Maka budaya "pacce" inilah yang menjadi "jalan lurus" timbulnya pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat Bugis Makassar sehari-hari. Antara "siri" dan "pacce", ada relasi yang saling terjalin, saling mengisi, dan tidak dapat dipisahkan yang satu dari lainnya dalam kehidupan.
"Siri'Na Pacce" adalah pangkal tolak sebuah kehormatan hidup manusia, bila mau direnungi.
Sama sekali manusia mencari kehormatan, apalagi gila hormat. Bila kesehariannya, hidup dalam budaya "siri" -- malu terhadap harga diri dan "pacce" -- memegang prinsip hidup.
Logikanya sederhana, mana mungkin ada orang yang dihormati bila perilakunya tidak benar atau tidak baik. Sebaliknya, mana mungkin orang benar dan baik lalu tidak dihormati. Semua itu hukum alam, hukum-Nya.
"Siri'na Pacce" bukan tanpa konsekuensi. Karena budaya "siri'na pacce" dalam masyarakat Bugis Makassar hanya bisa diperoleh bila didukung oleh 4 (empat) sifat manusia, yaitu: 1) getteng -- tegas, 2) lempu - lurus, 3) acca - pintar, dan 4) warani -- berani.
Siri'Na Pacce yang dilengkapi 4 sifat itu, maka paripurnalah. Siapapun yang menganutnya, maka akan menjadi orang terhormat.
Kehormatan, sejatinya memang tidak perlu dicari. Karena ia pasti hadir, akibat harga diri yang dijunjung tinggi dan keteguhan dalam memegang prinsip hidup. Atas dasar kebenaran dan kejujuran.
Karena di zaman now, kehormatan sehebat apapun, terlalu mudah menjadi kehancuran. Bila gagal mengendalikan harga diri dan prinsip hidup. Siri'Na Pacce.
Tidak terasa, malam pun kian larut. Maka obrolanku dengan ayahku pun berangsur redup. Sungguh, budaya tanah leluhur memang perlu dipelajari, lalu dihidupkan kembali. Untuk sebuah tatanan masyarakat yang lebih baik lagi ...
#SiriNaPacce #DesaLimapoccoe #CenranaMaros
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H