Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gue Gak Bisa Nulis (25); Nulis Gak Boleh Baper, Lepaskan Saja

30 April 2016   17:46 Diperbarui: 30 April 2016   17:50 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selamat datang di era Baper!!

Emang udah zamannya kali ya. Banyak orang pada bawa-bawa perasaan. Gak tahu kenapa? Mungkin udah gak punya lemari kali di rumah. Baper, baper … Ada walikota baper, ada politisi dipecat baper. Ada orang yang “berharap lebih” gak kesampean juga baper. Hebat banget ya. Kirain gue, baper cuma dirasain sama anak muda yang lagi pacaran. Gak tahunya semua umur lagi hobby baper…. Salam baper ahhh.

Gue Gak Bisa Nulis: Nulis Gak Boleh Baper

Sebenarnya sih, gak ada yang salah sama baper. Manusia banget kok. Namanya juga perasaan. Baper itu kan ekspresi orang. Gak masalah keless. Lagian juga semua orang pasti punya perasaan kan. Baper itu kan bentuk “reaksi” terhadap keadaan. Jadi sekali lagi, gak ada yang salah kok sama baper. Silakan baper gih … selamat menikmati aja ya.

Lha terus apa masalahnya sama baper?

Ya, kagak ada masalah kali. Namanya juga perasaan, kayak gimana aja boleh. Apalagi perasaan elo, gue mana peduli kali. Tapi asal tahu aja, jangan semua keadaan dibikin baper. Sampe gak bisa bedain becanda, gak bisa bedain nasehat. Semuanya di-baper-in. Kan gak mungkin juga hidup dikit-dikit baper. Gak di alam nyata, gak di alam medsos cuma bisa baper doang, galau gelisah. Sempit banget dunia, kayak hidup di “gang”.

Hidup itu untuk dinikmati, bukan untuk diratapi. Ngapain dikit-dikit bawaannya baper.

Lha kok nulis gak boleh baper? Nulis itu juga kan melampiaskan perasaan?

Iya bener banget. Perasaan itu penting untuk dituliskan. Dan setiap orang, termasuk penulis juga punya perasaan. Hanya saja, kenapa nulis gak boleh baper? Karena menurut kitab gaul, baper itu bawa perasaan. Sebuah keadaan di mana seseorang selalu melibatkan perasaannya. Apa-apa pake perasaan, dimasukin ke dalam hati. Orang yang baper itu super sensitif, mudah tersinggung. Maka menulis gak boleh baper, karena tulisannya bisa jadi gak enak, terlalu subjektif.

Perasaan memang penting dalam menulis. Karena perasaan bisa jadi “sumber” tulisan, cara untuik memulai tulisan. Setelah itu, menulis memerlukan realitas, objektivitas, dan logika yang kuat untuk merangkai kata demi kata. Agar bisa jadi tulisan yang berkualitas, tulisan yang enak dibaca. Maka nulis gak boleh baper. Menulis itu harus mampu melepaskan apa yang dirasakan tapi tetap bisa dikelola oleh pikiran.

Baca tulisan ini juga gak boleh baper. Bisa susah nanti, bisa bikin galau. Terus, siapa yang mau tanggung jawab?

Nulis gak boleh baper, lepaskan saja.

Karena menulis itu bisa jadi alternatif jitu agar kita bsia keluar dari rutinitas. Hidup itu kadang bikin jenuh, kadang monoton. Mungkin karena kesibukan kerja. Atau karena hidupnya gitu-gitu aja. Jadi gak ada variasi dalam hidup.

Nah jika itu yang terjadi, maka menulis adalah “pelarian’. Menulis itu tempat yang tidak memiliki “batas”. Dengan menulis, kita bisa eksplorasi imajinasi sehebat-hebatnya. Tidak ada yang melarang. Dan kita bisa jadi apa saja lewat menulis.

Kamu gak harus nulis kesehatan, meskipun kamu dokter. Kamu gak perlu nulis politik, biar kamu politikus. Kamu gak perlu nulis agama, meskipun kamu kyai. Dalam menulis, kita bebas mau nulis apa saja dan mau jadi apa saja.

Lewat menulis, kamu bisa lepaskan apa saja yang kamu pikirkan, yang kamu rasakan, yang kamu alami. Karena nulis bikin kamu keluar dari rutinitas. Karena nulis bisa “melepaskan diri” kamu dari kejenuhan, unplugged. Terlepas dari rutinitas di sekolah, di kantor, di kampus, di keseharian yang bikin stress.

Sekali lagi, bulis gak boleh baper. Lepaskan saja.

Kalo kamu benci sama orang, silakan. Tapi jangan bawa-bawa kebencian dalam tulisan. Kalo kamu gak respek sama Gubernur, gak masalah. Tapi jangan menebar hasutan dalam tulisan. Karena menulis, unplugged – prinsipnya melepaskan diri. Agar lebih rileks, lebih santai dan terlepas dari rutinitas yang menjenuhkan.

Nulis gak boleh baper.

Karena apa yang ada di depan kamu lebih penting daripada apa yang ada di belakang kamu.

Nulis emang gak boleh baper.

Karena setiap orang yang menulis asti punya tujuan. Entah, tujuan untuk mempublikasikan tulisan. Tujuan untuk hobby semata. Atau tujuan untuk memperoleh uang. Sah-sah saja, apapun tujuan dalam menulis.

Tapi satu hal yang patut diketahui dari tujuan menulis. Terkadang menulis juga bisa jadi alat untuk penyembuhan. Untuk menyembuhkan diri sendiri. Sebebas-bebasnya menuangkan segala pertanyaan hidup walau terkadang tidak terjawab. Asal sudah dituliskan, maka sembuh.

Jadi, mulailah untuk menulis. Menuliskan kejujuran dan suara hati nurani diri sendiri. Menulis bukan soal susah atau gampang. Menulis bukan soal bisa atau gak bisa. Tapi menulis soal mau atau tidak mau. Kalau gak sekarang kapan lagi? Kalo bukan kita siapa lagi? 

Selamat tinggal era baper! Ayo action untuk menulis..! #BelajarDariOrangGoblok

alf-all-57248d05e122bd11099fd9e5.jpg
alf-all-57248d05e122bd11099fd9e5.jpg
Gue Gak Bisa Nulis; Belajar Menulis Kreatif

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun