Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Maafkan Kami yang Bodoh, Terlalu Percaya pada Hoaks

7 Maret 2020   08:31 Diperbarui: 7 Maret 2020   11:43 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Virus yang dapat disembuhkan setingkat corona pun ramai dibikin hoaks. Bukannya mewaspadai malah menyebarkan berita bohong. Hingga terjadilah kegaduhan, panic buying hingga penimbunan masker bahkan perbuatan tidak berperi-kemanusiaan lainnya. Maka suka tidak suka, Kepolisian RI (Polri) terpaksa bertindak tegas kepada penyebar hoaks di manapun berada. Rekam jejak digital para penyebar hoaks harus diinventarisir. Termasuk penindakan kepada orang-orang culas yang berusaha mengambil keuntungan sepihak di balik kasus merebaknya virus corona. Sekali lagi, Polri tidak akan sungkan menindak mereka yang terbukti melanggar hukum.

Kenapa kami terlibat hoaks?

Karena agama kami adalah "share and like". Kami hanya bisa percaya pada berita yang berseliweran dekat kami, sekalipun itu tidak benar.

Kami pun dirasuki kebencian. Sehingga apapun yang bisa melemahkan "musuh kami" akan kami lakukan. Karena hoaks atau berita bohong itu sudah cukup mewakili emosi, sentimen diri kami. Di mata kami, berita tidak lagi penting benar atau tidaknya. Asalkan bisa bikin kegaduhan, merusak kepercayaan orang yang kami benci, atau bisa jadi alat menyerang musuh kamu. Sungguh itu semua sudah cukup. Karena hoaks sudah jadi bagian hidup kami, perilaku kami sehari-hari.

Kami pun makin bodoh. Bukan hanya karena hoaks. Tapi kami malas untuk memverifikasi kebenarannya. Kami gagal tabayun, susah untuk berbaik sangka. Kami tidak peduli pada sumber berita, situs online yang tidak kredibel pun kami percaya. Asal bisa disebarkan melalui media sosial.

Jadi, maaf kami yang bodoh karena terlalu percaya pada hoaks.

Maka jangan larang kami menyebarkan hoaks. Karena kami bodoh. Motto hidup kami pun "lebih baik gaduh daripada tenang". Lebih baik berkoar-koar daripada diam. Itulah kami, generasi berpendidikan tinggi tapi gemar menyebarkan hoaks.

Sungguh, orang bijak sekalipun. Selagi ikut menyebarkan hoaks sama dengan bodoh. Stop hoaks, perangi hoaks ... #BudayaLiterasi #StopHoaks #MelawanHoaks

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun