Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puasanya Surti: Saat Aku Menyendiri ...

25 Juni 2015   00:09 Diperbarui: 14 Juni 2016   22:38 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Tidak Bu. Menyendiri bukan pelarian. Tapi untuk merenung. Bergaul akrab dengan Sang Khalik. Dunia itu nisbi. Terlalu banyak mengikuti dunia, kita akan terombang-ambing dalam ketidakpastian. Kadang membuat kita lelah. Karena itu, kamu perlu sesekali untuk menyendiri. Itulah Uzlah, keluar dari kehidupan dunia” terang Tono.

“Saat ini, banyak orang menghabiskan waktu untuk memelihara hubungan dengan orang-orang lain. Padahal untuk memiliki hubungan yang baik dengan orang lain, kita harus punya hubungan yang baik dengan diri sendiri dulu. Gimana caranya? Kita harus meluangkan waktu untuk diri sendiri. Apapun caranya, luangkan waktu untuk menyendiri” tambah Tono.

“Sungguh, aku takut untuk menyendiri Mas?” sergah Surti.

“Tak perlu takut Bu. Kita harus latih untuk melewati waktu sendirian. Karena momen kesendirian itulah landasan kita menuju kebahagiaan yang sejati. Ada banyak cara menikmati kesendirian kita. Sesekali menghindar dari hiruk-pikuk keseharian. Toh nanti kita akan kembali ke akhirat pun sendiri” ujar Tono.

“Tapi, bagi banyak orang menyendiri itu identik dengan kesedihan atau kesepian kan?” tanya Surti lagi.

“Sungguh, sekali lagi tidak, Bu. Menyendiri bukan kesedihan. Bukan pula kesepian. Menyendiri itu marwah hidup manusia. Agar kita lebih kenal diri sendiri. Agar kita bisa merasakan terasing dari keramaian. Meski di zaman sekarang, orang yang menyendiri sering dianggap aneh. Apalagi saat ini kita mudah terhubung dengan berbagai media sosial dan pesta-pesta. Menyendiri hanya kita lakukan untuk kesendirian itu sendiri. Tak perlu tujuan atau apapun” tambah Tono.

“Lalu, seberapa lama kita harus menyendiri dari dunia, Mas?” Surti penasaran.

“Tak perlu lama. Sesekali saja menyendiri. Karena mayat pun bosan berlama-lama di kubur jika tidak ada malaikat bersamanya. Karena itu sesekali pergilah menyendiri agar kita 1) mau menghabiskan waktu dalam ibadah, 2) mau memutuskan hubungan dari orang lain sama sekali, dan 3) mau menghitung bahaya akibat dunia dan pergaulan yang terlalu ramai” nasehat Tono.

“Setidaknya dengan menyendiri, kita dapat membersihkan hati dari kelalaian. Uzlah hati. Melatih lahiriah diri kita bersama makhluk-Nya, tetapi jiwa tetap bersama Allah” lanjutnya.

Surti makin tertegun menyimak nasehat suaminya. Ia tersentak. Pentingnya manusia menyendiri.

Tono melanjutkan nasehatnya. Sambil berdiri dan meletakkan sorban di gantungan kamar.
“Ketahuilah Bu. Menyendiri adalah kebutuhan manusia. Seperti kita butuh toilet untuk buang air. Kebutuhan yang harus tersembunyi. Hanya dilakukan tanpa perlu diketahui orang banyak. Apalagi diteriaki dalam hingar-bingar tepuk tangan. Menyendiri, tidak seperti kita butuh makan atau pakaian yang bisa dipamerkan”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun