Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor LSP Dana Pensiun Lisensi BNSP - Edukator Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak Gadis dalam Peradaban Terkikis

11 Oktober 2017   11:51 Diperbarui: 11 Oktober 2017   13:27 1147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gak nyangka dan agak terkejut. Karena tanggal 11 Oktober diperingati sebagai Hari Gadis Internasional. Agak diskriminatif sih sebenarnya. Tapi karena gadis yang notabene perempuan merupakan sosok yang harus dihormati, dihargai. Karena "surga ada di telapak kaki ibu".... Karena sudah pasti perempuan, dulunya seorang gadis. Jadi buat lawan jenisnya, gak usah berharap ada "Hari Bujangan Internasional"...

Kenapa hari gadis?

Bisa jadi karena soal ketidak-setaraan gender. Seperti perjuangan R.A. Kartini dulu, tentang emansipasi wanita. Tentang perempuan yang harus setara dengan laki-laki. Dan jika dilihat hari ini, semua itu sudah terjadi. Justru saat ini, bicara anak gadis harusnya lebih difokuskan kepada soal peradaban gadis, adab anak perempuan. Apalagi di tengah "hantaman" peradaban global hingga milenial yang kian menyengat. Makin memporak-porandakan norma bahkan nilai-nilai agama.

Dulu anak gadis "seringkali" hidup di bawah bayang mitos-mitos yang dibangun orang tuanya. Mitos yang dapat dimaknai secara positif untuk melindungi anak gadisnya. Mitos-mitos seperti:

1. Gak boleh makan di depan pintu nanti jodohnya jauh.

2. Gak boleh makan di tempat tidur nanti jodohnya pemalas.

3. Gak boleh keluar rumah jika mau menikah, nanti akan dapat musibah.

4. Gak boleh mandi di waktuvmagrib nanti dicubit setan.

5. Gak boleh nyapu setengah-setengah, nanti jodohnya buruk.

6. Gak boleh makan nasinya tersisa, nanti jodohnya susah nyari rezeki.

7. Gak boleh bercermin di kaca yang pecah, nanti wajahnya akan buruk.

8. Gak boleh foto bertiga di posisi tengah, nanti yang di tengah akan terlebih dahulu pergi jauh atau meninggal dunia. 

Itu semua hanya mitos. Tapi dulu, mitos itu lebih sering ditujukan kepada anak gadis. Jawabnya mungkin, karena mitos larangan itu dapat memberi dampak baik kepada si anak gadis.

Lalu bagaimana dengan kondisi sekarang? Apakah anak-anak gadis hari ini "hidup" dalam mitos yang dibangun orang tua?

Bisa jadi tidak. Karena anak gadis sekarang, udah pintar-pintar dan gizinya tinggi-tinggi. Bahkan kadang, si anak gadis lebih tahu banyak dari orang tuanya. Wajar sekarang, malah lebih banyak "orang tua" yang dinasehati "anak gadisnya". Jadi salahnya siapa?

Anak gadis hari ini sangat jauh dari mitos. Bahkan mungkin jauh dari norma atau jauh dari agama. Maka anak gadis yang tumbuh menjadi tua itu pasti. Tapi anak gadis yang hidup menjadi dewasa itu pilihan. Jangan tunggu "tua" untuk menjadi "dewasa" agar kalian "berada di jalan yang lurus"...

Buat anak gadis yang ada hari ini (bukan yang gak gadis ya) adalah "bersiaplah untuk meraih hak paling istimewa bagi seorang anak gadis yaitu hak untuk menjadi seorang ibu yang baik kelak". Jadilah anak gadis yang mahal, yang diinginkan semua orang namun hanya satu yang mendapatkannya nanti...

Ada riset yang bilang, bahwa anak gadis atau umumnya perempuan jika berbicara itu tiga kali lebih banyak daripada laki-laki. Sekitar 20.000 kata per hari. Masalahnya, apakah yang mereka bicarakan itu pasti dilakukan? Atau hanya retorika semata? Maka, bicaralah apa yang kamu lakukan. Bukan bicara yang tidak kamu lakukan.... Dunia ini sudah sempit karena terlalu banyak orang yang "bicara atas apa yang tidak dilakukannya".

Maka di Hari Gadis Internasional ini.

Di tengah tantangan yang kian mengglobal dan peradaban yang terkikis. Siapapun anak gadisnya, anak persempuan yang tumbuh dewasa.

Anak gadis harus terus berhati-hati dalam pergaulan. Selalu dekatlah pada agama agar kalian terselamatkan dari pergaulan bebas dan peradaban semu yang menyesatkan. Jadilah anak gadis yang siap untuk menjadi lebih tua dari hari hari ini.

Karena sekarang dan hari-hari ini...

Banyak anak gadis menangis bukan karena mereka lemah. Namun karena telah lelah berpura-pura tersenyum meski hatinya terluka.... Jangan ada anak gadis yang terkikis peradaban bengis !! #SelamatkanAnakGadisKita

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun