Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mengeluh Sembari Pamer, Sikap Respek Hanya Omong Kosong

21 Januari 2020   05:10 Diperbarui: 21 Januari 2020   05:18 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Respek itu rasa hormat.

Anehnya, justru di era digital seperti sekarang, sikap respek makin langka. Makin banyak orang yang merasa hebat. Di saat yang sama, ia merendahkan orang lain. Akhirnya, jadi tidak respek.

Zaman memang boleh canggih. Semuanya serba digital. Teknologi sudah ada di genggaman tangan. Tapi sayang, justru makin banyak orang yang sibuk dengan urusannya sendiri. 

Persis seperti orang yang duduk bareng ber-empat. Tapi semuanya sedang main gawai. Duduk berdekatan tapi tidak ada obrolan. Semuanya main gawai. Diajak ngobrol malah main gawai, tanda sikap respek sudah hilang.

Musim banjir datang. Bukannya cari solusi malah saling berbantahan. Korban banjir hanya dijadikan tontonan. Tanda sikap respek kian terkikis. Banyak orang mengeluh tapi sembari pamer. 

Apalagi di media sosial, segala urusan dijadikan ajang saling serang saling menyalahkan. Kebencian yang tidak berkesudahan. Sekalipun untuk hal-hal yang sebetulnya tak perlu. Masyarakat yang sudah tidak punya sikap respek.

Bila mau jujur, sikap respek itulah "pekerjaan rumah" terbesar masyarakat dan bangsa ini. Respek terhadap pemimpinnya. Respek terhadap keluarganya. 

Respek terhadap orang lain membutuhkan uluran tangan. Respek terhadap teman sendiri. Sikap respek yang kian hilang; tergerus zaman yang kian mengawang. 

Respek, sebuah sikap yang diikuti perilaku untuk saling menghormati, saling menghargai.

Hari ini, mungkin respek hanya jadi kata yang mudah diucapkan, tapi sulit dilakukan. Makin tidak peduli terhadap orang lain dan lingkungan sekitar. Respek yang hilang akhirnya berujung pada individualis, egois, opportunis, dan is-is lainnya.

Piplres sudah berakhir. Tapi mereka masih saling mempertontonkan kebencian. Apa saja dijadikan "bahan ejekan" untuk berseteru. Saling mengumbar beda pendapat, saling hujat, dan saling bermusuhan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun