran, kamatian pun menjadi rahasia Allah SWT. Elena telah mengajarkanku. Bahwa tidak satupun makhluk di dunia, tentang hidup dan mati. Ajal yang tak pernah memandang usia, pangkat, status, bahkan paras mukanya. Semuanya akan tiba waktunya, untuk menemui ajalnya.

Sebab, dunia ini hanyalah sementara. Kita hanya singgah sebentar. Hidup yang seperti meneguk air putih di tengah terik panas matahari.

*****

Sumber: Pribadi
Sumber: Pribadi

Dan kini, hingga aku duduk di tempat ini. Aku masih memandangi tubuh kaku Elena di bingkai yang terpajang di pendopo. Masih tertegun dan sambil melantunkan doa untuknya. Elena, sang bidadari kecil penghuni surga. Bayi mungil yang tidak mau merepotkan siapa-siapa. Ia hanya ingin ayah ibunya dan adiknya Aleena tercinta, selalu sehat. Bahagia dan sudi berdoa atas kepergiannya. Alfatihah untukmu Elena.

Hingga suatu malam, aku berjalan pelan menuju Pendopo. Menyalakann sinar lampu kerlap-kerlip. Merapikan taman indah yang sengaja aku persiapkan untuk mendiangg Elena, cucu kesayanganku. Memandangi wajahnya berbalut kain batik coklat, yang selalu terpaang di pendopo. Tanpa ada suara, aku pun berdialog batin dengannya.

"Elena, maafkan kakek ya sayang. Belum sempat menggendongmu" batinku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun