Pikiran lumpuh. Kenapa gak mungkin ?
Sangat mungkin bahkan patut dimaklumi. Karena kodrat manusia itu hidupnya cuma di atas 2 azas, yaitu naluri dan akal.
Sebab naluri, manusia akan berjuang mati-matian untuk merebut apa yang dikehendaki orang lain. Mereka bergerak karena naluri demi nafsu, selera, keinginan, dan kepentingan pribadinya.
Sebab akal, tentu bukan untuk menentang naluri. Tapi memberi kekuatan mengatur cara-cara yang bisa ditempuh agar nafsu dan kepentingan pribadinya berlangsung mulus. Mereka bergerak karena akal mengajarkan untuk menghindar dari kekalahan, dari penghancuran yang tidak wajar.
Apakah itu baik? Gak tau, baik tidaknya. Karena “kebaikan” di mata mereka HANYA objek nafsu dan selera semata; dan yang terpenting kepentingan mereka terpenuhi dan terhindar dari kematian yang mengerikan.
Ketika naluri dan akal berpadu, bersinergi. Di situlah manusia gak akan pernah istirahat dari kecemasan yang dia bangun sendiri. Menjadikan mereka selalu gak puas, dan ingin menang sendiri. Naluri dan akal kalo udah ngumpul, seremnya luar biasa. Mereka akan berbohong dan saling menipu satu sama lainnya. Itulah inti hidup di atas “keinginan yang gak pernah berhenti akan kekuasaan dan kekuasaan” (restless desire of power after power).
Maka wajar buat siapapun. Ketika nafsu berkuasa lahir, maka setiap orang selalu melihat orang lain sebagai ancaman, sebagai serigala yang siap memangsa dirinya (homo homini lupus).
Duhh, maaf nih. Kenapa Si Kuple jadi ngelantur begini.
Kembali ke pepatah, peribahasa aja deh. Dulu nenek moyang kita, dibesarkan oleh banyak pepatah. Agar hidupnya hati-hati, ada wejangan yang dijadikan pegangan. Kalo sekarang, kita hidup di era digital, era yang serba instan. Era di mana tanpa belajar pun semua orang bisa dan boleh “berceramah” walau belum tentu dilakonin. Era “memberi pelajaran” tanpa perlu “mempelajarinya apalagi melakoninya”.
Kadang, kita masih butuh pepatah-pepatah itu. Biar eling, biar mawas diri.
- Awak yang tidak pandai menari dikatakan lantai yang terjungkat.
- Gajah bertengger di pelupuk mata tiada tampak, kuman di seberang lautan tampak.