Jadi sekarang, harusnya sih gak ada soal yang gak bisa diselesaikan. UNJ sebagai institusi pendidikan harusnya fokus pada aktivitas produktif terkait Tri Dharma PT (pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat) dan harus ada "kesadaran bersama" tuk penguatan elemen internal kampus UNJ, baik mahasiswa, dosen, alumni dan struktural.Â
Reposisi kembali, apa itu KULTUR AKADEMIS? Tentu yang fair, yang objektif. Belajar lagi gak masalah tuk gimana cara AKOMODASI KONFLIK internal. Semua harus tuntas, harus objektif.
Kita sering lupa, konflik yang berlarut-larut dan gak terselesaikan. Suatu saat itu bisa "dikemas" oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Bukan su'udzon sih, siapa yang jamin "kasus ini", gak ada yang manfaatkan? Kalo ada "orang luar" terlibat itu pasti bukan tambah beres. Biasanya malah jadi gak beres.Â
Jadi buat keluarga besar UNJ, perkuatlah keadaan "di dalam" agar tidak dimainkan "di luar". Iya saya paham ini soal serius. Tapi coba selesaikan "masalah yang bermula di dalam" ya di dalam saja. Jangan mau "digoreng" dari luar ...
Begini ya... saya ini apalah. Cuma seorang alumni doang. Gak punya kuasa, gak punya pengaruh. Hanya kepedulian dan rasa cinta yang menjadikan saya nulis ini.
Tolong buat civitas akademika UNJ, khususnya Senat Guru Besar UNJ.
Besok-besok, kalo memilih rektor pakailah "akal sehat dan hati nurani". Seleksi yang ketat dan profesional, tanpa iming-iming apapun. PILIH ORANG YANG SUDAH KELAR DENGAN DIRINYA SENDIRI. Karena orang yang "belum kelar" dengan dirinya sendiri itu berat lagi sulit. Gak bakal bisa majuin kampusnya, gak bakal bisa mendulang "medali emas". Kenapa? Karena belum kelar sama dirinya sendiri. Boro-boro bikin kelar orang lain. Sibuk buat dirinya dulu.
Nafsu berkuasa, mencontek, menjiplak, korupsi, kolusi, nepotisme itu terukur. Bukan hal yang "ghaib". Bisa kelihatan kok dari sikap, perilaku dan gerak-geriknya. Sifat dan perilaku jelek itu hanya terjadi pada mereka yang gak kelar pada dirinya sendiri.Â
Jadi besok-besok, jangan pilih rektor yang gak kelar dengan dirinya sendiri. Kampus zaman sekarang itu tantangannya berat. Berat banget. Ilmu kita, zaman, peradaban dan kebobrokan itu makin bergelombang. Kita hak bakal mampu hadapi sendiri. Hanya bersama-sama dalam kebaikan, kita baru bisa jadi "pemenang" kalo gak mau jadi "pecundang". Sekali lagi, jangan pilih rektor yang bakal jadi masalah. Itu sudah cukup buat kampus. Cari rektor yang bisa bikin kampus jadi kayak kabupaten Surabaya, Banyuwangi, Bantaeng, Purwakarta dan sebagainya. Dulunya gak terkenal, sekarang jadi dikenal... ciamikk banget kalo bisa begitu.
Siapapun kita. Jangan orang kampus, orang kampung kalo disuruh bikin "berita jelek" itu gampang. Tapi yang susah itu, bikin "berita baik". Karena kalo gak benar-benar baik gak bakal bisa jadi berita baik. Dan percayalah, orang jahat itu -mau lagi berkuasa atau tidak- pada saatnya akan "ketahuan" juga. Kan kita disuruh ikhtiar saja, selebihnya biarkan Allah yang bekerja untuk kita ...
Di ilmu Bahasa dan Sastra Indonesia, tempat saya belajar di IKIP Jakarta dulu. Ada pelajaran peribahasa atawa pepatah. Atau biasa disebut ungkapan atawa perumpamaan. Nah mungkin pepatah Jawa ini cocok buat UNJ hari ini, siapapun. Termasuk saya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!