Dalam praktiknya, menurut Jacob L. Mey (2001), ada tiga jenis strategi pengambilan giliran bicara. Tipe pertama adalah mengambil alih bicara, tipe kedua memegang kendali bicara, dan tipe ketiga adalah menghasilkan pembicaraan.Â
Jenis ini menjelaskan tentang bagaimana orang memulai percakapan, bagaimana orang melanjutkan pembicaraan dan bagaimana orang memberi kesempatan untuk yang lainnya.
Mengacu pada 149 data turn taking atau giliran berbicara dalam Strategi Turn Taking yang digunakan Jokowi dan Prabowo dalam Debat Pemilihan Presiden 2019 dapat diungkapkan turn taking atau giliran berbicara berdasarkan penutur sebagai berikut:
1. Jokowi memiliki porsi 32% turn taking atau giliran berbicara, sementara Prabowo menguasai porsi 42% dan moderator 26%.
2. Taking the turn atau mengambil giliran lebih didominasi Prabowo 27%, sedangkan Jokowi 23%.
3. Holding the turn atau memegang giliran Jokowi lebih didominasi Jokowi 68%, sedangkan Prabowo 24%.
4. Yielding the turn atau menghasilkan pembicaraan lebih didominasi Prabowo 62,5%, sedangkan Jokowi 26,5%.
Secara faktual perolehan suara, Jokowi ebih unggul daripada Prabowo. Pola berbahasa saat debat capres di Indonesia ini persis sama seperti yang di terjadi di AS pada 2016 saat Donald Trump vs Hillary Clinton, yang ketika itu Hillary dianggap jadi "ratu panggung" di debat. Dianggap lebih unggul namun dalam realitasnya kalah.
Apa artinya itu semua? Ternyata, ada lanskap yang berubah dan sulit dikontrol dalam peta politik di mata konstituen atau pemilih. Hal ini berarti tingkat persuasi politik yang dibangung kandidat presidensangat bisa "berubah" ke dalam realitas sosial akibat gagal mengelola bahasa, gagal mengelola pesan. Maka konsistensi dan gaya berbahasa yang diisi oleh "pesan bahasa" sangat mampu menggeser dari hal-hal yang tadinya dapat diduga menjadi tidak terduga. Itulah yang makin menegaskan peran penting bahasa dalam politik.