Mohon tunggu...
Faris Muhammad Syariati
Faris Muhammad Syariati Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Saat ini saya sedang menempuh pendidikan S2 di Salah satu Universitas Negeri di Seoul, Korea Selatan. Memiliki passion yang sangat besar dalam bidang teknologi informasi.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Era Menikah Muda? Melawan Pemikiran Stereotipe

19 September 2014   21:21 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:12 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya memutuskan untuk menikah di usia yang relatif muda (22 tahun) banyak sekali rekan-rekan saya yang berkomentar. Pertanyaan yang paling umum biasanya berkenaan dengan kemampuan finansial, dan sebagian besar lainnya adalah kesiapan mental. Tidak sedikit yang berkomentar sinis mengenai keputusan saya saat itu, baik dari atasan kantor, hingga keluarga sendiri. Namun, saya memang orang yang gampang tersulut, terutama jika harus melawan pribadi dengan pemikiran yang stereotype.

Saya dan istri hanya berbeda jarak usia 1 tahun. Kebetulan dia adalah adik kelas saya saat SMA. Tidak terlalu mengenal, ngobrol pun sesekali, sampai kami bertemu dan memutuskan untuk menikah pada Desember 2014 lalu. Yang menjadi kesamaan dari kami berdua adalah kondisi dimana kami sama sama fresh graduate. Notabene nya, dia lulusan D3 dan saya S1 dari universitas di kota yang berbeda. Tentu saja, kami masih minim pengalmanan hidup dan bekal secara finansial.

Awal kami menikah, tentu saja banyak hal-hal yang harus di sesuaikan. Dimulai dari menyesuaikan padangan/persepsi, pengaturan keuangan, pembagian tugas, dan lain-lain. Namun di luar dugaan, hal tersebut tidaklah berat, bahkan saya bisa menyatakan bahwa menikah muda adalah keputusan tepat yang telah saya ambil. Bertentangan dengan beberapa artikel yang saya baca mengenai "Kesalahan-kesalahan yang diambil di usia 20 tahun-an" atau "Hal-hal yang seharunya tidak di lakukan di usia 20 tahun-an" yang biasanya menyundutkan keputusan menikah muda. Ada beberapa pendapat mengapa menikah muda itu bernilai positif bagi saya.


  1. Meletakkan Pondasi Bangunan Bersama

    Jika anda seorang wanita, mungkin sebagian dari anda berfikir untuk menikahi laki-laki yang sudah mapan. Dan inverse-nya jika anda adalah seorang laki-laki, sebisa mungkin anda akan mengumpulkan pundi pundi untuk persiapan rumah tangga anda kelak. Saya tidak menyebutkan, hal tersebut salah. Namun yang perlu di garis bawahi adalah, bahwa istilah mapan adalah suatu yang sulit untuk di capai, karena mapan merupakan faktor yang bersifat tidak pasti dan kadang fuzzy.

    Perlu kita mengerti bahwa semakin besar penghasilan, maka pengeluaran dan liabilitas juga semakin besar, dan hal ini lah yang mungkin membuat anda merasa "saya belum bisa menikah karena belum mapan" atau "saya harus punya rumah dahulu, punya mobil, dan sebagainya", atau "saya sudah bekerja sangat keras, mengapa saya tidak bisa mapan ?", "perlukah saya pindah pekerjaan untuk mendapatkan upah lebih besar?"
    dan pada akhirnya, niat anda untuk menikah akan semakin menciut karena rasa takut atau tidak percaya diri untuk memenuhi kebutuhan berdua.

    Lalu, apakah menikah di usia muda bisa menutup masalah ini? Tidak. Tentu saja. Semua orang ingin hidup mapan. Namun yang membedakan adalah, ketika anda menikah di usia muda, anda tidak memikirkan hal ini seorang diri. Kuncinya adalah suami dan istri harus sama-sama mengerti bahwa mereka masih berada di titik paling bawah. Jika bisa di ibaratkan, mereka sedang membangun pondasi bangunan. Dan tentu saja berlaku untuk semua orang, bahwa tidak ada batas waktu untuk mengejar kapan anda bisa mapan. Jadi ini merupakan solusi yang cukup fair. Untuk saya pribadi saya selalu berfikir, "saya masih muda,  masih belum punya apa-apa, tapi saya punya partner untuk berjuang bersama, and it is very nice". :)

  2. Menikah Muda != Tua Mendadak, Melainkan Proses Pendewasaan yang Efektif

    Awalnya, saya berfikir menikah akan mengubah pola hidup saya 180 derajat. Saya akan merasa tua tiba-tiba. Kehilangan waktu untuk melakukan hobi saya, karena harus kerja overtime demi uang lembur, sibuk mengurusi anak, hari demi hari akan di liputi dengan kerja kerja dan kerja.

    Ternyata, manusia tidak bisa mengubah kebiasaannya dalam waktu singkat. Ada waktunya, dimana kebiasaan-kebiasaan lama dapat berubah. Memaksakan diri untuk dewasa dalam waktu singkat tidak akan memberikan dampak yang cukup baik, yang ada hanyalah terlihat konyol dimata orang-orang terdekat. Terimalah kondisi anda saat itu. Menikah bukan berarti otomatis dewasa, dengarkan pendapat orang tua anda, jangan tolak bantuan dari mereka karena itu adalah salah satu rezeki. Namun disamping itu  berusahalah sebaik mungkin untuk berfikir bijaksana.

    Jika ada yang berpendapat bahwa menikah muda itu buang-buang umur / masa muda, mungkin anda bisa menerima hal itu dengan lapang dada. Yang pasti, cobalah untuk berbannga, karena anda sudah melewati tahapan kehidupan dan pengalaman yang belum pernah dirasakan oleh rekan-rekan seumuran anda.

  3. Memperbaiki Pola Hidup dan Keuangan

    Yap. Ini adalah salah satu alasan kenapa saya senang dengan keputusan saya untuk menikah muda. Pada awalnya, saya berfikir bahwa menikah berarti melipat gandakan pengeluaran. Sederhananya:
    Misalkan, pengeluaran anda sebelum menikah adalah Rp.3,000,000 perbulan, maka setelah menikah pengeluaran anda menjadi Rp. 6,000,000 perbulan. Ini adalah logika yang memang masuk akal, namun inilah yang harus di akal-akali

    Setelah menikah, pengeluaran saya justru berkurang. Istri saya, bekerja sebagai ibu rumah tangga, dan pada awal saya menikah penghasilan saya tidak bertambah. Namun saya masih bisa menabung perbulannya. Kuncinya, adalah perubahan pola hidup. Lakukan analisa terhadap pengeluaran anda saat ini, seorang anak muda biasanya banyak sekali pengeluaran yang bersifat rekreatif. Seperti: Nonton di bioskop setiap minggu, hangout di coffee shop, belanja, hingga aktifitas yang sama sekali tidak berguna seperti dugem dan lain-lain. Inilah yang bisa di surpress untuk menekan pengeluaran, bahkan mengurangi nya.

    Setelah menikah, cobalah untuk mengatur pengeluaran tersebut. Alokasikan dana untuk hal-hal yang bersifat utang piutang dan tagihan, kemudian kebutuhan primer (beruntung jika istri masak di rumah, karena ini benar-benar menekan pengeluaran), sisanya bisa anda tabung atau untuk hal hal yang bersifat rekreatif.

    Untuk saya, rekreatif itu sangat penting, biasanya saya mengakali dengan nonton DVD bersama, olahraga bersama, jalan-jalan ke mall sekedar cuci mata, atau mungkin ke bioskop sekali 1 bulan. Well, not much differences at all, right? :)

  4. Bermimpi Lebih Tinggi

    Sebelum menikah, istri saya meminta saya untuk menonton Film Habibie dan Ainun. Film ini memberikan beberapa pelajaran yang bisa saya petik. Bahwa saat menikah dengan Ainun, Habibie adalah seorang mahasiswa Doktoral yang masih belum mapan.

    Initinya adalah, setelah menikah anda bisa mengejar cita-cita anda. Tapi ada satu hal yang perlu digaris bawahi. Ada kalanya menentukan siapa yang harus mengalah, dan siapa yang harus di dahulukan. Dalam film Habibie Aninun, Habibie mendahulukan studi nya, sembari Ainun mengandung dan memberikan support yang besar kepada Habibie. Setelah Habibie sukses dan menerima gelar Doktoralnya, Ainun meminta kepada Habibie untuk kembali bekerja sebagai Dokter di Jerman. Sehingga semua mendapatkan gilirannya.

    Contoh inilah yang saya ambil. Bahwa menikah muda-pun masih bisa dan tidak menutup kemungkinan untuk mengejar cita-cita. Namun tentu saja, saya kembalikan kepada anda. Terutama kaum wanita. Karena saat ini, zaman emansipasi, tentu saja banyak wanita yang tidak ingin ditangguhkan untuk masalah cita-cita.

  5. (Untuk Laki-Laki) Trigger dan Motivasi dalam Mencari Nafkah

    Hal yang saya rasakan sebelum dan setelah menikah adalah etos kerja saya menjadi lebih tinggi. Dan ini memberikan dampak yang baik untuk karir professional saya. Setelah saya menikah, saya jadi lebih rajin untuk belajar hal-hal baru, dan benar benar belajar untuk menggunakan semua kesempatan yang ada. Saya tidak mau menunggu 2 atau 3 tahun menjadi junior atau trainee, oleh karena itu saya gunakan kesempatan yang ada untuk menambah ilmu di hal-hal lain.

    Saya mulai mengerti kewajiban yang harus dilakukan, dan hak-hak yang harus diberikan perusahaan. Dulu saya tidak peduli dengan masalah pajak, potongan absen, asuransi, dan lain-lain. Semenjak menikah, saya berusaha untuk mempelajari hal tersebut, dan ketika saya memutuskan untuk pindah ke tempat kerja yang lebih baik, saya pun harus memperhatikan hak-hak dan kewajiban yang harus sata terima dan lakukan.


jadi, kalau sudah terlanjur menikah muda, seharusnya bisa lebih percaya diri. Dan yang terakhir, jauhi mengeluh di jejaring sosial, inilah yang biasanya dilakukan kaula muda (saya juga dulu sering), karena hal seperti ini bisa mengubah pandangan orang lain. Hidup memang penuh permasalahan, baik sudah menikah atau belum, baik yang baru menikah ataupun sudah lama menikah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun