Mohon tunggu...
Syarifaturukiyah
Syarifaturukiyah Mohon Tunggu... Jurnalis - Murid Abadi

Seorang yanga hanya ingin terus belajar...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Moral Remaja dan Faktor Penentunya

18 Maret 2019   23:41 Diperbarui: 19 Maret 2019   00:02 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang, pasti pernah atau akan mengalami masa remaja. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Dalam beberapa kisah di layar kaca, masa remaja digambarkan sebagai masa yang begitu indah.

Masa dimana memulai mengenal cinta, pergi ke tempat manapun yang disuka, serta menikmati perubahan fisik dan memolesnya untuk dapat terlihat lebih menarik. Setiap orang tentu memiliki kisah remaja yang berbeda, ada yang berlomba untuk mengukir prestasi baik akademik maupun non akademik, namun tak jarang remaja yang bergemelut dengan masalah yang pelik.

Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berada di sekitar sesorang pada saat ia dalam fase remaja. Mulai dari keluarga, agama, budaya, hingga pengaruh dunia.

Fase Remaja dalam Pandangan Psikologi

Menurut Arini yang merupakan salah satu psikolog, dalam pandangan psikologi, masa remaja sendiri terbagi atas beberapa fase yang dilhat dari kematangan pikiran seseorang. Yakni remaja awal, remaja pertengahan, dan remaja akhir. 

Pada fase yang pertama, yakni remaja awal pada rentan usia 12-15 tahun yang didominasi dengan perubahan jasmani secara pesat dan juga diikuti dengan perkembangan intelektual , namun juga perubahan pola pikir. Dimana seorang remaja telah berusaha untuk dapat memposisikan dirinya sebagai seorang dewasa, namun ia belum mampu meninggalkan pemikiran kanak-kanaknya. Sehingga pada masa inilah remaja sering kali dihadapi dengan ketidak puasan, kekecewaan, dan kesunyian. 

Selanjutnya pada fase remaja pertengahan yakni pada rentang usia 15-18 tahun, mulai tumbuh kemantapan terhadap diri sendiri. Mulai tumbuh kesadaran akan suatu hal yang memang selayaknya terjadi. 

Dan yang terakhir yakni fase remaja akhir, yakni menginjak usia 18-21 tahun, seseorang telah matang dan memiliki pikiran yang stabil. Mereka telah mencoba menata pola pikiran dan kehidupan mereka. Mulai tumbuh keberanian untuk mengambil dan memiliki suatu keputusan.

Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada masa remajalah kepribadian dan moral seseorang akan terbentuk. Sikap dan watak seseorang kedepannya akan ditentukan bagaimana pada saat ia menginjak masa remaja, meski memang hal tersebut bukanlah hal yang mutlak, artinya memang sikap seseorang masih bisa berubah pada saat ia dewasa. 

Namun yang menjadi permasalahan adalah, pada masa remaja begitu banyak hal yang dapat menggoyahkan moral remaja. Telebih pada saat ini, disaat seluruh aspek kehidupan terpengaruh globalisasi. Hal tersebut menjadi sumbangsih terbesar dalam menjadi banyaknya permasalahan pada remaja.

Efek Domino Globalisasi

Globalisasi seolah menimbulkan efek domino pada keadaan moral remaja. Globalisasi yang ditandai dengan melesatnya perkembangan teknologi di segala bidang, dan yang paling berkaitan dengan hal ini adalah perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. 

Bukanlah hal yang salah memang. Jika ditanggapi secara bijak, kemajuan teknologi komunikasi dan informasi memanglah sebuah hal yang positif karena dengan demikian kita akan lebih mudah mendapatkan segala informasi. Namun bagi remaja yang bisa dikatakan masih belum matang pikirannya, masih sulit membedakan mana yang benar dan mana yang salah, hal tersebut dapat menjadi salah satu sumber permasalahan.

Perkembangan teknologi komunikasi yang seolah semakin tidak terbendung menjadikan alat komunikasi yang gampangnya kita sebut telepon genggam (handphone) bukan lagi menjadi kebutuhan, melainkan gaya hidup. Semua oranng bisa mendapatkan dan mengoperasikannya dengan mudah, terlebih remaja. Mereka seolah sudah begitu piawai dan akrab dengan gawai. 

Hal itu menjadi gerbang mereka unutk mendapatkan berbagai informasi apa saja, kapan saja, dimana saja dan dari mana saja. Ya, mereka dengan mudah mendapatkan berbagai informasi, tidak terkecuali informasi negative di dalamnya. Sebutlah pornografi. Dilansir dari tempo.co pada salah satu artikelnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise mengatakan ada 25 ribu remaja Indonesia yang mengakses situs pornografi setiap hari. 

Jumlah itu, kata dia, diketahui dari tamu asal Thailand yang membidangi cyber crime. Hal tersebut tentunya tidak akan menimbulkan keheranan mengingat saat ini siapapun dapat mengakses internet dengan bebas, dan juga begitu banyak situs yang dengan sengaja menyediakan pornografi sebagai sajian utamanya .

Maraknya pornografi pada internet seolah menjadi bibit permasalahan moral remaja selanjutnya. Rasa ingin tahu yang begitu besar terhadap dunia luar, membuat remaja seolah tidak puas jika hanya menonton apa yang mereka dapatkan di internet. 

Secara perlahan, merekpun mulai memikirkan untuk "mencoba" mempraktekkannya. Celakanya, hal tersebut seolah didukung oleh keadaan dimana "pacaran" menjadi hal yang tabu dan tidak lagi dipermasalahkan. Bahkan tak jarang orang tua secara terang-terangan mengijinkaan anaknya yang masih remaja untuk menjalin hubungan dengan lawan jenisnya. Itu seolah menjadi kesempatan emas bagi remaja untuk mempraktekan apa yang ada di benaknya yang mereka peroleh dari apa yang mereka lihat .

Seperti salah seorang remaja puteri berinisal "S" yang belum lama ini sengaja saya wawancarai. Secara terang-terangan "S" menuturkan pengalamannya, ia mengakui pernah melakukan hal yang "terlarang" bersama kekasihnya. Dia menceritakan bahwa begitu banyak hal yang mendorongnya untuk melakukan hal tersebut. Mulai dari tuntutaan sang kekasih dengan dalih sebagai pembuktian rasa cinta, ledekan teman yang menganggapnya ketinggalan zaman jika tidak melakukan, hingga adanya keinginan untuk merasakan sensasi yang ia lihat dari ekspresi bintang pornografi.Mungkin memang tidak semua remaja yang memiliki pengalaman seperti "S", namun aganya hal tersebut bukan pula hal yang jarang kita temui dari para remaja.

Bukan hanya pornografi, efek lain dari adanya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi membuat kecanggihan seakan tidak lagi dapat terkendali. Dalam hitungan bulan, model hp hadir silih berganti. 

Hal tersebut sedikit banyaknya menjadikan remaja seolah ketinggalan jaman ketika tidak memiliki model hp yang paling terbaru. Secara tidak langsung kita seolah didorong untuk terus masuk ke dalam sekularisme. Dimana hp yang awalnya hanya sebagai alat komunikasi, kini beralih fungsi untuk gaya hidup pemiliknya. 

Memang bukan hanya remaja yang menjadi bagian dari permasalah ini, ytak sedikit orang dewasa pun yang juga menjadi bagian dari masalah ini. Namun seperti dibahas diawal tulisan ini, bahwa remaja memiliki jiwa yang lebih bergejolak menghadapi suatu hal yang mereka inginkan, pun matangan mereka masih terbilang labil dan belum matang. 

Seperti kasus yang sempat viral di tahun lalu yaitu ada seorang remaja yang nekad membakar rumah karena tidak dibelikan hp impian oleh orang tuanya. Itu menjadikan salah satu contoh rusaknya moral remaja yang dipengaruhi sekularisme yang muncul dari kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi

Pola Asuh Keluarga Menjadi Penentu

Keluarga memang merupakan lingkup yang terdekat bagi seorang remaja. Bahkan sejak masih kanak-kanak, peran keluarga sangatlah penting, yakni sebagai agen sosialisasi utama. Keluarga yang menjadi pengenal kehidupan kepada seorang anak. Melalui keluarga, seorang anak akan mengetahui kehidupan dunia luar yang belum dikenalnya. 

Pada saat remaja, keluarga seharusnya menjadi pengontrol dan penunjuk seorang anak kepada yang benar dan yang salah. Oleh karenanya, sikap dan kepribadian keluarga akan sangat menjadi penentu moral seorang anak, khususnya menginjak masa remaja.

Sumardi yang merupakan salah seorang bapak dari dua orang puteri yang juga menjadi salah satu kepala sekolah negeri di wilayah Bogor menuturkan pengalamannya dalam mengantar puteri-puterinya melewati masa remaja hingga kini dewasa dan sukses dalam profesinya. Menurutnya, jika masih dalam usia kanak-kanak kita bisa menasehati anak, namun dalam masa remaja pola komunikasi berbeda. 

Mereka akan lebih menerima jika diajak berbicara dengan bentuk cerita dan berbagi kisah. Dengan seperti itu, seorang anak yang menginjak usia remaja akan merasa lebih dihargai dan menerima apa yang orang tuanya sampaikan kepadanya. Cara seperti itu juga menjadikan hubungan seorang remaja dan orang tua bisa lebih erat dan akrab, karena mereka merasakan apa yang orang tua mereka rasakan.

Selain pola komunikasi yang diterapkan, pola pengawasan keluarga juga sangat mempengaruhi moral seorang remaja. Keluarga memang idealnya menjadi pengontol dan pengawas bagi seorang remaja terlebih dalam kehidupannya diluar rumah. 

Namun jika dengan pengawasan yang terlalu ketat dan terkesan mengekang, tak menutup kemungkinan remaja akan justru tak nyaman dan berontak dengan keadaan yang ada. 

Banyak remaja yang tak puas dengan pengawasan yang diberikan orang tuanya, yang justru melakukan larangan yang diberikan oleh orang tuanya. Maka dari itu, keluara khususnya orang tua harus mampu memilih cara yang tepat dalam mengawasi anaknya terutama dalam usia remaja, guna "terbentuknya" moral seorang remaja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun