Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gerhana Bulan yang Aneh

1 Februari 2018   19:26 Diperbarui: 1 Februari 2018   19:43 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Kemarin malam udah pada lihat gerhana bulan belum? Si blood sama si moon moon itu? Udah ya. Namanya keren banget ya itu gerhana. Gerhana bulan yang aneh, kalo gak mampu menjadikan kita lebih bersyukur.

Terus kalo udah lihat, gimana?

Ya gak gimana-gimana sih. Itu cuma fenomena alam. Tapi satu yang pasti, ada yang atur itu semua terjadi. Ada yang atur, ada yang tentukan harus begitu. Siapa lagi kalo bukan Yang Maha Esa, Allah SWT.

Kita manusia, sering kali kagum pada produk Allah. Sering kali heboh dan salut pada apa saja yang sudah diatur Allah. Tapi di saat yang sama, manusia itu "jarang kali" mau bersyukur. Mensyukuri karunia dan anugerah Allah itu penting.

Syukur itu. Memang soal sederhana. Dan semua orang juga paham. Tapi gak banyak orang yang mau wujudkan syukur. Kagum, heboh terhadap apa yang dilihat kasat mata. Tapi seringkali gak heboh dalam mewujudkan syukur. Kerjanya ngeluh, kerjanya sibuk sama urusan orang lain.

Gimana gak syukur?

Kata kita, orang lain hidupnya enak. Sementara orang lain bilang kita hidupnya enak. Semua itu cuma kasat mata saja. Seperti gerhana bulan, indah dilihat dan kasat mata menakjubkan. Maka seketika "mata melihat" di situ seringkali syukur dilupakan. Orang kalo udah "terjebak" urusan dunia, di saat itu pasti lupa syukur bahkan lupa bakal mati.

Bukan bersyukur.

Giliran kemarau, malah pengen hujan.

Giliran hujan, malah pengen kemarau.

Lagi diam di rumah pengennya pergi. Ehh, udah pergi pengen buru-buru pulang ke rumah. Lagi tenang pengen cari keramaian. Ehh udah di keramaian, mengeluh pengen cari ketenangan.

Apalagi coba kalau bukan bersyukur.

Banyak orang yang hidup di gunung, merindukan pantai. Banyak orang yang hidup di pantai, merindukan gunung.

Banyak orang yang tinggal di desa, pengen hidup ke kota. Banyak orang yang tinggal di kota, pengen hidup ke desa. Aneh dan kebalik-balik. Mungkin kurang rasa syukur.

Bersyukur aja kalo pemimpinnya bisa jadi imam sholat di negara lain. Gak usah sibuk mikir dan komen yang gak-gak. Aneh.

Makanya bersyukur.

Biar kita gak terlalu banyak "ngintipin" urusan orang lain. Biar gak keenakan memusatkan diri pada apa yang diinginkan bukan pada apa yang dimiliki. Buat apa sibuk ngurusin nikmat orang lain. Sementara kamu lupa pada nikmat yang kamu punya. Kamu itu kurang bersyukur. Pantas, kalo akhirnya kamu menganggap Allah tidak memberi apa-apa atas apa yang kamu miliki sekarang.

Gerhana itu terjadi sebagai bukti syukut.

Ada saat terang ada saat gelap. Bahkan kadang terang pun tertutup gelap. Begitu pula sebaliknya. Itu semua udah hukum Allah. Tiap gelap pasti diikuti terang. Sebaliknya gak mungkin terang melulu pasti ada gelapnya.

Makanya bersyukur.

Biar kalo punya masalah sedikit jangan langsung merasa orang paling merana sedunia. Lagi-lagi aneh...

Memang, apa saja yang kamu lihat. Pekerjaan, rumah, uang, harta, sakit, orang lain, pemimpin, ini, dan itu. Semuanya paling gampang dikeluhkan, paling gampang dimasalahin. Tapi itu semua bukan berarti "boleh" melupakan syukur.

Jadi, bersyukurlah.

Karena SESUATU itu tampak indah karena belum kita miliki. Hingga kita dibuay lupa apa yang patut kita syukuri.

Asal tahu saja. Bahagia itu gak bakal didapat selama kita hanya memikirkan apa yang belum ada, apa yang kurang. Bahagia itu gak bakal ada jika kita mengabaikan apa yang sudah kita punya. Kita memang boleh memiliki apa yang kita cintai. Tapi di saat yang sama, kita harus bersedia mencintai apa yang kita miliki. Harus dan harus...

Jadilah pribadi yang SELALU BERSYUKUR.

Karena semua yang kita miliki saat ini adalah anugerah dan karunia yang pantas untuk kita. Karena bersyukur itu akan menambahkan nikmat yang sedikit dan melipatgandakan sesuatu yang banyak.

Jangan tutupi bumi yang luas dengan selembar daun yang kecil. Syukuri yang ada maka "tambahan" itu datang dengan sendirinya. Seperti gerhana, itu terjadi karena bulan dan matahari beredar di garis "syukur"-Nya. Okehh... salam ciamikk

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun