Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Revolusi Industri 4.0 di PT, Berkah atau Musibah?

24 November 2018   22:45 Diperbarui: 24 November 2018   23:28 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Era Revolusi Industri 4.0 kini sudah di depan mata. Suka tidak suka, semua orang dan organisasi apapun harus siap. Karena revolusi industri generasi ke-empat ini menempatkan teknologi informasi menjadi basis dalam kehidupan manusia.

Patut diketahui, konsep revolusi industri 4.0 yang pertama kali diperkenalkan oleh Klaus Schwab, ekonom Jerman dalam bukunya "The Fourth Industrial Revolution"; menekankan pada proses revolusi yang telah mengubah hidup dan kerja manusia. Hal-hal yang dulu dipikir tidak mungkin. Maka di era revolusi industri 4.0, semuanya menjadi mungkin.

Kemunculan era superkomputer, robot pintar, kendaraan tanpa pengemudi, dan neuroteknologi telah menjadi penanda hadirnya revolusi industri 4.0. Setidaknya ada tiga ciri dominan di era Revolusi Industri 4.0 yaitu: 1) digitalisasi, 2) otomatisasi, dan 3) kecerdasan buatan atau artificial intelligence.

Ke depan dan sebentar lagi, segala sesuatu dalam kehidupan manusia berubah menjadi serba digital, serba otomatis, bahkan serba bisa dibuat. Itu berarti, revolusi industri akan menjadi sebab utama berubahnya tatanan kehidupan manusia. Semua akibat evolusi teknologi.

Lalu, apa yang akan terjadi ketika revolusi industri 4.0 berjalan? Hasil studi McKinsey (2016) menyatakan sekitar 52,6 juta pekerjaan di Indonesia berpotensi akan tergantikan oleh mesin; 60% pekerjaan di dunia akan mengalami otomatisasi, dan 30% pekerjaan di dunia akan digantikan dengan mesin teknologi tinggi.

Profesi seperti: teller bank, pramuniaga, marketing, akuntan, kasir, supir, koki, dan buruh pabrik "dipastikan" akan punah karena diganti oleh teknologi dan robot.

Revolusi Industri 4.0 di Perguruan Tinggi

Apa yang akan terjadi di era revolusi industri 4.0? Hanya ada dua kemungkinan, revolusi industri 4.0 bisa jadi berkah atau musibah. 

Menjadi berkah, bila revolusi industri akan nyata-nyata mampu meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam proses produksi yang modern, di samping memberikan kemudahan dan kenyamanan kepada konsumen.

Menjadi musibah, bila kurang responsif terhadap kebutuhan konsumen sehingga menimbulkan ancaman pada lingkungan pekerjaan yang sudah ada, di samping gagalnya manusia dalam beradaptasi akan menjadi penghambat.

Masalahnya kini, apakah perguruan tinggi (PT) sebagai institusi pendidikan sudah siap menyongsong era Revolusi Industri 4.0?

Secara jujur, sungguh ada kekhawatiran. Karena banyak perguruan tinggi yang belum mempersiapkan "mind set" dan orientasi konkret dalam mengantisipasi era revolusi industri 4.0. Maka dari itu, sangat penting hari ini perguruan tinggi segera menyamakan persepsi dan  pemahaman tentang Revolusi Industri 4.0.

Perguruan tinggi, suka tidak suka, sesegera mungkin harus mempersiapkan diri atas perubahan-perubahan pola pengajaran dan sistem belajar yang akan terjadi di dunia pendidikan. Karena hingga kini, dapat disinyalir perguruan tinggi dan dunia pendidikan di Indonesia masih terkekang oleh sistem yang belum menampung perubahan sesuai tuntutan revolusi industri.

Sebagai contoh, model pembelajaran tatap muka di perguruan tinggi sangat berpotensi akan punah dan akan berganti dengan sistem belajar online atau berbasis teknologi.

Oleh karena itu, sejak dini harus bisa dideteksi mata kuliah-mata kuliah yang ada di perguruan tinggi, mana yang harus sudah online dan mana yang masih harus tatap muka? Bahkan lebih dari itu, harus ada mata kuliah yang berbasis project atau penciptaan artificial intelligence. Karena nantinya, hanya perguruan tinggi yang fleksibel dan adaptif yang dapat bertahan di era revolusi industri.

Pertanyaan sederhana saja, apakah sistem SKS (satuan kredit semester) masih cocok di era revolusi industri? Diskursus tentang sistem SKS ini harus mulai dibahas. Masih cocok atau tidak? Karena sistem SKS yang berlaku saat ini, dapat dikesankan mengekang dosen dan mahasiswa itu sendiri. Maka antisipasinya adalah mungkin dapat disediakan sistem kuliah yang berorientasi pada personalita; perkuliahan yang mengadopsi model pembelajaran sesuai dengan minat dan kreativitas mahasiswa.

Berkah atau musibah?

Bila sepakat, revolusi industri adalah sebab hidup manusia dan dunia berubah. Segala hal menjadi tanpa batas (borderless) dan data pun tidak terbatas (unlimited). Era ini akan mendisrupsi berbagai aktivitas manusia, termasuk di dalamnya bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta pendidikan tinggi. Oleh karena itu, respon yang cepat dan tepat perguruan tinggi sangat diperlukan.

Sekali lagi, era revolusi industri ditandai dengan adanya kecerdasan buatan (artificial intelligent). Sebuah era di mana segala sesuatu berbasis teknologi supercanggih; superkomputer, rekayasa genetika, teknologi nano, mobil otomatis, inovasi, dan perubahan terjadi secara ekstrem. Dan kondisi itu, memberi dampak terhadap bidang ekonomi, politik, industri, pemerintahan, pendidikan, bahkan gaya hidup sekalipun.

Maka, revolusi industri 4.0 bagi perguruan tinggi akan bisa menjadi berkah atau musibah? Sungguh, sangat tergantung pada perhatian pada empat hal seperti berikut:

  1. Perlunya penyesuaian sistem perkuliahan yang lebih adaptif dan inovatif di perguruan tinggi, termasuk penyesuaian kurikulum yang mampu mengintegrasikan digitalisasi, big data, dan manusia. Agar perguruan tinggi mampu menghasilkan lulusan yang kompetitif dan terampil, baik aspek data literacy, technological literacy dan human literacy.
  2. Perlunya lembaga perguruan tinggi atau universitas melakukan rekonstruksi dan pengembangan transdisiplin ilmu dan program studi yang sesuai dengan era revolusi industri, yang didukung system perkuliahan berbasis online atau e-learning. Suka tidak suka, perguruan tinggu harus siap menuju "cyber university".
  3. Perlunya menyiapkan sumber daya manusia khususnya dosen dan peneliti agar lebih responsif, adaptif, dan berkualitas untuk menopang kualitas pembelajaran sesuai trek revolusi industri yang berkembang saat ini.
  4. Perlunya memperbesar ruang kreativitas dan kegiatan ekstrakurikuler di kampus, yang berkaitan dengan minat dan bakat mahasiswa, kepemimpinan dan teamwork, dan kewirausahaan (entrepreneurship), serta program magang (internship) yang efektif.

Maka revolusi industri 4.0 akan menjadi berkah bila perguruan tinggi mampu menyiapkan sejak dini ke-empat hal di atas. Namun sebaliknya, revolusi industri akan menjadi musibah bagi perguruan tinggi apabila ke-empat hal di atas sama sekali tidak diantisipasi dari sekarang.

Di era revolusi industri, mahasiswa sebagai pencari ilmu nantinya akan lebih fleksibel dan menyesuaikan dengan kebutuhan pangsa pasar. Bukan mencari ilmu sesuai "kurikulum" yang ditentukan kampus. Karena ilmu hakikatnya adalah pengetahuan dan keterampilan yang dianugerahi Allah SWT, bukan yang di-skenario oleh kurikulum semata.

Di situlah tantangan terbesar perguruan tinggi di era revolusi industri 4.0. Era revolusi industri sama sekali tidak menghendaki mahasiswa bersikap apatis dan pragmatis akibat muatan perkuliahan yang sistematis, lalu meninggalkan kreativitas dan realitas yang sebenarnya mahasiswa bisa lebih hebat dari sekedar perkuliahan di kelas.

Akankah revolusi industri menjadikan perguruan tinggi lebih berkualitas? Semuanya, terpulang kepada pemangku kepentingan di perguruan tinggi, yang sebentar lagi akan menyaksikan pentas "perubahan" itu menghampiri kalangan perguruan tinggi dan kampus itu sendiri. #TGS 

(dok. pribadi)
(dok. pribadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun