Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mentalitas Korban, Dikit-dikit Main Perasaan

26 Maret 2018   23:13 Diperbarui: 26 Maret 2018   23:17 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Gimana sih rasanya kalo negara pengen bubar?

Galau, takut apa grogi ya. Atau rasanya frustasi, kayak dunia udah mau kiamat. Atau persis kayak ABG abis putus pacaran ya. Begitu deh orang zaman now, dikit-dikit main perasaan. Atau malah ngegede-gedein perasaan.

Zaman now, dikit-dikit paka perasaan. Merasa gini, merasa gitu. Abis itu nuntut sana sini biar perasaannya diperhatikan. Emang susah hidup, kalo modalnya "main perasaan". Mentalitasnya cuma merasa jadi "korban"; selalu merasa "diperkosa".  

Hidup itu, apapun itu, gak semua tergantung perasaan.

Gak semua hal bisa dikaitkan dengan RASA. Karena "rasa" itu bersifat personal, terlalu subjektif kadang gak bisa dipertanggungjawabkan. Terus kenapa juga, "rasa elo" mau disamain "rasa gue". Jadi, gak semua hal yang ada di dekat elo tergantung dari rasa.

Zaman now. Terlalu banyak orang yang "merasa". Merasa negaranya gak kasih apa-apa. Merasa pemimpinnya gak becus. Kahirnya merasa galau, resah gak karuan. Abis itu, merasa hidup sendirian. Merasa kecewa. Merasa tidak bahagia. Bahkan merasa hidupnya begini-begini aja. Sungguh, mereka terlalu banyak "MERASA".

Gak semua tergantung RASA.

Kalo gak suka sama pemimpin, gak usah membenci. Gak suka sama teman, gak usah ngomongin yang jelek. Gak suka sama keadaan, gak usah mengeluh. Gak suka sama pekerjaan, gak usah nelongso. Gak suka sama apa yang terjadi, gak usah uring-uringan. Karena itu cuma perasaan, cuma rasa. Berhentilah, bermain dengan RASA. Karena gak semua hal tergantung RASA.

Ibarat di restoran. Gak semua resto rasa makanannya enak. Gak sedikit resto zaman now, yang bikin enak itu tempatnya, suasananya. Atau teman makannya yang bikin semangat. Apalagi orang pacaran, makan apa aja rasanya pasti enak.

Terus, kenapa ya ada orang MATI RASA?

Jawaban pastinya sih gue gak tahu. Tanya aja sama orangnya. Cuma bisa jadi. Karena orang itu terlalu bergantung pada RASA. Begitu harapan gak sesuai dengan kenyataan, lantas mati rasa. Gak mampu merasakan apa-apa lagi. Hambar. Wajar hidupnya, penuh keluh-kesah alias galau. Terlalu ngegedein RASA. Begitu deh jadinya ... mati rasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun