Mendirikan taman bacaan, bagi saya, persis seperti buka warung. Harus jelas konsepnya, siapa sasarannya. Mau ke mana arahnya, apa pula tujuannya. Bila tidak, maka akan "punah" di tengah jalan. Taman bacaan, tidak bisa didirikan hanya berdasar idealisme pendirinya. Apalagi hanya ingin ikut-ikutan bergerak di dunia literasi atau taman bacaan. Pasti akan sulit dalam perjalanannya.
Selain konsep yang jelas, taman bacaan pun sangat butuh kreativotas dan kolaborasi dengan berbagai pihak. Karena membangun minat baca memang tidak bisa dilakukan sendirian. Anak-anak dan orang tua, aparatur di level kampung, dan korporasi atau komunitas pun harus terlibat aktif di taman bacaan. Apapun bentuk keterlibatannya, sekecil apapaun harus terlibat. Tanpa kreativitas, taman bacaan akan monoton dan membosankan. Tanpa kolaborasi, taman bacaan pun akan "kelelahan" di tengah jalan. Akhirnya, taman bacaan seakan "hidup segan mati tak mau".Â
Berkiprah, memang hanya perbuatan kecil dan sederhana. Tapi harus dijalani sepenuh hati. Harus punya komitmen dan konsistensi di taman bacaan. Â Asal dilakukan, taman bacaan pasti menemui jalannya sendiri. Jujur saja, taman bacaan sulit dibesarkan dari diskusi atau seminar. Apalagi hanya sekadar diomongkan tanpa mau dikerjakan. Karena taman bacaan bukan sekolahan. Tidak ada absen, tidak ada kenaikan kelas, tidak ada uang pula. Jadi, semuanya dimulai dari hati bukan hanya logika. Hukum seleksi alam akan terkuak di taman bacaan. Seberapa banyak sih orang-orang yang mau berkiprah di taman bacaan tanpa pamrih, tidak ada uangnya, dan mau sediakan waktu untuk mengurusnya? Pasti, sedikit sekali orang yang mau berkiprah secara sosial.
Kenapa taman bacaan? Bagi saya sendiri, taman bacaan adalah ladang amal sekaligus untuk sarana kepedulian sosial. Tapi bila mau dirinci, di taman bacaan, ada perbuatan baik yang diajarkan ke banyak orang seperti:
1. Menekan angka putus sekolah anak sekaligus memberantas buta aksara
2. Mengajarkan akhlak dan moral baik anak kepada orang tuanya
3. Melatih kebiasaan baik seperti membaca buku, antre, hidup tertib, dan mau maju di masa depan
4. Menjadi sentra aktivitas positif anak di tengah gempuran era digital
5. Dan tempat berkumpulnya orang-orang baik yang punya hati untuk berbuat baik kepada sesama
Suatu kali, Aisyah RA berkata, "Ada satu sunah yang belum engkau kerjakan, yakni setiap pagi Nabi Muhammad SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawa makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana." Ada 2 pelajaran dari kebaikan Nabi tersebut, 1) berbuat baik tanpa pandang bulu, baik kepada sesama muslim, sesama manusia, maupun sesama makhluk Allah SWT dan 2) selalu berbuat baik kapan dan di mana saja kita berada.
Nah bila mau tahu, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor hadir hanya untuk mengimplementasikan apa yang diajarkan Nabi Muhammad SAW. Untuk selalu berbuat baik kepada sesama, kapan saja dan di mana saja. Memang sebagian orang memandang, taman bacaan hanya soal kecil dan sederhana. Tapi besar dampaknya untuk membangun peradaban manusia dan pentingnya tradisi membaca di anak-anak. Maka mendirikan taman bacaan tidak bisa setengah hati. Bila sudah dimulai dan melangkah maju tidak bisa mundur lagi. Taman bacaan itu sudah jadi ladang amal banyak orang, begitulah nyatanya di TBM Lentera Pustaka.
Bila ada orang yang berpikir buruk atau bertindak jahat kepada taman bacaan ya biarkan saja. Memang nyata kok, taman bacaan sulit terhindar dari fitnah, gibah atau gosip. Apalagi buat orang-orang yang benci dan iri. Jadi, sabar saja dan cukup berkata "laa hawla wa la quwwata illa billah". Toh, taman bacaan tidak pernah minta-minta pada orang-orang jahat itu. Tidak pernah pula minta bantuan mereka. Apalagi di TBM Lentera Pustaka di bulan puasa begini. Tiap Sabtu melakukan khataman Al Quran, menyediakan takjil, bahkan jadi tempat berbuka puasa pada wali baca dan relawan. Itu semua fakta dan pasti orang-orang jahat "menutup mata" dari perbuatan-perbuatan yang baik. Apalagi mau dan bersedia menjadikan rumah dan tanah seluas 310meter persegi yang dimiliki di kaki Gunung Salak Bogor untuk taman bacaan masyarakat. Siapa yang mau dan berani begitu? Bila belum kelar pada dirinya sendiri.
Selagi niatnya baik dan ikhtiar yang bagus, taman bacaan jalani saja. Tetap istikomah, sabar, dan hanya berserah kepada Allah SWT. Insya Allah pengorbanan dan gandrung pada perbuatan baik itu pasti berbanding lurus dengan kesehata, rezeki, dan berhak yang kita terima kok. Lagi pula, niat baik itu tidak dapat dikotori atau dipalsukan. Karena letaknya di hati, sangat butuh akhlak dan perilaku baik yang nyata. Sambil mengencangkan doa tanpa henti. Karena taman bacaan, sejatinya hanya dibeking-in Allah SWT. Memohona kepada Allah Yang Maha Kaya.
Sebagai pegiat literasi dan pendiri taman bacaan, saya hanya berlindung dari pemikiran buruk siapapun. Mereka yang berpikir yang mengejar dan mencari untung di dunia daripada ikhtiar baik meraih akhirat yang dikerjakan di taman bacaan. Toh, siapapun yang berniat dan berprasangka buruk pada kebaikan di taman bacaan pasti akan terpuruk. Maka jangan pernah "melawan" penguasa langit dan bumi. Karena kita dan siapapun cuma hamba. Bahwa di dunia ini hanya jadi pesuruh dan melakukan apa yang disuruh-Nya.
Bila taman bacaan sudah jadi jalan hidup, lakukan saja dengan baik. Sambil tetap sabar dan ikhlas menjalaninya. Sabar dan ikhlas itu pula sebenarnya pelajaran penting dari ibadah puasa yang kita lakukan. Sambil terus memperbaiki diri dalam segala keadaan. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H