Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pahami 14 Butir Soal Pesangon dan PHK Pekerja di UU Cipta Kerja

8 Oktober 2020   13:40 Diperbarui: 8 Oktober 2020   15:13 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak orang terkejut, saat UU Cipta Kerja disahkan DPR, 5 Oktober 2020 lalu. Seakan secepat kilat dan kejar tayang. Wajar mengundang reaksi publik. Kalangan pekerja dan buruh pun menolak lalu demonstrasi. 

Katanya, UU Cipta Kerja dapat 1) memacu peningkatan investasi di Indonesia, 2) Mengatrol pertumbuhan ekonomi nasional, dan 3) menciptakan lapangan kerja baru lebih banyak. Boleh saja, asal bisa dibuktikan dan sangat ditunggu realisasinya. Bukan begitu Bapak/Ibu yang terhormat?

Nah, salah satu bahasan yang bikin "gaduh" di UU Cipta Kerja adalah soal pesangon dan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Menyangkut klaster ketenagakerjaan dan berurusan langsung dengan pekerja atau buruh. 

Beragam isu muncul tentang pesangon dan PHK. Bahkan hoaks atau berita bohong seputar pesangon dan PHK pun beredar luas. Seperti uang pesangon dihilangkan, PHK bisa dilakukan secara sepihak dan tidak ada pesangon, dan sebagainya.

Maka untuk membantu pemahaman tentang pesangon dan PHK yang ada di UU Cipta Kerja, berikut butir-butir yang perlu diketahui publik dan pekerja. Setidaknya ada 14 butir yang harus dicermati terkait pesangon dan PHK di UU Cipta Kerja, antara lain:

1. UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan dengan tegas di Pasal 156 menyatakan ayat (1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. 

Patut diketahui, UU ini hanya mengatur hal-hal pokok terkait alasan PHK, sedangkan hal-hal teknis termasuk tata cara PHK dan besaran kompensasi PHK akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

2.Nilai kompensasi dasar PHK atau uang pesangon tetap ada dan tidak berubah, terdiri dari: a) uang pesangon (UP) maksimal 9 kali upah, disesuaikan masa kerja (ayat 2), b) uang penghargaan masa kerja (UPMK) maksimal 10 kali upah, disesuaikan masa kerja (ayat 3), dan c) uang penggantian hak (UPH) seperti cuti tahunan dan biaya/ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya tetap berlaku (ayat 4). Kecuali uang penggantian hak kesehatan dan perumahan dengan faktor 15% upah dihapus. Kenapa dihapus? Karena dianggap sudah ter-cover dari BPJS Kesehatan dan Tapera.

3. UU Cipta Kerja menambahkan program baru Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bila pekerja mengalami PHK. JKP diselenggarakan berdasarkan prinsip asuransi sosial ini tidak menambah beban bagi pekerja/buruh dan manfaatnya cash benefits. Konon kabarnya  sebesar 6 kali upah. Anggap saja, JKP sebagai iktikad baik bahwa "negara hadir" untuk pekerja yang di-PHK.

4.Jadi intinya, besaran pesangon akan diatur secara teknis dalam PP (Peraturan Pemerintah) sebagai turunan dari UU Cipta Kerja. Alokasinya UP + UPMK = 19 kali upah. 

Tapi bukan tidak mungkin, PP akan mengatur uang pesangon untuk jenis PHK tertentu menjadi 2 kali UP + 1 UPMK = 28 kali upah. Kenapa tidak? Maka penting penyusunan PP dikawal dengan ketak dan seksama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun