Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

90 Persen Pekerja Dihantui Rasa Khawatir Saat Pensiun

28 Januari 2019   22:36 Diperbarui: 28 Januari 2019   22:46 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanpa terasa, seorang pekerja 3 tahun lagi akan pensiun.

Ia khawatir. Akan seperti apa hidupnya di masa pensiun? Rasa gundah, hingga takut saat menghadapi pensiun bisa jadi menghantui banyak pekerja di Indonesia. Tiba-tiba segudang pertanyaan muncul. Kian mengkhawatikan. Mau apa setelah pensiun? Akan seperti apa hidupnya setelah pensiun? Dan masih banyak lagi. Kian hari kian galau, kian gelisah menjelang masa pensiun.

Rasa khawatir menjelang pensiun. Sangat wajar dan bukan tanpa alasan.

Karena memang faktanya hari ini. Sekitar 70% pensiunan mengalami masalah keuangan di masa pensiunnya. Bahkan 73% pensiunan di Indonesia harus menggantungkan hidupnya kepada anak atau orang lain. Maka wajar, 90% pekerja hari ini sama sekali tidak siap untuk pensiun; bahkan 93% dari mereka sama sekali belum terbayangkan mau apa di masa pensiun.

Khawatir saat masa pensiun tiba, memang lazim terjadi.

Rasa takut akibat akibat bayangan dan pikiran buruk yang dibuat sendiri. Khawatir akan kesulitan hidup yang dialami saat tidak bekerja lagi, saat masa pensiun. Kekhawatiran, ketakutan di saat pensiun kian menghantui, kian menakutkan.

Apakah kita khawatir saat masa pensiun tiba?

Jangankan ingin jalan-jalan ke luar negeri atau liburan sambil menikmati panorama indah. Atau menjalani hari tua sambil menggendong cucu pun bisa jadi sulit terwujud. Akibat dihantui rasa khawatir saat pensiun. 

Rasa khawatir dan takut di masa pensiun, bisa jadi bukan omong kosong.

Akibat banyaknya pekerja di Indonesia saat ini yang belum mempersiapkan masa pensiun. Faktanya, memang hanya 5% pekerja saja yang sudah memiliki program pensiun. Sementara yang lainnya, sama sekali belum atau tidak mau mempersiapkan masa pensiun, yang cepat atau lambat pasti dialami setiap pekerja. Masa pensiun sejahtera, pun menjadi harapan yang "jauh panggang dari api", sulit diwujudkan.Bila sepakat, memang tidak ada masa pensiun sejahtera yang gratis. 

Semuanya harus di[persiapkan sejak dini. Karena di masa pensiun, pekerjaan sudah tidak ada sementara kebutuhan hidup akan tetap ada. Masa pensiun tidak akan jadi masalah, bila ketersediaan dana di saat pensiun mencukupi.

 

Tapi sayangnya, masih banyak pekerja yang tidak peduli akan masa pensiun. Tidak mau menyisihkan sebagian penghasilan untuk masa pensiun itulah masalah utamanya. Belum lagi soal budaya dan kebiasaan pekerja saat ini yang tidak terkontrol, seperti:

1. Terlalu mudah terbuai gaya hidup. Hal ini menjadi sebab biaya hidup tinggi, terkesan konsumeris dan hedonis. Hingga menjadi sebab "lebih besar pasak daripada tiang". 

2. Terlilit hutang konsumtif. Hal ini menjadi sebab beban ekonomi. Hidup menjadi pusing dan sulit gara-gara harus melunasi hutang.

3. Tidak peduli pada masa pensiun. Hal ini menjadi siap tidak siap untuk pensiun. Masa bekerja tidak digunakan untuk mempersiapkan masa pensiun. 

Lalu, apa solusinya agar tidak khawatir saat pensiun?

Sederhana, mulailah untuk mempersiapkan masa pensiun. Dengan menyisihkan sebagian gaji atau penghasilan setiap bulan untuk program pensiun. Karena melalui program pensiun, setiap pekerja dapat meraih masa pensiun yang sejahtera. Dengan menyetor iuran setiap bulan dan diinvestasikan secara optimal, maka akumulasi dana yang terkumpul dapat memenuhi kebutuhan dan gaya hidup di masa pensiun.

Maka salah satu cara yang ditempuh adalah menjadi peserta program pensiun DPLK (Dana Pensun Lembaga keuangan). DPLK pada dasarnya dapat menjadi "jalan keluar" atas kekhawatiran pekerja saat pensiun. Mumpung belum terlambat dan masih ada waktu. Mulailah untuk menyisihkan sebagian gaji melalui DPLK. Kurangi sedikit gaya hidup yang tidak perlu. Minimalkan gengsi yang tidak produktif. Abaikan perilaku konsumtif dan hedonis yang bersifat kamuflase.

Melalui DPLK, siapapun pekerjanya, pasti bisa menikmati masa pensiun yang sejahtera. Karena DPLK adalah "kendaraan" yang paling pas untuk mempersiapkan masa pensiun. Selain hasilnya optimal, DPLK pun mudah dan sangat fleksibel untuk pekerja. Berikut ilustrasi manfaat pensiun yang diperoleh melalui program pensiun DPLK sebagai gambaran:

Usia

Lama Jadi Peserta

Iuran per Bulan

Persentase Hasil Investasi

Usia Pensiun

Akumulasi Dana DPLK

28 th

28 th

1 juta

9%

56 th

3.741.000.000

37 th

19 th

1 juta

9%

56 th

1.150.000.000

48 th

8 th

1 juta

9%

56 th

184.400.000

Secara prinsip. Besar-kecilnya "uang pensiun" seorang pekerja melalui program DPLKterdiri dari: IURAN YANG DISETOR + HASIL INVESTASI + LAMANYA KEPESERTAAN = AKUMULASI DANA DPLK.

Setiap pekerja sudah pasti tidak akan bekerja selamanya. Tapi sayangnya, masih banyak pekerja yang "menikmati" jerih payah justru di saat bekerja saja. Sementara di masa pensiun, sama sekali belum terpikirkan.

Kita sering lupa. mempersiapkan dana untuk masa pensiun itu bukan "gimana nanti" tapi "nanti gimana". Setiap orang memang mudah "membeli apapun" di saat bekerja. Tapi tidak semua orang "mau peduli" untuk menyiapkan masa pensiun yang sejahtera... #YukSiapkanPensiun #EdukasiPensiun

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun