Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gue Gak Bisa Nulis; Menulis Itu Ibarat Ngomong

13 Februari 2016   08:24 Diperbarui: 13 Februari 2016   10:43 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gue gak bisa nulis. Kita suka buru-buru bilang gak bisa menulis.
Katanya gak punya bakat. Emang siapa yang bilang menulis butuh bakat? Biar punya bakat juga kalo gak diasah, gak dilatih gak bakal jadi apa-apa. Bakat itu bukan ‘raja” dalam menulis. Bukan sesuatu yang gak bisa dibentuk. Semakin rajin latihan semakin rutin menulis, bakat menulis pun tumbuh.

[caption caption="Sumber: Pribadi - Gue Gak Bisa Nulis"][/caption]

Gue gak bisa nulis. Lagi-lagi kita suka buru-buru bilang gak bisa nulis.
Katanya gak punya minat. Gak tertarik untuk menulis. Emang agak susah sih kalo sudah gak minat. Tapi minat juga bukan sesuatu yang gak bisa dibangun. Zaman dulu banyak orang juga gak minat kulineran. Tapi gara-gara sekarang banyak tempat kuliner, banyak orang yang punya kegemaran kuliner kemana aja. Minat menulis itu bukan given, tapi bisa di-develop kok.

Gue gak bisa nulis.
Itu yang disebut mental block. Kendala mental. Belum ngelakonin tapi udah bilang gak bisa. Belum dicoba, belum dikerjain udah bilang gak bisa. Penyakit mental, kendala mental yang “sengaja” dibuat agar gak perlu melakukannya. Gak perlu menulis karena gak bisa, itu alasan paling gampang.

Gue gak bisa nulis.
Emang gampang cari alasan untuk gak menulis. Tapi sulit banget cari alasan untuk bisa menulis. Kenapa gak dibalik ya? Gampang cari alasan untuk menulis. Susah banget cari alasan untuk gak menulis. Mantap banget kalo kita bisa begitu.

Gue gak bisa nulis. Karena kita terlalu mudah bilang sibuk. Sibuk urusan kantor, sibuk wara-wiri, sibuk nguurus anak, sibuk bisnis, sibuk kulineran. Dan sibuk-sibuk yang lainnya. Okelah karena sibuk dan kesibukan itu urusan pribadi. Gak ada yang salah, gak ada yang benar. Tapi satu hal aja, apa benar gara-gara sibuk jadi gak bisa nulis?

Alhamdulillah. Dari sekitar tahun 2000-an hingga sekarang, saya masih sempat dan bisa menulis. Setiap hari menulis, utamanya di malam hari. Tapi kalo ada waktu senggang sedikit pasti saya gunakan untuk menulis. Masih konsisten dan istiqomah dalam menulis. Maka saya bilang “Gue Bisa Nulis”. Menulis adalah nafas saya, menulis juga doa buat saya.

Kalo ditanya orang, mengapa saya menulis setiap hari?

Jawabnya sederhana. Ada 3 hal yang bikin saya menulis setiap hari. Saya menyebutnya tujuan menulis:
1. Saya menulis apa yang saya alami sehari-hari, apapun bentuknya.
2. Saya menulis untuk mengingatkan diri sendiri, seperti ceramah pembuka khatib jumat.
3. Saya menulis dulu baru berbicara. Bukan berbicara tanpa menuliskannya.
Alhamdulillah lagi, dari tujuan menulis yang jadi orientasi hidup itu muncul komitmen untuk selalu menulis. Hingga kini menulis sudah jadi kebiasaan. Hingga kini sudah ribuan tulisan saya hasilkan, ratusan artikel koran saya goretkan. Dan sudah 12 buku yang mencantumkan nama saya sebagai pengarang atau editor. Menulis, ala bisa karena biasa. Sederhana sekali.

Gue gak bisa nulis.
Kata siapa? Itu cuma pembelaan bagi mereka yang pesimis. Cuma mental block yang gak mau berubah dari gak bisa nulis ke bisa nulis. Itu alasan yang gak bisa dipertanggungjawabkan. Karena sungguh, menulis itu mudah. Menulis itu ibarat ngomong.

Gue gak bisa nulis. Karena menulis dianggap beban. Harusnya menulis itu ibarat ngomong.
Kita kan jago ngomong. Apa aja bisa domongin, dikomentarin. Nah, tinggal dibalik aja. Semua yang mau diomongin ditulis dulu, jangan ngomong dulu tapi gak mau nulis. Ngomong-lah sesuatu yang sudah ditulis, pasti jadi lebih enak. Menulislah seperti saat kita ngomong, menulislah persis saat kita berbicara. Itu baru ciamikk.

Banyak nulis, banyak ngomong itu keren. Banyak ngomong gak pernah nulis itu gak keren.

Jadi gimana dong biar gue bisa nulis, biar bisa menulis seperti ngomong?
Resep saya sederhana. Dan sudah saya jalanin lebih dari 15 tahun. Menulis, menulis, dan menulis jadikan orientasi hidup. Apapun kondisinya, gimanapun keadaannya. Saya menulis dengan 3 cara:
1. RUTIN menulis setiap hari, tentang apapun dan gak pernah ditinggalin.
2. PERBANYAK tulisan, tentang apa saja.
3. Menulis itu KEBIASAAN, bukan lagi hobby.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun