Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

75 Persen Pensiunan Indonesia Berharap Bantuan Anak, Tapi Faktanya?

22 Februari 2019   07:56 Diperbarui: 24 Februari 2019   15:11 1382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi menikmati masa pensiun | sumber: bussinesinsider.com

Tujuh puluh lima persen pensiuanan Indonesia bergantung pada anak. 3 dari 4 Pensiunan Indonesia Berharap Bantuan Anak, Tapi Faktanya?

Masa pensiun memang sulit bila tidak dipersiapkan. 

Maka banyak orang Indonesia yang mengharapkan bantuan dari anak-anaknya atau keluarganya di masa pensiun. Sayang hal tersebut tidak menjadi kenyataan.

Survei HSBC Indonesia bertajuk "Future of Retirement, Bridging the Gap (2019)" menyatakan bahwa 3 dari 4 pensiunan di Indonesia berharap bantuan finansial dari anaknya.

Tapi faktanya, hanya 1 dari 4 pensiunan yang menerima bantuan finansial dari anak.

Realitas tersebut menyiratkan pentingnya pekerja di Indonesia untuk menyiapkan kesejahteraan masa pensiun sehingga tidak terlalu bergantung kepada anak atau keluarga.

Di masa pensiun, harapan memang berbeda dengan kenyataan. Banyak orang menyatakan penting untuk memiliki program pensiun.

Tapi nyatanya, tidak lebih dari 5% pekerja yang sudah memiliki program pensiun. Jadi, masa pensiun yang seperti apa yang diharapkan?

Sumber: dokpri
Sumber: dokpri
Masa pensiun orang Indonesia bisa jadi semakin sulit.

Apalagi tingkat harapan hidup orang Indonesia kian meningkat. Hasil riset menyebutkan, saat ini  tingkat harapan hidup orang Indonesia tercata lebih lama, sekitar 21 setelah pensiun.

Bila usia pensiun di 55 tahun maka diprediksi seorang pensiunan masih menjalani kehidupan 21 tahun lagi atau hingga usia 76 tahun.

Pertanyaannya, dari mana dana yang tersedia untuk membiayai kebutuhan dan gaya hidup di masa pensiunnya?

Sementara di sisi lain, setidaknya seorang pensiunan di Indonesia dianggap dapat hidup layak di masa pensiun bila memiliki dana 70%-80% dari gaji terakhir.

Artinya, pekerja ber-gaji terakhir 10 juta sebelum pensiun maka membutuhkan dana Rp. 7-8 juta per bulan pada masa pensiun. Agar tetap dapat memenuhi kebutuhan hidup, di samping mempertahankan gaya hidupnya. Itulah yang disebut tingkat penghasilan pensiun (TPP).

Maka penting hari ini, tiap pekerja harus mempersiapkan masa pensiunnya sendiri.

Karena tidak ada masa pensiun sejahtera yang gratis. Sejahtera atau tidaknya pekerja di masa pensiun harus dipersiapkan sejak dini.

Karena di masa pensiun, pekerjaan sudah tidak ada sementara kebutuhan hidup akan tetap ada. Masa pensiun tidak akan jadi masalah, bila ketersediaan dana di saat pensiun mencukupi.

 Tapi sayangnya, masih banyak pekerja yang tidak peduli akan masa pensiun. Tidak mau menyisihkan sebagian penghasilan untuk masa pensiun.

Belum lagi soal budaya dan kebiasaan pekerja saat ini yang tidak terkontrol, seperti: 1) mudah terbuai gaya hidup sehingga sering "lebih besar pasak daripada tiang", 2) terlilit hutang konsumtif, dan 3) tidak peduli pada masa pensiun. 

Lalu, apa solusinya agar masa pensiun tidak bergantung kepada anak?

Sederhana, mulailah untuk mempersiapkan masa pensiun. Dengan menyisihkan sebagian gaji atau penghasilan setiap bulan untuk program pensiun.

Karena melalui program pensiun, setiap pekerja dapat meraih masa pensiun yang sejahtera. Dengan menyetor iuran setiap bulan dan diinvestasikan secara optimal, maka akumulasi dana yang terkumpul dapat memenuhi kebutuhan dan gaya hidup di masa pensiun.

Maka salah satu cara yang ditempuh adalah menjadi peserta program pensiun DPLK (Dana Pensun Lembaga keuangan). DPLK pada dasarnya dapat menjadi "jalan keluar" atas kekhawatiran pekerja saat pensiun.

Mumpung belum terlambat dan masih ada waktu. Kurangi sedikit gaya hidup yang tidak perlu. Minimalkan gengsi yang tidak produktif. Abaikan perilaku konsumtif dan hedonis yang bersifat kamuflase. Mulailah untuk menyisihkan sebagian gaji melalui DPLK.

Melalui program DPLK, tiap pekerja harus dapat menyisihkan sebagian dana setiap bulannya untuk disetor ke DPLK sebagai tabungan pensiun. Melalui setroran iuran pensiun ditambah hasil investasi selama menjadi peserta DPLK, maka diharapkan akumulasi dana DPLK yang terkumpul dapat dinikmati pada saat pensiun.

Oleh karena itu, DPLK dapat menjadi solusi keuangan bagi pekerja dalam menghadapi masa pensiun. Agar para pensiunan, tidak lagi berharap atau bergantung pada anak atau keluarga.

Cepat atau lambat, masa pensiun pasti tiba. Bisa sebentar lagi, bisa 5 tahun lagi atau 10 tahun lagi. Namun apa yang sudah kita siapkan bila masa pensiun tiba? Masa persiapkanlah program pensiun sejak dini. Agar bisa nyaman dan sejahtera dalam menjalani masa pensiun.

Ketahuilah, siapapun bisa membeli apa saja di masa bekerja. Tapi tidak semua orang dapat membeli kesejahteraan di masa pensiun. Pensiun itu bukan gimana nanti. Tapi nanti gimana ....

#LiterasiPensiun #EdukasiPensiun #YukSiapkanPensiun #SadarPENSIUN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun