Sarung juga tidak perlu karet, tidak perlu atribut resleting apalagi kancing. Maka saat sarungan, siapapun, harus melepas segala atributnya. Sarungan itu tanda pentingnya sikap fleksibel, tidak kaku dan mau bersosial. Mau berbuat baik untuk memberi manfaat kepada sesama. Bahkan gulungan sarung kain di perut pun jadi isyarat. Bahwa siapapun, setiap manusia harus punya ikatan kuat terhadap Tuhannya, pada imannya dan pada sesamanya.
Bisa jadi, orang sekarang sudah jarang sarungan. Atau lupa memakai sarung. Karena di luar sana, banyak sekali orang yang gampang panasan; mudah nafsuan. Sehingga hidupnya dikuasai ego, dikuasai hawa nafsu. Maunya mengalahkan orang lain. Atau membenci orang lain. Makanya sarungan, agar tidak cedera atau mencederai.
Jadi, tetplah pakai sarung. Sarungan. Agar bisa menahan diri, bisa menjaga diri dari apa-apa yang berbahaya. Memang banyak hal yang masih kurang. Tapi tetaplah mampu menahan diri. Karena sarung itu tugasnya "melindungi bagian dalamnya" bukan jutsru menebar kelemahannya.
Seperti pepatah "bagai menghasta kain sarung". Kadang di zaman now, banyak orang gemar melakukan pekerjaan yang sia-sia; celotehan yang tidak menghasilkan apa-apa.
Maka ambillah sarung kita lalu pakailah. Sarungan dulu. Agar segalanya lebih adem, lebih sejuk. Dan jangan lupa, sarung itu gulungannya di depan bukan di belakang. Agar tidak kebanyakan mengingat masa lalu. Tapi lebih fokus ke masa depan. Sarungan agar tidak bertuhan kemewahan tapi berteman pada kesederhanaan. Salam literasi... #Sarungan #FilosofiSarungan #KaumSarungan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H