Pembelajaran daring mungkin sudah tidak terdengar asing lagi bagi masyarakat saat ini, semenjak adanya Wabah Virus Corona atau Corona Virus Disease (Covid-19), semua pola dan tatanan aspek kehidupan harus beradaptasi untuk tetap dapat berjalan dengan semestinya. Misalnya saja di masa pandemi,  pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mengharuskan masyarakat untuk tetap beraktivitas di rumah, bekerja, belajar dan beribadah di rumah, sehingga dunia pendidikan khususnya lembaga pendidikan harus meninggalkan pembelajaran tata muka dan mau tidak mau harus beradaptasi dengan sistem pembelajaran jarak jauh atau secara daring karena ini menjadi suatu cara baru dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakan di sekolah khususnya pada sekolah formal. Adanya perubahan atau transisi yang terasa cepat pada proses pembelajaran yang awalnya tatap muka menjadi daring akibat wabah covid ini menimbulkan adanya problematika dalam pelaksanaan  pembelajaran. Berbagai macam problematika pada pembelajaran daring  tersebut akan di bahas pada artikel ini dengan menggunakan akar pemikiran pedagogi kritis  oleh Paulo Freire.
Artikel ini ditulis dengan tujuan untuk menginformasikan kepada para pembaca tentang apa saja problematika yang terjadi di dalam proses pembelajaran daring dan bagaimana pemikiran pedagogi kritis Paulo Freire melihat problematika tersebut. Diharapkan pembaca dapat memahami bagaimana pola pemikiran Pedagogi kritis dari Paulo Freire dalam melihat permasalahan di dalam proses pembelajaran daring.
Pembelajaran jarak jauh atau daring merupakan program penyelenggaraan kelas pembelajaran dalam jaringan untuk menjangkau kelompok target yang luas. Dengan menggunakan jaringan, pembelajaran bisa dilaksanakan secara luas dengan peserta didik yang tidak terbatas (Bilfaqih & Qomarudin, 2015:1). Sehingga terdapat peran dari canggihnya teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung adanya sistem pembelajaran secara online dimana sistem ini dianggap menjadi suatu alternatif yang paling mudah dan memungkinkan dilakukan oleh lembaga pendidikan khususnya sekolah dalam keberlangsungan pembelajaran yang tidak membutuhkan aktivitas berkumpul di suatu tempat.
beberapa problematika proses pembelajaran daring khususnya problem yang dihadapi guru seperti Dalam jurnal yang ditulis oleh Sugiyono yang berjudul " Problematika Pembelajaran Daring di Sekolah Dasar" dijelaskan adanya yaitu adanya keterbatasan  sarana dan prasarana yang berdampak pula terhadap proses transfer pengetahuan atau sebaliknya yaitu adanya keterbatasan Pengetahuan Teknologi, dikarenakan masih banyaknya guru-guru yang tidak melek terhadap penggunaan teknologi pembelajaran berbasis online. Pada bidang Pendidikan di Indonesia, teknologi (IT) sebenarnya sudah mulai berkembang terutama sebagai pendukung proses administrasi. Namun dengan merebaknya pandemic Covid-19, percepatan penggunaan IT untuk proses pembelajaran menjadi sebuah keniscyaan (Simatupang, 2020). Dengan keterbatasan pengetahuan guru terhadap teknologi dan informasi maka hal ini bisa mengakibatkan kurangnya pengetahuan dari guru mengenai literasi media. Seperti dalam paper yang ditulis oleh Kellner yang berjudul Critical Media Literacy, Democracy and the Reconstruction of Education. Menurutnya, pendidikan saat ini membutuhkan rekonstruksi pendidikan yang memiliki literasi media dan dapat mendukung murid, guru serta seluruh warga untuk melihat alam dan efek budaya media (Kellner dalam Hidayat, 2013).
Kemudian, adanya keterbatasan pengalaman pembelajaran online, dimana adanya perubahan sistem proses pembalajaran yang cepat membuat guru belum siap untuk beradaptasi dengan sistem pembelajaran yang baru yaitu pembelajaran secara online. sehingga Hal tersebut akan berdampak pada proses penyampaian materi juga penyampaian pemahaman kepada peserta didik, yang berakibat pada tidak efektifnya pembelajaran. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ria Puspita Sari, Nabila Bunnanditya Tusyantari, dan Meidawati Suswandari dengan judul dampak pembelajaran daring bagi siswa sekolah dasar selama covid-19". Penelitian tersebut menunjukkan bahwa adanya perubahan proses pembelajaran selama pandemi memberi dampak pada guru yaitu kurang maksimalnya guru dalam menggunakan media pembelaajran dalam memberikan materi pembelajaran hingga menyebabkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Sebagian besar Guru dalam menjalankan proses pembelajaran daring ini mengandalkan metode ceramah secara dominan dalam pembelajaran  dimana metode ceramah terkadang dapat menghambat proses lahirnya  diskursus  dan  dorongan  siswa  mengetahui  lebih  lanjut  pengetahuan  yang  diberikan guru dan akhirnya kelas menjadi kurang aktif dikarenakan  minimnya interaksi antara guru dan murid dalam proses pembelajaran. Ini berkaitan dengan apa yang disampaikan oleh Paulo Freire mengenai realitas dikotomi peran antara guru dan peserta didik yang dikonsepsikannya dengan istilah banking of education, dimana guru  dipandang sebagai depositor atau investor, sedangkan murid menjadi tabungan tempat menyimpan deposito atau investasi berupa ilmu pengetahuan, artinya guru bercerita atau menjelaskan sesuatu kepada murid dan murid hanya dapat mendengarkannya, menerima tanpa mengolah pengetahuan tersebut lebih dalam lagi (taken for granted), karena metode ceramah membuat proses pembelajaran bertumpu pada guru atau teacher centered.
Cara guru mengajar memiliki kontribusi dalam membentuk peserta didik menjadi active atau passive beings. Jika guru bertindak sebagai narrative teacher, maka kemungkinan besar peserta didik akan menjadi passive beings, sebab guru akan mendominasi kelas dengan sedikit memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya dan mengemukakan pendapat. Dalam pandangan Paulo Freire, pendidik harus secara konsisten menemukan dan terus mencari cara-cara yang memudahkan peserta didik melihat objek yang harus diketahui dan akhirnya dipelajari, sebagai sebuah masalah.
Dengan demikian berbagai macam problematika dalam proses pembelajaran daring ini muncul dikarenakan masih terdapat realitas dikotomi peran antara guru dan peserta didik yang dikonsepsikan oleh Paulo Freire dengan istilah banking of education. Pada kasus ini pedagogi kritis dapat menjadi jawaban untuk permasalahan dalam proses pembelajaran secara daring, yaitu pembelajaran perlu diskenario supaya siswa dapat berkomunikasi,  berbagi  pengetahuan,  saling  menerima  dan  menolak  pendapat, serta  membuat kesepakatan sehingga ada ruang pembelajaran yang hidup meskipun dilakukan secara daring.  (Kahn  &  Kahn,  2010; Freire,  2018). Menurut Mansour Fakih dkk., pendidikan kritis memiliki tiga ciri pokok, yaitu belajar dari realitas, tidak menggurui, dan dialogis. Melalui pedagogi kritis maka pendidikan dan proses pembelajaran itu sendiri harus diolah bersama. Guru dapat belajar dari murid dan murid belajar dari guru. Guru dalam pembelajaran daring haruslah menggali metode, pendekatan yang memungkinkan untuk guru bisa melibatkan diri dan merangsang daya pemikiran kritis para murid.
Referensi
Bilfaqih, Y., & Qomarudin, M. N. (2015). Esensi Pengembangan Pembelajaran Daring (1st ed.). Yogyakarta:Deepublish Publisher.
Freire, P. (2018). Pedagogy of the oppressed. Bloomsbury publishing USA
Hidayat, R. (2013). Pedagogi Kritis: Sejarah, perkembangan dan pemikiran. Jakarta: Rajawali Pers.
Paulo Freire, Pendidikan sebagai Proses; Surat-menyurat Pedagogis dengan Para Pendidik Guinea-Bissau, terj. Agung Prihantoro, cet. ke-1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000),
Sari, R. P., Tusyantari, N. B., & Suswandari, M. (2021). Dampak pembelajaran daring bagi siswa sekolah dasar selama covid-19. Prima Magistra: Jurnal Ilmiah Kependidikan.
Sugiyono, S. (2020). Problematika Pembelajaran Daring Di Sekolah Dasar.
Tabrani ZA, "Isu-Isu Kritis Dalam Pendidikan Islam Menurut Perspektif Pedagogik Kritis," Jurnal Ilmiah Islam Futura Vol. 13, No. 2 (February 2014)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H