Sekujur tubuhku ...adalah pakaian yang ditenun TUHAN, untuk mereka kenakan sebagai PELUKAN ...
 Begitulah teks yang terpampang di "panggung puisi" Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor. Kehadiran "spot baca puisi" di taman bacaan yang dikenal unik dan kreatif ini ditujukan untuk memotivasi 65 anak pembaca aktif yang telah konsisten membaca setiap minggu 3 kali. Plus, sebagai ruang ekspresi siapa saja yang menggemari puisi. Karena puisi, tidak hanya keindahan kata-kata tapi "obat" batin bagi yang membacanya.
Maka berpuisilah dalam hidup.
Agar hidupmu indah. Walau dalam sebait puisi. Karena puuisi mengajarkan bukan hanya kata-kata yang lembut. Tapi penuh makna. Hanya puisi yang tak lagi menghendaki kamu berkata-kata keras. Tanpa perlu berkata lantang bila tak bermakna. Kata-kata yang tidak mau saling mendahului di antara mereka. Kata-kata yang selalu mengerti di mana harus ditempatkan, seperti cinta yang kamu rasakan. Kepada siapa dan untuk siapa cinta itu? Maka "berpuisilah dalam hidup". Agar musnah kemunafikanmu yang masih tersisa.
Maka kukatakan, berpuisilah dalam hidup. Kejarlah indahnya duniamu bersama puisi.
Karena puisi itu seindah dirimu, sehebat batinmu. Puisi bukan hanya mampu menyeretmu ke khayalan indah. Bahkan mampu menyungkurkanmu keharibaan Tuhan yang selalu kau rindukan. Terserah kamu, puisi apa saja itu. Asal kamu tahu betapa pentingnya "berpuisi dalam hidup".
Berpuisilah dalam hidup.
Karena puisi itu replika keindahan batinmu sendiri. Hanya puisi yang mampu  mengajak aku dan yang lainnya, "masuk" ke dalam jiwamu. Hingga berselancar ke dalam batinmu yang terdalam. Entah, sekalipun pedang melukai raga; sekalipun celotehan mencederai batin. Biarkanlah senyum puitismu berkata "tak akan pernah menyerah". Hingga memanggil imajinasi untutuk berpetualang. Dalam ruang jiwa yang senyap. Dari sore hingga malam, bahkan esok pagi. Terserah kamu, asal "berpuisilah dalam hidup".
Berpuisilah dalam hidup.
Agar tak ada lagi yang membatasi keinginanmu. Agar kamu bisa memainkan emosi. Agar kamu tahu saat keras, saat halus, bahkan saat tak perlu bersuara. Karena semua sama saja; dalam senyap, atau dalam keramaian. Karena kamu harus tahu. Apa rasanya kesendirian, apa rasanya kematian. Maka, berpuisilah dalam hidup. Usah sudah rasa galaumu, apalagi keluh-kesahmu.
Maka berpuisilah dalam hidup.
Seperti memainkan alunan dalam hidup. Ada alunan pelan, ada pula alunan kencang. Karena alunan puisi tak harus kamu mengerti, seperti penggalan hidup yang kadang sulit dimengerti. Berpuisilah dalam hidup. Agar runtuh dinding kesombongan dalam hatimu. Agar basah ladang hatimu yang gersang. Pun agar musnah titik kemunafikanmu yang masih tersisa.
Berpuisilah dalam hidup.
Biarkan sepatah kata tak bersuara membenam dalam dirimu. Biarkan malam menjelma menjadi nyanyian jiwa. Biarkan semenit sang waktu bersemayam dalam kalbu. Hingga muncul sekilas pandang, sepatah kata, sekecup ciuman. Di keningmu ....
Berpuisilah dalam hidup. Maka aku dan kamu pun tersadar. Bahwa "beribu kata mutiara pun mampu dikalahkan oleh satu aksi nyata".
Berpuisilah dalam hidup.
Kamu berhak memasuki dunia keindahanmu sendiri. Keindahan yang kamu ciptakan sendiri, bukan keindahan milik orang lain. Berpuisilah dalam hidup. Karena puisi hidupmu selalu berkata, "Jangan sesali sesuatu yang telah berakhir meskipun itu baik. Karena tanpa akhir, kamu tak akan pernah mendapat awal yang lebih baik."
Karena puisi selalu berkata, setinggi dan sehebat apapun kamu. Pasti akan sulit melangkah jika hatimu penuh kerapuhan. ...
Berpuisilah dalam hidup. Sebelum sujud terakhirmu tiba. Sebelum kamu menghirup nafas terakhirmu.... #berpuisilahdalamhidup
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H