Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saya Nggak Mungkin Sukses, Self Identity Kok Pesimis?

19 Februari 2023   23:09 Diperbarui: 19 Februari 2023   23:29 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat terduduk menunggu makanan dihidangkan, seorang lelaki muda berkalung gitar di badannya datang. Lalu berkata, "Mohon maaf Bang, izinkan saya mengamen untuk sesuap nasi. Daripada saya berdiam diri atau mencuri!" katanya lalu mulai bernyanyi.

Menarik pengamen itu, bukan karena lagunya. Tapi kata-katanya saat memulai mengamem yang menyebut "izinkan saya mengamen untuk sesuap nasi daripada berdiam diri". Itulah yang disebut "self identity", tentang pandangan seseorang tentang dirinya sendiri. 

Tukang ngamen yang mampu menyematkan identitas kepada dirinya sendiri. Kesadaran untuk mengenal dan menghayati dirinya tanpa perlu tenggelam dalam peran yang dimainkan.

Tukang ngamen, dia sadar tidak akan sanggup untuk mencari rezeki dengan jalan yang normal. Entah menjadi pegawai, pekerja kantoran atau berjualan. Dia hanya bisa mengamen. 

Bekerja dan mencari rezeki satu-satunya yang "paling normal" baginya adalah mengamen. Luar biasa, pemuda tukang ngamen itu mampu mendefinisikan identitas dirinya.

Sejujurnya, dia punya cukup nyali menjadi pencuri atau perampok. Dia bisa kok menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. Seperti yang terjadi di luar sana. Membegal, merampok, membunuh atas motif ekonomi dan sebagainya. Apalagi saat orang-orang sudah tidak mau memberikan uang saat dia mengamen. Tapi kenapa si pemuda tukang ngamen tidak mau melakukannya? Karena dia tahu dan sadar tentang "self identity".

Erik H. Erikson dalam buku Psikososial menyebut identitas diri atau self identity adalah kesadaran seseorang akan siapa dirinya dan apa yang dipertahankannya. Agar seseorang tidak mengalami krisis identitas. Sehingga mampu mengembangkan komitmen dan peran dalam hidup yang bisa dilakukannya. Maka hari ini, sangat penting siapapun memahami identitas dirinya. Karena suak tdiak suka, hari ini banyak orang jutsru kehilangan identitas diri, apalagi di media sosial.

Hati-hati dengan identitas diri. Jangan terlalu mudah untuk merendahkan diri sendiri, Tapi gampang membenci, berkeluh-kesah lalu menyalahkan orang lain. Seolah apa yang terjadi pada dirinya akibat perbuatan orang lain. Mentalitasnya jadi "korban" tanpa mau berbuat apapun. Secara tidak langsung, mereka telah merendahkan dirinya sendiri. Kehilangan "self identity".

Pernahkah Anda mendengar atau membaca di media sosial. Orang-orang yang berkata, "Ini negara apa sih, kok pemimpinnya begitu?". "Saya terlalu sibuk, nggak punya waktu untuk bersosial". "Apalah saya, nggak ngerti apa-apa nggak bisa apapun". Dan akhirnya apriori berkata, "Saya nggak mungkin sukses, karena saya nggak berpendidikan tinggi". Begitulah pernyataan orang-orang yang kehilangan identitas diri.

 Jadi, semuanya berawal dari cara pandang terhadap diri sendiri. Segalanya berawal dari "self identity" alias identitas diri. Ketiak Anda gagal mendefinisikan diri sendiri dan peran yang bisa dilakukan, maka di situlah makin banyak sikap pesimis, keluh-kesah, dan menyalahkan orang lain. Jangan melemahkan diri sendiri apalagi menyalahkan orang lain.

Contoh "self identity" yang hebat dimiliki Nabi Musa. Sebagai anak angkat Firaun, Nabi Musa harusnya rendah diri dan patuh kepada Firaun. Tapi dia tidak melakukannya. Justru dia mau belajar dan tetap berpihak pada jalan yang benar hingga mendapat wahyu untuk membebaskan kaum Firaun dari kesesatan.

Self identity pun ditunjukkan oleh Nabi Yusuf saat digoda dan difitnah Zulaikha, perempuan majikan yang cinta kepadanya. 

Nabi Yusuf tetap bertahan pada identitas dirinya. Nabi Musa dan Nabi Yusuf, tidak mau terjerumus ke dalam perbuatan tercela. Pikiran dan kahkalnya hanya bertumpu pada jalan yang benar.

Identitas diri iru sangat penting bagi siapapun. Hati-hati dalam berkata-kata dan jangan pernah melemahkan diri sendiri. Berjuanglah untuk hidup dan tetap bertahan pada jalan yang lurus. Karena di luar sana, terlalu banyak godaan untuk berbuat jahat. Jaga lisan, pelihara perbuatan untuk selalu berpijak pada kebaikan dan kebenaran.

Jangan bikin rapuh identitas diri Anda sendiri. Jangan pesimis memandang diri sendiri. Percayalah, siapapun yang bertahan pada identitas diri yang baik, maka dia berhak dibimbing Allah SWT ke jalan yang benar. Silakan dibuktikan. Salam literasi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun