Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Panggil Aku Ayah; Bukan Pahlawan Keluarga

12 November 2016   09:31 Diperbarui: 12 November 2016   10:05 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Panggil aku, Ayah. Ayah dari 3 orang anak yang menyenangkan hati. Banyak orang bilang, aku ayah yang tidak ganteng. Tidak masalah. Banyak yang bilang aku ayah yang jelek. Lagi-lagi, tidak mengapa. Karena sebagai ayah, aku tidak peduli dengan pendapat orang. 

Buatku, ayah itu, arti dan makna bagi anak-anaknya?

Satu yang pasti, hingga saat ini, aku tidak pernah memikirkan kenapa aku dipanggil ayah? Bahkan aku juga tidak tahu hubungan namaku dengan panggilan ayah? Sebagai Ayah, akupun bukan antonim dari Ibu … 

Panggil Aku Ayah, bukan untuk dijuluki “pahlawan keluarga”, bukan pula pendamping bagi para “pahlawan emansipasi” seperti di negeri sebelah.

Pernah suatu kali, seseorang bertanya,“Kenapa sih kamu harus dipanggil Ayah?

Aku jawab sederhana. Panggilan AYAH itu sebuah harapan. Harapan untuk menjadi lelaki yang baik. Harapan untuk menjadi bapak dari anak-anakyang patut diteladani. Harapan untuk menjadi pendamping seorang istri yang apa adanya. Ayah, yang tak mau tergerus oleh gemerlap kota. Tak mau terbelenggu gaya hidup semu. Tak mau mengurusi orang lain. Tak mau berkeluh kesah,tak mau berpikir negatif. AYAH yang HANYA ingin melakukan yang terbaik, mengerjakan yang harus dikerjakan. AYAH yang PEJUANG…

[caption caption="Panggil Aku Ayah"][/caption]

Panggil aku AYAH. 

Sebutan yang orang tuaku patut bangga menyematkan nama di diriku dulu saat dilahirkan. Lelaki yang selalu bersyukur atas apa yang dimiliki. Lelaki yang sabar menjalani cobaan. Lelaki ikhlas yang menerima setiap penggalan kehidupan.Dan lelaki yang tawakal dalam segala keadaan. Maka panggil aku AYAH, Seperti senja yang tak pernah berduka walau menunggu waktu untuk tenggelam. 

Panggil aku AYAH.

Lelaki sederhana yang tahunya berjuang unntuk keluarganya, untuk sesama.Dari dulu hingga kini, istiqomah. Aku, ayah yang ing tetap bertahan menjadi sosok yangsederhana, pekerja keras, bertanggung jawab, pintar. Dan yang terpenting, aku selalu tampil apa adanya. Seperti senja, yang lebih terbiasa memberi, dan tak pernah meminta tolong walau ia hendak tenggelam sekalipun.

Panggil aku AYAH.

Mungkin tampangku kurang berkenan. Mungkin omonganku terlalu to the point. Mungkin aku terlalu apa adanya. Sebagai AYAH,  aku hanya lelaki biasa sajaTapi aku, AYAH yang seperti senja. Selalu setia menjalani waktu sore tanpa pernah meragukan kuasa-Nya. Karena aku percaya, setiap masalah itu ada untuk mendewasakan dan menguatkan bukan menjatuhkan. Aku tak mau putus asa. Karena itu berarti, aku salah dalam memandang masalah.

Panggil aku AYAH.

Aku pun tak perlu dipanggil “pahlawan keluarga”. Aku hanya ingin tak pernah berhenti berjuang untuk menjadi suami, menjadi ayah yang lebih baik lagi dari hari-hari kemarin. Lelaki yang sangat mencintai ibu. Lelaki yang lebih sering menangis karena mengingat ibu. Lelaki yang menjadikan ibuku adalah segalanya,sumber restu dan kebaikan. Panggil aku AYAHmaka aku bangga dengan sebutan itu.

Panggil aku AYAH. Karena dulu, aku pernah bertanya pada ayahku.

Ayah, bagaimana aku bisa jadi laki-laki sejati?”

Lalu, ayahkku menjawab: Nak, kamu harus tahu ..…

Laki-lakisejati itu bukan dilihat dari bahunya yang kekar. Tapi dari kasih sayangnya kepada orang-orang di sekitarnya.

Laki-lakisejati itu bukan dilihat dari suaranya yang lantang. Tapi dari kelembutannya mengatakan kebenaran.

Laki-lakisejati itu bukan dilihat dari kerasnya pukulan. Tapi dari sikap bijaknya memahami persoalan.

Laki-lakisejati itu bukan dilihat dari dadanya yang bidang. Tapi dari hati yang ada dibaliknya.

Laki-laki sejatiitu bukan dilihat dari jumlah barbel yang diangkatnya. Tapi dari tabahnya ia menghadapi pahit getir kehidupan.

Dan terakhir, laki-laki sejati itu bukan dilihat dari kerasnya membaca kitab suci. Tapi dari konsistennya ia menjalankan apa yang ia baca.

Panggil aku AYAH.

Agar aku tetap sadar dan paham. Senja itu boleh tenggelam, senja juga boleh mengawang. Senja iitu kadang di atas, kadang di bawah. Senja itu kadang indah, kadang genah. AYAH yang selalu sadar, jangankan mencari sinar mentari, meraih sinar bulan sabit pun sulit. 

Panggil aku AYAH. Lelaki yang kadang mengusung senja.

Karena senja adalah saat terbaik menceritakan kisah rinduku pada dunia. Sebab di sana aku temukan jawaban di antara angin dan pejaman mata. Senja yang selalu menyapa, bahwa masih banyak hal indah yang Allah ciptakan untuk hamba-Nya.

Panggil aku AYAH. Karena aku sangat yakin kekuasaan Allah selalu bergerak, berdinamika mendekati orang-orang yang dipilihnya. Seperti spiritku dari dulu bahwa, “segalanya dapat berubah dan berbuah

Panggil aku AYAH

Inilah harikemenanganku. Aku tak peduli kata orang lain. Aku hanya fokus pada apa yang aku harus kerjakan. Tanggung jawabku sebagai suami, sebagai ayah dari anak-anakku. Aku hanya lelaki biasa, yang harus mengabdi pada segala kebaikan. Apa saja yang baik-baik. Karena aku seorang AYAH, yang tak harus sempurna di mata siapapun. Tapi harus selalu mencari cara untuk memperbaiki diri.

Panggil aku AYAH.

Lelaki yang tak berusaha mengubah apapun walau aku memilikinya.  Karena aku sadar, tidak ada yang dapat mengubah diri seseorang selain dirinya sendiri.

Panggil aku AYAH. Aku hanya lelaki yang ikhlas mengerjakan apa yang harus kukerjakan. Selalu bergairah pada setiap apa yang aku lakukan. Selalu menjadikan setiap sudut aktivitasku sebagai ibadah. Menjadikan kebaikan sebagai cahaya, tempat senyum terkembang, dan tempat bahagia tercipta.

Panggil aku AYAH. Lelaki yang kadang mengusung senja. 

Karena aku tahu, saat senja enggan menyala. Itu tanda aku diberi izin untuk menyelami keteduhan-Mu,mengobati tiap ringkih kesepianku bersama-Nya.

Karena aku tahu, saat senja menyapa. Itu tanda aku sadar bahwa masih banyak hal indah yang Allah ciptakan untukku.

Karena aku tahu senja selalu mengajariku; berdoa itu suatu keharusan dan berusaha itu suatu kewajiban.

 

Panggil aku AYAH

Karena “Dari jiwaku inilah cinta dan ketulusan seorang lelaki dapat menjadi anak tangga menuju surga-Nya

Maka sekarang dan esok, panggil aku AYAH.

Sosok yang pelukannya selalu menghangatkan, senyumannya selalumembahagiakan. Sosok yang tahu gelombang hidup itu berat. Tapi tetap pantangmenyerah untuk mengarunginya.

Panggil aku AYAH, sosok yang merindukan; sosok yang selalu mudah dikenang. Bukan Pahlawan Keluarga.

SELAMAT HARI AYAH.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun