Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kisruh UNJ, Salah Saya Apa?

30 Agustus 2017   13:46 Diperbarui: 31 Agustus 2017   12:06 4222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Bermula dari sini...

Tiba-tiba teman saya, sekelas waktu di IKIP Jakarta dulu. Ia bertanya, "Itu UNJ kenapa sih, kok masalah melulu?" Saya kaget aja, dan cuma bisa tersenyum dalam hati. Apa pasalnya? Teman saya itu Wakepsek yang jarang nelpon. Ehh, giliran nelpon nanya masalah yang terjadi UNJ. Terus saya harus jawab apa coba? Ayo, saya harus jawab apa?

Daripada ngalor-ngidul gak karuan. Saya bilang aja "gak ada masalah, itu urusan internal mereka yang digadang-gadang ke luar. Udah elo kerja aja yang bener, terus bilangin ke orang yang tanya #UNJKeren". Gitu jawab saya kepada teman tadi.

Gak tahu terpaksa apa gak. Saya jadi tuliskan ini. Tentang "masalah yang merundung UNJ hari-hari ini". Tentang almamater saya, tentang kampus tempat saya menimba ilmu. Bahkan tempat saya belajar 2 hal penting "kultur akademis dan akomodasi konflik". Maklum dulu, jelek-jelek gini, saya pernah jadi Ketua HMJ, Ketua SEMA Fakultas, Ketua III SM IKIP Jakarta.

Begini ya...

Kisruh di UNJ itu gak pantes banget. Mengenaskan lagi memalukan buat ukuran PTN di kota Jakarta. Bukannya sibuk urusan prestasi akademis malah sibuk urusan dalem rumah tangga sendiri. Terlena. Akhirnya jadi begini. Kenapa? KARENA SEMUA SIBUK BERSIASAT. BUKAN SIBUK NIAT CARI SOLUSI. Kasihan aja alumni UNJ di luar sana, jadi puyeng gak karuan. Yang ditanya jadi "siapa yang salah". Kenapa gak nanya "gimana benarnya?"

Begini ya...

Apa sih masalahnya? Kok bisa ada di kampus yang terhormat "plagiarisme?" Kok bisa dosen-dosen kritis yang bagus malah "dilaporkan" ke polisi? Itu masalah orang banyak atawa masalah kampus itu? Terlepas dari masalahnya, sekarang ini ada yang hilang di UNJ, menurut saya. Lenyap kalo gak mau dibilang kebablasan. KULTUR AKADEMIS DI UNJ SUDAH MATI. 

Plagiarisme, sungguh gak boleh ada dan gak pantes bermukim di lingkungan kampus. Termasuk mau seberkuasa apapun, gak boleh seorang rektor "mempidanakan" dosen-dosennya yang kritis. Atas alasan apapun, atas niat apapun. KULTUR AKADEMIS harus dikedepankan.

Saya gak ingin menyederhanakan masalah. Perselingkuhan di dalam rumah tangga itu, masalah serius. Fatal dan berdampak negatif. Tapi, apakah kisah "selingkuh" itu harus diumbar ke luar? Si suami cerita, selingkuh gara-gara istrinya begini begitu. Si istri cerita, si suami telah berselingkuh, gak bener dan begini-begitu. Ya wajar aja, orang yang diceritain jadi bingung. Siapa yang benar, siapa yang salah.

Jadi, kalo ada masalah internal di kampus. Ya selesaikan saja sesuai mekanisme yang berlaku, sesuai prosedur. Gunakan akal sehat dan hati nurani. Duduk bareng, jangan libatkan yang gak perlu terlibat. Kalo gak sepakat juga, ya sudah proses hukum dan tunggu hasilnya. 

Saya harus percaya mekanisme yang berlaku, dan prosedur yang ada. Karena KEBENARAN HARUS TETAP DI ATAS HARGA DIRI. Katanya kita orang kampus, tapi mengapa gak bisa "berdialog" untuk tuntaskan masalah internal?

Begini lagi ya...

Kedua soal AKOMODASI KONFLIK. Siapa sih orang atawa kampus yang gak punya masalah? Apa ada tempat yang bebas dari konflik? Menurut saya gak ada, kecuali di surga. Dalam konteks ini, saya lihat UNJ GAGAL mengakomodasi konflik yang ada di internal mereka. Mungkin, mereka terbuai oleh AROGANSI INTELEKTUAL, kesombongan akademis. Saling ego, saling gak mau mengalah. 

Kita itu, gak bakal bisa mengharmonisasikan semua elemen, semua unsur di kampus. Pasti ada yang mbalelo, nakal, kritis atawa lainnya. Nah, sebagai institusi PT, harusnya pejabat kampus itu harus bekerja keras untuk "mengakomodasi konflik" yang ada. Harus turun tangan semuanya; harus peduli tuk cari solusi dari masalah; tuk redam konflik yang terjadi. Bukan "sibuk bersiasat" yang gak jelas juntrungannya. Terus, mau sampai kapan UNJ begini?

Terus terang aja. UNJ itu gak ada masalah ini aja, sudah punya masalah. Banyak banget masalah UNJ. Soal kualitas belajar, soal prestasi yang diharapkan, soal riset yang harus dikedepankan, soal citra kampus, soal lingkungan kampus yang "gak layak", soal gimana bikin "good news" daripada "bad news"...

Jadi apa solusinya?

Lha, saya ini siapa. Gak mungkin bisa kasih solusi atawa jalan keluar. Tapi kalo boleh saran, UNJ HARUS UTAMAKAN KULTUR AKADEMIS DAN AKOMODASI KONFLIK.

Apapun masalahnya. Gak ada istilah "nasi sudah jadi bubur" karena kita bukan pedagang kaki lima; yang nyari untung sesaat. UNJ itu kampus, bukan rumah tangga bukan organisasi massa. Harus ada "keteladanan dalam menyikapi masalah/konflik". Jujur, saya sih gak sudi kalo "almamater tercinta" jadi berjibaku dengan soal-soal yang gak produktif. Daya juang, energi dihabiskan untuk "sesuatu" yang malah mencoreng almamater.

Kita semua, sebagai orang kampus, harus pegang prinsip "akal sehat dan hati nurani". Gak boleh ada plagiarisme di kampus. Gak boleh ada rektor polisikan dosennya. ORANG KAMPUS ITU SELALU BERSEDIA MENGAKUI KESALAHAN. DAN MINTA MAAF JIKA TERBUKTI. Berdialog-lah dengan kepala dingin, hati yang bersih, objektif dan bela kebenaran. Itu semua sikap ilmiah lho saat saya kuliah Filsafat Ilmu dulu di UNJ.

Suka gak suka, mau gak mau, UNJ itu almamater tercinta saya. Ijazah dan ilmu yang kini saya miliki, asalnya dari UNJ. Dan itu gak bisa saya tipp-ex, gak bisa dihapus.

Tadinya saya juga gak mau nulis ini. Karena buang-buang energi. Tapi karena tanggung jawab moral dan ada yang nanya. Jadi saya harus bersikap, merespon sebisa saya.

Jadi sekarang, harusnya sih gak ada soal yang gak bisa diselesaikan. UNJ sebagai institusi pendidikan harusnya fokus pada aktivitas produktif terkait Tri Dharma PT (pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat) dan harus ada "kesadaran bersama" tuk penguatan elemen internal kampus UNJ, baik mahasiswa, dosen, alumni dan struktural. 

Reposisi kembali, apa itu KULTUR AKADEMIS? Tentu yang fair, yang objektif. Belajar lagi gak masalah tuk gimana cara AKOMODASI KONFLIK internal. Semua harus tuntas, harus objektif.

Kita sering lupa, konflik yang berlarut-larut dan gak terselesaikan. Suatu saat itu bisa "dikemas" oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Bukan su'udzon sih, siapa yang jamin "kasus ini", gak ada yang manfaatkan? Kalo ada "orang luar" terlibat itu pasti bukan tambah beres. Biasanya malah jadi gak beres. 

Jadi buat keluarga besar UNJ, perkuatlah keadaan "di dalam" agar tidak dimainkan "di luar". Iya saya paham ini soal serius. Tapi coba selesaikan "masalah yang bermula di dalam" ya di dalam saja. Jangan mau "digoreng" dari luar ...

Begini ya... saya ini apalah. Cuma seorang alumni doang. Gak punya kuasa, gak punya pengaruh. Hanya kepedulian dan rasa cinta yang menjadikan saya nulis ini.

Tolong buat civitas akademika UNJ, khususnya Senat Guru Besar UNJ.

Besok-besok, kalo memilih rektor pakailah "akal sehat dan hati nurani". Seleksi yang ketat dan profesional, tanpa iming-iming apapun. PILIH ORANG YANG SUDAH KELAR DENGAN DIRINYA SENDIRI. Karena orang yang "belum kelar" dengan dirinya sendiri itu berat lagi sulit. Gak bakal bisa majuin kampusnya, gak bakal bisa mendulang "medali emas". Kenapa? Karena belum kelar sama dirinya sendiri. Boro-boro bikin kelar orang lain. Sibuk buat dirinya dulu.

Nafsu berkuasa, mencontek, menjiplak, korupsi, kolusi, nepotisme itu terukur. Bukan hal yang "ghaib". Bisa kelihatan kok dari sikap, perilaku dan gerak-geriknya. Sifat dan perilaku jelek itu hanya terjadi pada mereka yang gak kelar pada dirinya sendiri. 

Jadi besok-besok, jangan pilih rektor yang gak kelar dengan dirinya sendiri. Kampus zaman sekarang itu tantangannya berat. Berat banget. Ilmu kita, zaman, peradaban dan kebobrokan itu makin bergelombang. Kita hak bakal mampu hadapi sendiri. Hanya bersama-sama dalam kebaikan, kita baru bisa jadi "pemenang" kalo gak mau jadi "pecundang". Sekali lagi, jangan pilih rektor yang bakal jadi masalah. Itu sudah cukup buat kampus. Cari rektor yang bisa bikin kampus jadi kayak kabupaten Surabaya, Banyuwangi, Bantaeng, Purwakarta dan sebagainya. Dulunya gak terkenal, sekarang jadi dikenal... ciamikk banget kalo bisa begitu.

Siapapun kita. Jangan orang kampus, orang kampung kalo disuruh bikin "berita jelek" itu gampang. Tapi yang susah itu, bikin "berita baik". Karena kalo gak benar-benar baik gak bakal bisa jadi berita baik. Dan percayalah, orang jahat itu -mau lagi berkuasa atau tidak- pada saatnya akan "ketahuan" juga. Kan kita disuruh ikhtiar saja, selebihnya biarkan Allah yang bekerja untuk kita ...

Di ilmu Bahasa dan Sastra Indonesia, tempat saya belajar di IKIP Jakarta dulu. Ada pelajaran peribahasa atawa pepatah. Atau biasa disebut ungkapan atawa perumpamaan. Nah mungkin pepatah Jawa ini cocok buat UNJ hari ini, siapapun. Termasuk saya.

AJA KUMINTER MUNDAK KEBLINGER. AJA CIDRA MUNDAK CILAKA

Jangan merasa paling pintar agar tidak salah arah. Jangan suka berbuat curang agar tidak celaka.

Ehh, lagi asyik-asyik nulis ini. Gak tahunya saya ditelpon temen lagi. "Ehh, itu ada apa sih di UNJ, kok beritanya jelek banget sih. Malu-maluin aja. Elo gak bisa apa selesaiin?"

Saya jadi pengen nangis. Emang salah saya apa? Saya ini bukan orang UNJ, saya cuma alumni UNJ. UNJ itu almamater tercinta saya. Tempat saya tidur di kampus selama kuliah, tempat saya pacaran, tempat saya berorganisasi, tempat yang menjadikan saya "apa adanya" bukan "ada apanya"...

Hai civitas UNJ, berhentilah untuk tidak produktif. Masih banyak PR kita ke depan untuk citra kampus yang lebih baik, lebih bermartabat. GAK TERLALU PERLU UNTUK SIBUK BERSIASAT. KITA HANYA PERLU LAPANG DADA UNTUK MEREDAM YANG JELEK, SEGERA BERGANTI YANG BAIK.

Pertanyaannya sederhana. Renungan sederhana. SEMUA INI, LEBIH BANYAK MUDHARAT APA MASLAHAT ??

Jadi, kalo bukan kita, siapa lagi ? Salam ciamikk.... #UNJTetapKeren #UNJKerenTerus

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun