SBMPTN Bukan Segalanya, Biarkan Anak Memilih Kampus Sendiri
Tulisan ini hanya ingin menegaskan, SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) bukan segalanya. Apalagi bila hanya sekadar memilih, akhirnya tidak diambil. Lalu ikut ujian mandiri di kampus PTN yang diminati, termasuk program studi yang diingini.
Pada 9 Juli 2019, saat pengumuman SBMPTN, saya pulang ke rumah. Saya bertanya dalam hati, kenapa mata istri seperti sembab habis menangis?
Ternyata, konon kabarnya, istri saya menangis sebab berempati kepada anak saya, Farid Nabil Elsyarif (alumni SMAN CMBBS Pandeglang Banten) yang "gagal" diterima di Prodi Aktuaria ITS dan Univ. Brawijaya melalui jalur SBMPTN.Â
Anak saya kecewa betul. Ia menangis dan kesal. Karena nilai UTBK-nya tidak jelek-jelek banget walau bukan yang tertinggi. Dia yakin bisa bersaing dan mampu.
Tapi karena prodi Aktuaria pilihannya, tergolong langka dan diminati banyak "anak cerdas". Intinya, anak saya kalah bersaing di situ. Kalah bersaing, bukan berarti tidak mampu.
Satu hal yang patut saya apresiasi. Anak saya, sama sekali tidak punya alternatif pilihan prodi yang lain ke-2 atau ke-3. Dia hanya mau kuliah di prodi Aktuaria (peminatan Aktuaria) walau rumpunnya bisa saja di Matematika atau Statistika di beberapa PTN.
Hanya ada 7 PTN dan 1 PTS yang prodi Aktuaria-nya sudah punya "penyetaraan" ujian profesionalisme dengan PAI (Persatuan Aktuaria Indonesia).
Maka dalam situasi sulit seperti ini, tugas saya sebagai seorang ayah. Adalah men-support; dalam bentuk ikhtiar dan doa atas apa yang diperjuangkan anaknya. Hanya ingin kuliah di prodi Aktuaria ...
Gagal bersaing di SBMPTN. Maka berikutnya, anak saya berjuang untuk bersaing di Ujian Mandiri beberapa PTN. Lantas setelah itu, anak saya pun mendaftar dan ikut ujian mandiri di ITS, Unpad, IPB, Unpar, Univ. Brawijaya, dan UI. Semuanya ikut ujian mandiri. Inilah kisah perjuangan seorang anak, yang gagal bersaing di SBMPTN, terus ngotot ingin menggapai mimpinya kuliah di prodi Aktuaria.
Singkat kata, per Sabtu, 20 Juli ini, anak saya pun diterima di Prodi Statistika (peminatan Aktuaria) di FMIPA Universitas Brawijaya Malang dan prodi Aktuaria di Univ. Parahiyangan Bandung. Dan akhirnya, ia memilih Univ. Brawijaya Malang. Alhamdulillah.Â
Kata orang bijak "proses itu tidak pernah mengkhianati hasil".
Mungkin ada benarnya. Mengambil hikmah dari perjuangan anak saya sendiri, untuk meraih "target" kuliah di Prodi Aktuaria PTN, akhirnya meraih hasil yang sangat patut disyukuri.
Semakin bersyukur, karena anak saya ini pun mendapat beasiswa personal dari seorang aktuaris ternama di Indonesia. Biaya kuliahnya dibantu beliau, sebutlah beasiswa personal seorang aktuaris ternama.
Proses itu lebih penting daripada hasil. Gagal bersaing di SBMPTN bukanlah keterpurukan, apalagi ketidakmampuan. Sekali lagi, SBMPTN bukan segalanya. Apalagi bila akhirnya, tidak diambil alias tidak cocok dengan pilihan dan kemauan anaknya.
Proses untuk meraih PTN, memang bisa dilakukan via berbagai cara. Asalkan si anak punya kegigihan, daya juang berkompetisi dan bermentalitas ikhlas, percaya diri, tetap ikhtiar dan dipuncaki doa yang tulus. Karena tidak ada proses yang sia-sia.
Bila ikhtiar dan usaha seoarang anak sudah dimaksimalkan, maka tugas orang tua hanya mendukung dan memfasilitasi keinginannya. Berjuang itu butuh kesabaran, dan tentu keikhlasan serta doa. Maka hasilnya, pasti sesuai harapan.
Sebagai seorang ayah, saya sangat belajar dari anak saya kali ini.
Bahwa dibutuhkan ketenangan, kesabaran, dan tidak panik. Karena setiap pilihan pasti punya risiko. Seperti bersaing di SBMPTN, risikonya diterima atau tidak diteriam. Itu saja, tidak ada yang lain.
Tidak ada yang salah dari anak yang gagal bersaing di SBMPTN. Asal si anak berjiwa "pantang menyerah", never give up. Saat gagal bersaing, jangan emosi apalagi mengeluh dan mengutuk diri gagal atau menyalahkan orang lain.Â
Bukankah terkadang, manusia perlu kalah? Agar mau bangkit dan berjuang kembali. Berproses dengan baik untuk sebuah hasil yang memang diidamkan. Maka, nikmati saja semua prosesnya...
Lain lagi ceritanya di negeri seberang. Kebanyakan orang hanya mau melihat hasilnya tanpa mau tahu prosesnya. Ingginya sukses dan berhasil. Tapi mau berjuang dan berproses untuk merintis hasil yang optimal.
Mereka tidak pernah melihat cerita di balik hasil atau kesuksesan itu, ada sebuah perjuangan dan proses. Lagi-lagi di perjuangan anak saya menggapai PTN, saya belajar bahwa ketika kita yakin mampu bersaing dan tetap berjuang keras. Maka mimpi itu pasti terwujud.
Untuk anak saya, Farid Nabil Elsyarif. Sang maestroku yang alumni SMAN CMBBS hafiz 3 juz, sekolah 3 tahun di asrama dan tanpa biaya sepeser pun. Selamat Nak.
Kegigihan dan ikhtiar dibarengo doa, telah membuktikan. Bahwa bila kamu memiliki keyakinan dan tetap ikhtiar penuh semangat. Maka kamu pantas meraih mimpimu... Terima kasih Nak, sudah memberi pelajaran kepada Abi.
Terkadang, membangun dan mewujudkan cita-cita itu sulit. Tidak segampang saat merancangnya dalam imajinasi. Tapi proses berjuang yang dibalut doa tulus, adalah bukti arti keberhasilan yang sesungguhnya memang pantas diraih.
Empat tahun selanjutnya, pun kamu harus berjuang untuk kuliah dengan baik. Sehingga dapat lulus kuliah tepat waktu dan punya ilmu yang bermanfaat, yang diberkahi Allah SWT.
Hidup memang tidak ada yang instan, semuanya butuh proses. Makan kacang saja, kita harus mengulitinya terlebih dulu Menikmati pemandangan indah pun, kita harus mendakinya. Apalagi untuk menggapai cita-cita di masa depan, tentu butuh proses dan perjuangan yang tidak mudah.Â
SBMPTN bukanlah segalanya. Karena terbukti sudah, seorang anak pun mampu meraih PTN via jalur mandiri yang sesuai dengan pilihannya. Tanpa intervensi orangtua.
Itulah modal berharga yang bisa dipetik dari sebuah proses meriah kampus idaman yang tidak mengenal lelah. Sekali lagi, proses memang tidak pernah mengkhianati hasil.
Nak Farid, tetaplah jadi dirimu sendiri. Tetaplah jadi pejuang sejati untuk cita-citamu. Ada kala kita harus menerima kenyataan, ada saat kita harus berjuang dan menata kembali strategi untuk "menang" dalam sebuah persaingan.
Kadang manusia itu, butuh "arena kedua" setelah bertanding kurang optimal di "arena pertama". Itu tanda, proses sangat penting untuk mengejar hasil.
Terima kasih Nak, sudah mengajak abi dan ibu untuk terus bersyukur. Atas karunia dan anugerah Allah SWT. Selamat kuliah di Univ. Brawijaya. Semoga dimudahkan dan lancar hingga lulus dan diwisuda empat tahun mendatang. Keep fight my maestro; tetap semangat sang maestro ...
Apapun dan di manapun. Ikhtiar tanpa doa itu sombong; tapi doa tanpa ikhtar pun kosong... #TGS #SangMaestro #FaridNabilElsyarif
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H