Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Koalisi Budaya Literasi vs Koalisi Politik

9 November 2017   00:02 Diperbarui: 9 November 2017   13:41 992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ahh, ini cuma cerita tentang sebuah negeri yang gemar heboh.

Kisah tentang orang-orang di negeri itu yang senang menuntut versus yang dituntut. Celoteh yang gak pernah berakhir. Lalu, saling mengibarkan "bendera". Kalo kata anak kecil, "ini bendera gue" lantas "mana bendera elo" ...

Koalisi politik, emang susah ditebak. Sangat misterius.

Kalo pilihannya menang, dibela mati-matian biar salah. Pilihan dan otak kalo udah "berkoalisi" emang serem. Ibarat "kue", koalisi politik hanya membolehkan pemilik "potongan kue besar". Alias pilihan yang menang, seolah hanya dia yang boleh berbicara. Sementara yang dapat bagian "kue kecil" kalo perlu disuruh pergi ke laut ... Itulah koalisi politik; hitam kelam dan membabi buta.

Koalisi politik; orang yang kalah harus salah, orang yang menang harus benar.


Tentu beda dengan koalisi budaya literasi. Koalisi yang gak suka heboh. Karena memang gak banyak orang yang paham koalisi budaya literasi, budaya yang memadukan baca dan tulis; membaca dan menulis. Mungkin gak ada yang berani masuk "partai" koalisi budaya literasi. Karena tuntutannya berat, harus rajin membaca dan rajin menulis.

Apalagi buat orang-orang koalisi politik. Boro-boro menulis, mereka ituu membaca juga jarang kali. Jadi amat wajar, kalo hanya bisa berceloteh alias ngedumel. Konteks udah gak penting, asal bisa bela mati-matian "koalisi politik" pilihanya. Paham dong maksudnya ...??

Koalisi budaya literasi, zaman begini emang penting banget diangkat kembali.

Karena koalisi budaya literasi sangat-sangat dibutuhkan untuk menyatukan kepingan potensi yang terserak dalam diri setiap orang, apalagi anak-anak. Kebiasaan membaca dan menulis, mutlak harus dihidupkan. Namanya juga koalisi budaya literasi; berarti harus mampu membiasakan membaca dan menulis sebagai gaya hidup, sebagai kegiatan harian.

Koalisi budaya literasi itu basis-nya ada di buku; buku yang memberi nutrisi ilmu dan pengetahuan otak.

Oleh karena itu, TBM (Taman Bacaan Masyarakat) Lentera Pustaka yang berlokasi di Desa Sukaluyu Kaki Gunung Salak Bogor sangat peduli untuk membangun koalisi budaya literasi di masyarakat, di lingkungan, di keluarga bahkan di sekolah. Lalu bagaimana caranya untuk membangun koalisi budaya literasi ?

Setidaknya, ada 7 (tujuh) cara yang harus ditempuh demi tegaknya koalisi budaya literasi; tumbuhnya budaya membaca dan menulis dalam diri seseorang:

1.   Paham akan pentingnya membaca (karena dapat menambah kosakata, wawasan, kesabaran, karakter) sebagai landasan untuk menulis.

2.   Optimalkan perpustakaan di manapun; agar tercipta kesempatan untuk membaca.

3.   Sekolah harus membudayakan membaca sebagai gaya hidup siswanya.

4.   Hadiahkan buku sebagai kebiasaan untuk segala momentum kehidupan.

5.   Komunitas baca harus dibentuk dalam setiap aktivitas pergaulan atau di lingkungan.

6.   Omong sedikit tapi harus banyak membaca. Jadikan membaca sebagai kebiasaan, tanpa perlu banyak omong.

7.   Menulislah setiap hari. Tanpa menulis, maka sulit tercipta budaya literasi.

Maka dari itu, TBM Lentera Pustaka berkomitmen untuk menghidupkan budaya literasi; koalisi budaya literasi yang "mengawinkan" kebiasaan membaca dan menulis sebagai aktivitas sehari-hari.

Apapun bentuknya, budaya literasi harus dipahami sebagai perilaku atau perbuatan bukan sebatas pelajaran atau teori. Aktivitas membaca dan menulis harus menjadi gaya hidup di era digital era milenial seperti sekarang. Karena jika tidak, maka kita akan tersingkir "di makan" zaman dan peradaban.

 

Maka optimalkan koalisi budaya literasi, bukan koalisi politik ..... Salam literasi. #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun