Coba cek saja, penggunaan istilah-istilah asing di ruang publik yang tetap menjalar bahkan hampir tidak ada teguran soal penggunaan bahasanya.Â
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik, benar, dan santun pun kini hanya sebatas jargon. Makanya hoaks dan ujaran kebencian pun masih terjadi hingga kini,
Karena itu sebagai pelajaran dari pernyataan PM Malaysia soal bahasa Melayu dijadikan bahasa resmi ASEAN tidak cukup hanya sekadar menolak.
Tapi ke depan, pemerintah Indonesia harus membuktikan perhatian dan aksi nyata akan eksistensi bahasa Indonesia yang terkait dengan:
1. Kemauan politik dari pemerintah untuk terus memperkuat kebijakan bahasa Indonesia yang lebih strategis, baik di mata nasional maupun internasional.
Masalah-masalah kebahasaan Indonesia harus diperkuat melalui kajian-kajian bahasa yang lebih dinamis dan berterima di era digital seperti sekarang. Bila perlu bikin lagi Gerakan nasional mencintai bahasa Indonesia.
2. Diplomasi bahasa Indonesia di ruang internasional harus terus diperkuat dan disampaikan kepada khayalak internasional.
Pejabat pemerntah harus menjadi contoh dan mempelopori inisiatif diplomasi bahasa dengan cara menggunakan bahasa Indonesia yang baik, benar, dan santun di acara internasional.
3. Sikap berbahasa penutur bahasa Indonesia pun harus direvitalisasi.
Siapa pun harus bangga berbahasa Indonesia bukan malah sok mentereng bila mampu menggunakan bahasa asing. Bahasa asing sebagai ilmu dan keterampilan bahasa tidak masalah. Tapi bila penggunaan bahasa asing mengganggu nasionalisme sebagai bangsa harus dihentikan.
4. Pemerintah perlu menertibkan lagi penggunaan bahasa asing yang berlebihan dan bertebaran di mana-mana, seperti di mal, di tempat wisata, atau di ruang publik lainnya. Apa pun alasannya, bahasa Indonesia harus jadi tuan rumah di negerinya sendiri.