Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pekerja Di-PHK atau Dirumahkan Akibat Virus Corona, Perhatikan 2 Hal Ini

5 April 2020   14:25 Diperbarui: 5 April 2020   14:43 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

2. Lalu, bagaimana dengan pekerja yang "dirumahkan"?

Sebenarnya perundang-undangan yang ada, tidak mengatur atau memberi penjelasan tentang pekerja yang "dirumahkan". Dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal ("SE 907/2004") pada butir f dinyatakan bahwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) haruslah sebagai upaya terakhir, setelah dilakukan upaya berikut: "f. Meliburkan atau Merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu." 

Jadi, pekerja "dirumahkan" dapat diartikan meliburkan/membebaskan pekerja untuk tidak melakukan pekerjaan sampai dengan waktu yang ditentukan oleh perusahaan. Tentu, tujuannya untuk untuk mengurangi pengeluaran perusahaan atau karena tidak adanya kegiatan/produksi yang dilakukan perusahaan. Nah, masalahnya selama "dirumahkan", upah si pekerja dibayar atau tidak dibayar?

Oleh karena itu, pekerja yang "dirumahkan" bisa mengalami 2 (dua) kondisi sebagai berikut:

1. Pekerja dapat menerima upah secara penuh selama pekerja dirumahkan, kecuali telah diatur lain dalam Perjanjian Kerja peraturan perusahaan atau Kesepakatan Kerja Bersama.

2. Pekerja menerima upah secara tidak penuh agar namun perlu dirundingkan dengan pihak serikat pekerja dan atau para pekerja mengenai besarnya upah selama dirumahkan dan lamanya dirumahkan.

Maka patut diperhatikan, bila pekerja "dirumahkan" maka perusahaan dapat dapat membayarkan upah secara penuh 100% atau tidak penuh misalnya 50%, namun hal tersebut harus dirundingkan terlebih dahulu dengan serikat pekerja maupun pekerjanya serta disepakati bersama. 

Nah, apa yang saya ingin sampaikan dalam tulisan ini. Bahwa segala kondisi bisa saja terjadi di kalangan dunia usaha, di sektor bisnis apapun. Seperti pekerja yang di-PHK atau "dirumahkan" akibat wabah virus corona seperti sekarang ini. Maka prinsipnya, terkait dengan kompensasi pesangon harus ada 1) iktikad baik antara perusahaan dan pekerja dalam situasi tertentu dan 2) komunikasi yang efektif dan berhasil guna antara perusahaan dan pekerja, tentang rencana apapun demi penyelamatan bisnis yang lebih besar.

 Namun bila bercermin dari fakta yang terjadi di saat wabah virus corona ini, maka penting adanya "pendanaan sejak dini" terkait uang pesangon pekerja. Tiap perusahaan atau penguasah harusnya berani untuk memulai mendanakan sejak dini uang pesangon pekerja. Dana pesangon pekerja yang disisihkan setiap bulan melalui payroll dan dikelola pihak ketiga seperti DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). 

Dari mana uangnya, tentu dari keuntungan yang diperoleh setiap tahunnya dialokasikan khusus untuk dana pesangon. Karena cepat atau lambat, uang psangon pasti dibayarkan perusahaan kepada pekerja. Entah akibat pekerja di-PHK, pensiun, atau meninggal dunia. Sehingga dana yang harus dibayarkan perusahaan ke pekerja sudah tersedia. Dengan begitu, cash flow perusahaan tidak terganggu dan tidak jadi masalah hokum perselisihan.

Karena faktanya, harus diakui, ada perusahaan yang tidak fair. Alias tidak mau membayar uang pesangon pekerja. Dengan berbagai alasan. Tapi intinya, karena perusahaan tidak punya uang yang cukup untuk membayar pesangon pekerja. Karena selama ini, perusahaan atau pengusaha tidak mendanakan uang pesangon atau pensiun pekerja secara disiplin. Sehingga saat dibutuhkan, dananya tidak tersedia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun