Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Racun Hidupmu itu Menyeramkan

31 Maret 2016   13:09 Diperbarui: 31 Maret 2016   13:19 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Racun itu menyeramkan.
Iya racun. Sejenis zat yang relatif jumlah sedikit tapi jika masuk ke dalam diri manusia. Bisa menyakitkan, bahkan bisa mematikan. Racun itu berbahaya. Seperti yang dialami Mirna, yang tewas akibat racun sianida. Sungguh racun itu menyeramkan.

[caption caption="Sumber: Pribadi - Racun dalam Diri"][/caption]

Kamu tahu gak? Racun yang menyeramkan juga bisa ada pada diri manusia. Racun yang hinggap di hati, di batin atau pikiran. Racun yang bikin energi negatif dalam berpikir atau bersikap. Racun yang merusak hidup manusia.

 

Racun dalam diri manusia.
Batinnya rusak. Pikirannya kotor. Wajar jika perilakunya pun beracun, toxic behavior. Maunya bertengkar, berpikir negatif, doyan bergesekan. Soal apapun, urusan apa saja. Milih Gubernur masih setahun lagi, tapi sudah menebar kejelekan kandidat. Menyuruh gak usah pilih Si A, pilih Si B.  Hingga bikin orang lain gak nyaman. Sungguh itu ibarat racun.

 

Racun itu menyeramkan. Jika gak sadar, bisa berjangkit pada orang-orang yang berpikir positif. Pribadi yang sehat pun bisa "sakit" akibat racun hati, racun pikiran. Seorang amazing people pun bisa rusak gara-gara racun dalam diri manusia.

 

Batin manusia itu bagaikan sepetak sawah. Bila tidak ditanami dengan bibit yang baik maka tidak akan bisa menuai hasil yang baik.

 

Racun dalam diri. Berhati-hatilah.
Racun ada di mana-mana. Racun bisa mewabah dan menjangkiti. Racun bisa bikin sakit, bahkan mematikan. Racun bisa ada di secangkir kopi. Racun bisa terselubung di balik makanan. Racun mungkin ada di sebelah kiri-kanan kita, di kawan kita. Atau racun bisa hinggap di dalam diri kita. Maka semua itu disebut BERACUN.

 

Racun itu menyeramkan.
Racun dalam diri, dalam pikiran, dalam hati bisa bikin orangnya berperilaku buruk, perilaku beracun atau toxic behaviour. Merusak hubungan antar manusia, bahkan gak sedikit orang lain dibuat menderita dan terbebani. Racun dalam diri, hidup penuh dengan racun sungguh berbahaya.

 

Emang apaan aja sih racun dalam hidup, racun dalam diri?
Lha emang kamu gak tahu. Banyak racun yang ada dalam diri tiap manusia. Setiap orang pasti punya potensi racun. Cuma ada yang bisa kendalikan, ada yang gak bisa dikontrol. Namanya juga racun, kalo dibiarkan bisa menjalar. Kalo segera diketahui bisa diredam.

 

KESOMBONGAN itu racun. Karena orang yang sombong itu cenderung menolak hal-hal yang baik. Orang sombong adrenalin hidupnya selalu negatif. Jika sombong menumpuk dalam pikiran dan hati, maka itulah racun terbesar yang bisa menutup kebenaran. Orang sombong itu merasa lebih superior dan sukses dibanding orang lain. Wajar kalo akhirnya gak punya empati karena keakuannya yang dominan.

 

Racun lainnya adalah KEMALASAN. Niat kamu sudah benar tapi sayang kamu sering menunda-nunda karena malas. Terlalu cepat jenuh membaca, belajar. Bahkan kerja pun gak rajin. Pemalas, baru sedikit ikhtiar sudah berharap hasil yang luar biasa. Manusia gak pernah bisa mencapai yang diharapkan tanpa usaha dan pengorbanan. Malas itu mematikan, racun kehidupan. Tidak ada orang sukses atau kaya tapi malas.

 

KETIDAKPEDULIAN juga racun hidup manusia. Tidak peka dan tidak peduli atas apa yang terjadi di dekat kita. Banyak orang sudah tidak bisa membedakan orang susah dan senang, gak tahu orang lapar dan kenyang. Karena sudah tidak peduli. Inilah racun yang bikin kekacauan dalam hubungan antar manusia. Gak ada lagi perhatian dan kepedulian. Ignorance, semua terjadi seolah karena nasib. Gak percaya lagi pada bantuan dan perhatian orang lain. Gak punya empati, hingga gak peduli orang lain menderita. Racun tidak peduli namanya.

 

EGOISME kamu itu racun. Merasa lebih penting dari yang lain. Merasa paling benar. Merasa paling berarti dari yang lain. Gak ada lagi keseimbangan dalam hidup. Berat sebelah, berpihak pada diri sendiri. Egois atau keakuan membuat hidup tidak lagi seimbang. Gak bisa menerima realitas. Gak ada lagi kebersamaan. Semua terserah diri kita, pikiran kita  Maka egoisme, menjadi racun terbesar yang membuat manusia bersikap apatis.

 

Maka wajar kamu akhirnya mengidap racun gemar PERTIKAIAN. Lebih senang konflik, doyan bertikai. Prinsipnya yang penting asal beda. Saling mendebat, bermusuhan sekalipun hanya sebab calon pemimpin. Semua aspek dilihat dari segi permusuhan, saling menyalahkan. Sungguh, racun ini mudah melahirkan luka perasaan dan dendam pada siapapun, akibat soal apapun. Ketika kamu gak mampu mengelola emosi dan egoisme maka disitulah pertikaian muncul.

 

Ujungnya, kamu mengidap racun PENYANGKALAN. Semuanya disangkal. Tidak tahu lagi mana yang benar dan mana yang salah. Hilang sudah kesadaran untuk berani mempertanggungjawabkan atas apa yang dilakukan. Putih dibilang hitam, atau sebaliknya. Menyangkal dan berpaling dari kebenaran. Semua demi harga diri, maka racun untuk menyangkal ada di dalam pikiran dan hati.

 

Racun hati, racun pikiran dalam diri kamu mengajak jauh dari perbuatan baik, semakin gemar terlibat dalam perbuatan jahat.

 

Racun dalam diri. Pergilah yang jauh.
Karena kita tidak sedang membela diri. Tapi kita perlu mengkaji diri. Siapa yang racun, mana yang racun dalam diri sendiri.

 

Setiap kita, harus meredakan dan mengurangi “racun-racun” dalam kehidupan kita. Agar lebih positif, lebih baik dalam berpikir, berucap dan bertingkah laku. Karena di dalam diri ada "pertarungan" unsur positif dan unsur negatif. Tinggal terserah kamu, mana yang mau dimenangkan?

 

Racun mewajibkan kita refleksi diri. Karena hanya orang yang sehat yang bisa mengubah racun menjadi obat; mengubah keluh-kesah menjadi harapan, mengubah hambatan menjadi tantangan.

 

Karena mash ada harapan di tengah kesulitan. Itu pasti asalkan kita menjauh dari "racun" hidup kita sendiri. #BelajarDariOrangGoblok

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun