Pelajaran pertama dan terakhir pun diberikan Elena.
Sore itu, Elena drop. Langit masih menggantung jingga.Sambil bertelanjang kaki, pipinya berurai air mata. Seperti ada yang dikatakan dalam hatinya. Tapi semuanya tidak terkatakan. Seperti maghrib yang menjadi takdir penghujung setiap sore. Ia seperti menghampiriku. Berbisik lirih dan ada tangis berkali-kali. Elena hanya ingin berkata, "Kek, Elena tidak kuat. Izinkan Elena pergi ya Kek. Doa-in selalu ya Kek. Elena tunggu Kakek di surga ..."
Â
Dan setelah azan Isya malam itu, 17 September 2023, sang bidadari Elena pun terbang tinggi. Ia membawa pergi siluet hitamnya. Dalam bayang-bayang suara ventilator dan ruang ber-AC. Berhenti melangkah dan tak sanggup lagi menatap wajah ayah ibunya. Ia hanya terkulai memegang pipinya. Sambil berurai air mata. Tetesan bening air mata yang meleleh, merayapi sudut wajahnya. Pergi dan berpindah ke alam keabadian. Ayahnya yang membopongnya, menguburkannya dengan lantunan azan dan iqomah.
Seperti kelahiran, kamatian pun menjadi rahasia Allah SWT. Elena telah mengajarkanku. Bahwa tidak satupun makhluk di dunia, tentang hidup dan mati. Ajal yang tak pernah memandang usia, pangkat, status, bahkan paras mukanya. Semuanya akan tiba waktunya, untuk menemui ajalnya.
Sebab, dunia ini hanyalah sementara. Kita hanya singgah sebentar. Hidup yang seperti meneguk air putih di tengah terik panas matahari.
*****
Dan kini, hingga aku duduk di tempat ini. Aku masih memandangi tubuh kaku Elena di bingkai yang terpajang di pendopo. Masih tertegun dan sambil melantunkan doa untuknya. Elena, sang bidadari kecil penghuni surga. Bayi mungil yang tidak mau merepotkan siapa-siapa. Ia hanya ingin ayah ibunya dan adiknya Aleena tercinta, selalu sehat. Bahagia dan sudi berdoa atas kepergiannya. Alfatihah untukmu Elena.
Hingga suatu malam, aku berjalan pelan menuju Pendopo. Menyalakann sinar lampu kerlap-kerlip. Merapikan taman indah yang sengaja aku persiapkan untuk mendiangg Elena, cucu kesayanganku. Memandangi wajahnya berbalut kain batik coklat, yang selalu terpaang di pendopo. Tanpa ada suara, aku pun berdialog batin dengannya.
"Elena, maafkan kakek ya sayang. Belum sempat menggendongmu" batinku.