Sebagai buruh, saya hanya merefleksi diri.
Siapapun; baik buruh, pekerja, pegawai atau karyawan patut berpikir ulang. Untuk menggeser orientasi. Bahwa pekerjaan atau profesi apapun tidak semata-mata diukur dari material, bukan hanya upah. Termasuk tidka hanya pangkat atau jabatan. Tapi bekerja adalah aktualisasi diri; lebih ke soal moralitas, ke soal spiritualitas. Karena bekerja adalah anugerah sekaligus amanah yang patut disyukuri. Darma bakti yang harus dijalankan denganikhlas dan penuh kebaikan. Dan selebihnya, biar Allah SWT yang "bekerja" untuk si buruh.
Bila buruh pusing. Bisa jadi karena hidupnya terlalu diukur dari untung-rugi. Karena hidupnya lebih banyak mengeluh daripada bersyukur. Karena gaya hidupnya melebihi biaya hidupnya. Maka selagi masih jadi buruh, cukup terima apa adanya sambil terus bersyukur. Sementara yang jadi majikan atau pengusaha, ya tidak boleh sewenang-wenang. Tidak boleh merasa sok berkuasa. Agar buruh atau pengusaha bisa bersinergi, bisa "bertemu di jalan yang sama".
Bekerja hari ini, harusnya diukur dari nilai sosialnya, bukan hanya nilai materialnya. Bukankah bekerja juga untuk kemaslahatan umat; untuk kepedulian sesame. Bukan hanya untuk pangkat, untuk jabatan, untuk tunjangan dan sebagainya. Jadi berkah dari kerja itu apa sebenarnya?
Jadi, siapa itu buruh?
Buruh itu hanya status hanya simbol. Dan pekerjaan itu bukan hukuman. Melainkan anugerah dan kekuatan agar kita lebih berdaya dan lebih bermanfaat untuk orang lain. Selamat Hari Buruh #HariBuruh #Mayday
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H