Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pikiran Lumpuh dan Pepatah Buat Simpatisan Pilkada

16 April 2017   10:21 Diperbarui: 16 April 2017   19:00 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Pikiran lumpuh. Kenapa gak mungkin ?

Sangat mungkin bahkan patut dimaklumi. Karena kodrat manusia itu hidupnya cuma di atas 2 azas, yaitu naluri dan akal.

Sebab naluri, manusia akan berjuang mati-matian untuk merebut apa yang dikehendaki orang lain. Mereka bergerak karena naluri demi nafsu, selera, keinginan, dan kepentingan pribadinya.

Sebab akal, tentu bukan untuk menentang naluri. Tapi memberi kekuatan mengatur cara-cara yang bisa ditempuh agar nafsu dan kepentingan pribadinya berlangsung mulus. Mereka bergerak karena akal mengajarkan untuk menghindar dari kekalahan, dari penghancuran yang tidak wajar.

Apakah itu baik? Gak tau, baik tidaknya. Karena “kebaikan” di mata mereka HANYA objek nafsu dan selera semata; dan yang terpenting kepentingan mereka terpenuhi dan terhindar dari kematian yang mengerikan.

Ketika naluri dan akal berpadu, bersinergi. Di situlah manusia gak akan pernah istirahat dari kecemasan yang dia bangun sendiri. Menjadikan mereka selalu gak puas, dan ingin menang sendiri. Naluri dan akal kalo udah ngumpul, seremnya luar biasa. Mereka akan berbohong dan saling menipu satu sama lainnya. Itulah inti hidup di atas “keinginan yang gak pernah berhenti akan kekuasaan dan kekuasaan” (restless desire of power after power).

Maka wajar buat siapapun. Ketika nafsu berkuasa lahir, maka setiap orang selalu melihat orang lain sebagai ancaman, sebagai serigala yang siap memangsa dirinya (homo homini lupus).

Duhh, maaf nih. Kenapa Si Kuple jadi ngelantur begini.

Kembali ke pepatah, peribahasa aja deh. Dulu nenek moyang kita, dibesarkan oleh banyak pepatah. Agar hidupnya hati-hati, ada wejangan yang dijadikan pegangan. Kalo sekarang, kita hidup di era digital, era yang serba instan. Era di mana tanpa belajar pun semua orang bisa dan boleh “berceramah” walau belum tentu dilakonin. Era “memberi pelajaran” tanpa perlu “mempelajarinya apalagi melakoninya”.  

Kadang, kita masih butuh pepatah-pepatah itu. Biar eling, biar mawas diri.

- Awak yang tidak pandai menari dikatakan lantai yang terjungkat.

- Gajah bertengger di pelupuk mata tiada tampak, kuman di seberang lautan tampak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun