Â
Jadi, gak perlu membungkam kritikan, gak perlu takut beda pendapat, gak usah tabu berseberangan pemikiran. Karena itu semua, justru membuat kita tetap bergerak, tetap dinamis. Bukan malah merasa nyaman lalu gak mau berbuat apa-apa. Katanya, orang kampus gitu lho ...
Orang kampus itu, kalo gak sama bukan berarti gak boleh beda. Itu berarti, beri "ruang terbuka" agar kritikan, konflik tetap hidup di kampus. Buatlah FORUM KRITIK yang elegan, tempat brainstorming dan berbadai pikiran untuk memajukan kampus itu sendiri.
KRITIK ITU BUTUH RUANG BUKAN UANG. JANGAN CARI HARMONI BILA BIKIN SESAT; CARI DISHARMONI BILA BIKIN HEBAT.
 Â
Duhh, maaf ya. Kok jadi ngalor-ngidul gini.
Kembali ke soal "ketika Alumni IKIP Jakarta (sekarang UNJ) menyambangi Sang Guru, Prof. Dr. Conny Semiawan" di rumahnya. Buat saya, inilah momentum untuk "memanggil kembali" kenangan lama untuk pergerakan IKIP Jakarta (sekarang Universitas Negeri Jakarta) ke depan yang lebih baik. UNJ yang lebih terkenal prestasi akademisnya. Bukan masalahnya yang gede atawa apapun yang gak produktiif buat civitas dan kampusnya.
Apa fakta UNJ hari ini? Lalu, gimana kita menyikapinya ? Mau ngapain ?
Tahun 2015 versi KemenRistekDikti (tidak ada versi terbaru: di sini), UNJ berada di peringkat ke-60. Kalah dari Tadulako, Mahasaraswati Denpasar atawa Muhammadiyah Jakarta. Kalo versi terbaru 2017 lebih mengerikan, UNJ ada di peringkat ke-78 (100 besar kampus di Indonesia versi  4ICU yang dirilis Januari 2017: http://www.4icu.org/id/). Bahkan jika dibandingkan PT eks IKIP/LPTK di Indonesia, UNJ berada di peringkat ke-9 dari 12 LPTK. Ironis, dan penting untuk disikapi. Karena UNJ merupakan PT Negeri yang ada di Jakarta.
Masih belum puas? Silakan aja di-googling tentang UNJ.
Lebih banyak "berita baik" atawa "berita buruk". Aneh aja, kalo nama kampus di-googling lebih banyak berita buruknya, mulai dari soal DO mahasiswa, kasus korupsi, pelecehan seksual, kampus banjir, dan sekarang soal "dosen yang dipolisikan". Ya, tentu pasti juga UNJ punya "berita baik". Tapi faktanya, kenapa lebih banyak "berita buruk" daripada "berita baik". Kalo civitas UNJ sehari main internet dan smartphone3 jam sehari saja, kenapa gak create "berita baik" tentang UNJ. Kenapa gak bisa? Kenapa sih, kalo ada berita jelek, kita gak mau bikin berita bagus ... biar imbang gitu llho.
Buat saya, UNJ itu gak akan bisa HARUM DI LUAR jika gak bisa SELESAI dengan urusan kampusnya sendiri. Sebagai kampus, harusnya UNJ FOKUS PADA KEBIJAKAN DAN KEGIATAN YANG BERORIENTASI PADA PRESTASI AKADEMIS. Semuanya, baik mahasiswanya maupun dosennya apalagi pimpinannya.