Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari Hambalang (JKW) sampai Suramadu (SBY); Semoga Gak Salah Jurusan?

21 Maret 2016   22:08 Diperbarui: 21 Maret 2016   22:17 977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bangsa ini rame lagi. Presiden JKW kunjung ke Hambalang sambil geleng-geleng kepala, sambil nge-tweet “mangkrak”. Besoknya dibalas kunjungan mantan Presiden yang 10 tahun memimpin ke Jembatan Suramadu, sambil bilang, “Alhamdulillah, jembatan teranjang di Indonesia bisa selesai dan dinikmati masyarakat”. Gak tahu apa yang salah dari 2 kunjungan yang berdekatan waktu itu? Tiba-tiba, bangsa ini rame lagi. Seolah ada perseteruan di antara Presiden dan Mantan Presiden …

 [caption caption="Sumber: Pribadi - Semoga Gak Salah Jurusan"][/caption]

Dari Hambalang (JKW) Sampai Suramadu (SBY) tergiringlah opini.

Orang-orang pintar dan media, menjadikan momentum itu untuk membuat tafsiran sendiri. Menggiring opini publik, seakan ada perseteruan antara keduanya. Hambalang dijadikan simbol “mangkraknya” kepemimpinan presiden sebelumnya. Di sisi lain, Jembatan Suramadu dijadikan simbol “prestasi” pemerintahan SBY. Orang-orang pintar bilang itu semua “kunjungan sindiran” di antara Presiden dan Mantan Presiden RI. Dari Hambalang (JKW) Sampai Suramadu (SBY), menjadi sensasi baru. Bikin ramai lagi, bikin gaduh yang gak terlalu gaduh.

Menarik untuk dicermati. Apa yang terjadi di bangsa ini?

Semoga kita tidak sedang salah jurusan. Salah arah dalam membawa mau ke mana arah bangsa.

Semoga gak salah jurusan.

Semoga. Presiden gak salah jurusan. Mantan Presiden gak salah jurusan. Rakyat gak salah jurusan. Orang ppintar gak salah jurusan. Media juga gak salah jurusan. Gak salah jurusan untuk melihat setiap masalah secara objektif dan realistis. Gak perlu saling sindir menyindir. Kita butuh jurusan yang apa adanya, jurusan yang lebih banyak maslahat daripada mudharat.

Karena jika salah jurusan, apa yang akan terjadi?

Bangsa ini, kita semua sibuk hanya untuk mencari-cari kesalahan masa lalu. Bangsa ini dan kita sibuk mencitrakan diri sebagai orang yang paling berjasa atas sebuah prestasi di masa lalu. Sederhana saja, siapapun kita, siapapun dia, jika mendapat amanah sudah seharusnya bekerja dengan sebaik-baiknya. Jika pun ada yang salah, itu terjadi semata-mata karena ego dan nafsu buruk manusianya. Bangsa ini gak boleh salah jurusan.

Salah jurusan, gak boleh terjadi.

Karena hanya akan menyebabkan kita lelah mencari kekurangan orang lain. Mengeluh setiap saat karena beda pendapat, beda cara dalam bersikap. Menjadikan kita gak bangga punya pemimpin bangsa, gak bangga menjadi bagian dari bangsa yang menjadi tanah kelahiran kita sendiri.

SALAH JURUSAN, BIKIN SIAPAPUN YANG TAHU MENJADI GALAU. MENJADI CENGENG. JANGAN SAMPAI SALAH JURUSAN, SALAH PILIH ATAS YANG SUDAH DIPILIH.

Kamu pernah merasa salah jurusan gak?

Iya salah jurusan. Memilih tapi merasa salah memilih. Seperti kita Salah jurusan waktu sekolah. Salah jurusan waktu kuliah. Salah jurusan cinta, yang tadinya dikira cocok gak taunya gak cocok. Salah jurusan naik bis, tujuan ke mana tapi bis yang dinaikin ke mana? Salah jurusan kerja, pengennya kerja apa tapi nyatanya kerjaannya kayak gini. Itu semua artinya salah jurusan.

Salah jurusan itu seperti orang hidup.

Orang hidup itu punya banyak jurusan. Orang hidup punya banyak pilihan. Ingin jadi orang baik malah dicap orang jelek. Merasa sudah benar, gak taunya dianggap salah. Sudah melakukan yang optimal, tapi disangka gak lakukan apa-apa. Kelihatannya warna hitam, gak taunya putih. Seperti itulah orang yang salah jurusan.

Salah jurusan itu ada konsekuensinya.

Orang yang salah jurusan itu harus berani terima risiko. Apapun konsekuensinya harus diambil, gak bisa gak. Karena kita yang pilih. Karena kita yang gak tahu. Atau karena kita yang bodoh. Atau karena kita yang lengah. Hingga semuanya menjadi kacau balau. Hinga semuanya senang pada hal-hal yang gak substansi. Segala kunjungan presiden dan mantan presiden dipersoalkan. Itulah realitas orang-orang yang salah jurusan.

Salah jurusan, boleh jika memang harus terjadi. Tapi gak perlu juga melakukan pembenaran atas kesalahan. Salah jurusan gak perlu diualng-ulang. Kita butuh momentum untuk kembali ke “jurusan yang benar”, jurusan yang gak salah lagi.

Ribut untuk urusan kecil. Berisik pada soal yang gak substansi. Gaduh buat urusan ecek-ecek. Bersahutan untuk saling membela diri. Sungguh, buang-buang energi. SALAH JURUSAN, salah arah, salah jalan.

Akibatnya, salah jurusan bikin menyesal. Bikin rugi di belakangnya nanti. Bikin hidup gak nyaman. Salah jurusan, bikin kita cuma bisa menghitung untung rugi, baik dan buruk.

Terus, kalo gue salah jurusan emang masalah buat elo?

Iya gak sih. Kan kamu yang milih, kalo salah juga risiko kamu. Cuma kan kita bisa saling mengingatkan. Agar kita gak mengalami kesalahan yang sama. Gak salah di tempat yang sama. Salah jurusan juga gak masalah, asal kita segera sadar. Bahwa kita ada di tempat yang salah.

Salah jurusan, salah milih, salah apapun deh.

Sungguh keadaan itu gak baik buat kita. Gak sehat, gak bisa move on. Orang yang salah jurusan itu ambigu. Hidupnya bias. Antara mau atau gak mau, antara berjuang atau pamrih. Kamuflase dalam hidup.

Salah jurusan, ngeri aja kalo ada orang tersenyum sama kita tapi sebenarnya dia gak senang. Ngeri aja kalo ada yang memeluk kita tanda kangen tapi punya niat jahat. Salah jurusan itu mengerikan.

Salah jurusan, salah milih, salah apapun deh.

Emang bisa terjadi pada diri siapa saja. Tinggal kita mau apa gak memperbaiki diri. Kalo sudah dipilih, cintailah dan kerjakanlah. Tapi kalo masih ada kesempatan untuk mempertimbangkan, lakukan evaluasi dan bergeraklah ke jurusan yang benar. Biar gak salah jurusan.

Sahabat, kita memang gak boleh terlena pada salah jurusan. Tapi jika salah jurusan pun belum tentu salah masa depan.

Salah jurusan gak masalah. Karena hidup adalah pilihan. Termasuk pilihan untuk mengorbankan atau dikorbankan. Pilihan untuk mau menerima atau menolak. Karena selalu ada pelajaran dari setiap “salah jurusan”.

Oke sahabat, you can when you believe - kamu bisa ketika kamu percaya. Memang penting memikirkan apa yang akan kita tinggalkan nanti. Tapi jauh lebih penting kita bergerak mau ke mana kita menuju.

Belajarlah dari setiap kesalahan ….. #BelajarDariOrangGoblok

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun