Pandemi Covid-19 yang tidak kunjung usai, akhirnya memberi tekanan psikologis pekerja di Indonesia. Setahun lebih terjadi pasang surut dalam bekerja. Mulai dari work from home, sehari masuk kerja sehari di rumah. Atau terkena kuota 50% yang bisa masuk kerja. Apalagi saat pemberlakuan PPKM. Akhirnya, tekanan psikologis yang luar biasa menghantui banyak pekerja.Â
Lalu, sebuah hasil studi menyebutkan, pandemi Covid-19 turut memengaruhi pilihan pekerja untuk pensiun lebih dini. Temuannya, 73 persen ingin pensiun lebih cepat dan hanya 27 persen yang berpikir akan pensiun pada usia yang sama atau pada waktu yang sudah ditentukan.
Pertanyaannya, siapa yang menentukan usia pensiun pekerja?
Dalam praktiknya pun banyak perusahaan bingung menentukan usia pensiun pekejanya. Urusan usia pensiun pekerja masih terjadi multitafsir. Hingga jadi sebab terganggunya relasi pekerja dan perusahaan. Dan patut dipahami, usia pensiun bukanlah kewenangan pekerja. Tapi menjadi otoritas perusahaan, ada di pihak pemberi kerja.
Soal usia pensiun pekerja. Dalam banyak peraturan atau literatur pun masih ada kerancuan. Ada yang menyebut istilah "batas usia pensiun", istilah yang tidaklah benar. Seharusnya batas usia bekerja atau penentuan usia pensiun. Bila "pensiun" menurut KKBI didefinisikan tidak bekerja lagi karena masa tugasnya sudah selesai. Maka kata kuncinya adalah 1) tidak bekerja lagi dan 2) masa tugasnya sudah selesai.Â
Jadi, masa tugas selesai itu ditentukan oleh pemberi kerja bukan pekerja. Sayangnya di UU No. 20/2021 tentang Cipta Kerja, usia pensiun tidak dicantumkan. Begitu pula di PP No. 35/2021 tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja, dan Pemutusan Hubungan Kerja. Waktu kerja, waktu istirahat diatur namun waktu pensiun tidak diatur.
Suatu kali ada pertanyaan, bagaimana acuan usia pensiun pekerja? Adakah dasar hukum yang menjelaskan tentang usia pensiun seorang pekerja? Patut diketahui, usia pensiun, sejatinya cepat atau lambat pasti datang. Karena memang tidak ada seseorang yang bekerja terus-menerus. Pada usia tertentu pasti akan pensiun. Maka ketentuan usia pensiun harus diatur dengan jelas. Tidak jadi multitafsir.
Harus diakui, usia pensiun pekerja khususnya di kalangan swasta masih ada kegamangan. Batas masa bekerja sebenarnya sampai usia berapa? Â Apalagi sejak UU Ketenagakerjaan diubah menjadi UU Cipta Kerja. Sejak UU Jamsostek diubah menjadi UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Belum lagi soal kerancuan antara pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pensiun. Banyak yang tidak paham. Bahwa pensiun adalah bagian dari PHK. Hanya PHK ada banyak alasan, bisa karena pensiun, meninggal dunia, sakit atau cacat, dan atau sebab lainnya yang dialami pemberi kerja.
Ketentuan usia pensiun memang tidak diatur jelas pada banyak undang-undang atau peraturan. Karena disesuaikan dengan jenis profesi atau bidang pekerjaan. Maka ketentuan usia pensiun harus dicermati dengan seksama. Untuk menentukan usia pensiun pekerja. Sampai kapan bekerja?
Bila ditilik, setidaknya ada 4 acuan yang bisa jadi perhatian soal usia pensiun pekerja:
1. Usia Pensiun di UU No. 11/1992 tentang Dana Pensiun. Usia pensiun memang tidak diatur jelas. Namun yang diatur adalah hak atas manfaat pensiun. Sebagai implementasinya maka diterbitkan Permenaker No. 02/1992 tentang Usia Pensiun Normal dan Batas Usia Pensiun Maksimum bagi Peserta Pearturan Dana Pensiun. Di sini disebutkan usia pensiun normal bagi peserta ditetapkan 55 tahun. Akan tetapi bila pekerja tetap dipekerjakan oleh pengusaha setelah mencapai usia 55 tahun, maka batas usia pensiun maksimum ditetapkan 60 tahun.
2. Usia Pensiun di PP No. 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun (JP), yang menyebut 1) untuk pertama kali Usia Pensiun ditetapkan 56 tahun, 2) mulai 1 Januari 2019, Usia Pensiun menjadi 57 tahun, 3) Usia Pensiun akan bertambah 1 tahun untuk setiap 3 tahun berikutnya sampai mencapai Usia Pensiun 65 tahun. Tentu, hal ini berlaku untuk peserta program Jaminan Pensiun (JP).
3. Usia Pensiun di PP No. 46 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua (JHT) pun tidak dijelaskan. Namun disebutkan, manfaat JHT wajib dibayarkan kepada peserta apabila: a) mencapai usia pensiun; b) mengalami cacat total tetap; c) meninggal dunia; atau d) meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Sementara bila peserta terkena PHK atau berhenti bekerja sebelum usia pensiun, maka manfaat JHT dibayarkan pada saat peserta mencapai usia 56 tahun. Tentu hal ini pun berlaku untuk peserta program Jaminan Hari Tua (JHT).
4. Usia Pensiun di UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja atau aturan turuannya seperti PP No. 35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja sama sekali tidak diatur. Itu berarti ketentuan usia pensiun pekerja swasta wajib diatur dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja Bersama (PKB).
Maka berdasarkan acuan yang menyiratkan usia pensiun di atas, maka ketentuan usia pensiun untuk pekerja swasta bertumpu pada perusahaan yang dituangkan ke dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Berkaitan usia pensiun atau batas waktu bekerja, mungkin dapat diterapkan di kisaran usia 55 sampai dengan 60 tahun. Tentu hal ini disesuaikan dengan kondisi pemberi kerja dan merujuk pada kebijakan internal perusahaan atau pemberi kerja.Â
Oleh karena itu, pemberi kerja harus selalu meninjau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama sesuai kurun waktu yang sudah ditetapkan. Jangan sampai ketentuan usia pensiun menjadi multitafsir, termasuk soal tata cara hak dan kewajiban manfaat pensiun yang berlaku. Jangan pernah anggap enteng soal usia pensiun pekerja. #EdukasiDanaPensiun #EdukatorDanaPensiun #UsiaPensiunPekerja
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H