“Menyendirilah sesekali di saat kita membutuhkannya. Karena setiap manusia pasti butuh menyendiri” papar Tono lagi.
Surti tak kuasa menahan haru dirinya. Tenggelam dalam renungan untuk menyendiri. Larut untuk segera berhijrah, dan menyendiri seperti yang dilakukan suaminya malam ini. Surti masih tertegun ...
Tono pun melanjutkan nasehatnya tentang menyendiri. Iya merenung tentang diri sendiri. Agar bisa tetap bersama sang pencipta. Dalam keadaan apapun, dalam situasi bagaimanapun.
"Ketahuilah Bu, menyendiri berarti kita berhenti sejenak. Kita tidak bergerak kemana-mana. Melainkan hanya merenung. Merenungkan perjalanan yang telah dilewati. Agar kita bisa lebih baik di hari esok" tukas Tono lagi.
“Bagaimana jika kita tidak pernah menyendiri, Mas?” tanya Surti.
“Siapa yang tidak pernah menyendiri di dunia hendaklah jangan menyesal di akhirat nanti. Apalagi saat kita punya masalah. Sedang gundah atau galau. Maka mereka akan menolakmu. Kecuali kamu menyetor wajah seperti yang mereka mau. Kamuflase. Ingatlah, kita punya Allah SWT. Kita adalah diri sendiri. Bukan orang lain. Maka mendekatlah pada-Nya. Temukanlah diri kita dalam kesendirian kita, bukan pada keramaian mereka” jawab Tono.
Surti pun tak kuasa menyimak nasehat Tono. Menetes air matanya. Ia ingin menyendiri. Segera mendekat pada Allah SWT. Mumpung di bulan puasa. Lampu pun dimatikannya. Surti ingin menyendiri, untuk uzlah....#Puasanya Surti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H