Prof Yudian ahli hukum, juga ahli filsafat. Ia menulis buku lebih dari 50 buah, umumnya berbahasa Arab dan berbahasa Inggris. Dua buah bukunya bahkan berbahasa Perancis. Sebagai lulusan pesantren, ia pasti ahli agama. Maka itu tak mungkinlah ia melecehkan agama Islam yang diyakininya. Jika kemudian statementnya digoreng, dianggap memusuhi agama, itu karena plinteran media. Prof Yudian hanya mengkritik, orang yang suka mereduksi agama untuk melawan Pancasila.Â
Sebagai ahli hukum, Prof Yudian pasti tau aturan. Sebagai ahli filsafat, tentu banyak pikiran briliant yang meluncur darinya. Masalahnya, Yudian menjadi pejabat di saat dunia sudah semakin sempit, "the global village". Maka orang begitu mudah berteriak, dan bisa di dengar di mana-mana. Kasus reduksi agama vs Pancasila ini contohnya. Bagi para oposan, inilah moment yang tepat untuk membully bahwa rezim Jokowi makin buruk. Mengangkat pejabat yang melecehkan agama. Jika kaum Kadal Gurun (Kadrun) saja yang ribut tentu tak masalah. Ini teman-teman yang berpendidikan tinggi. Bagaimana bisa ? Iya, karena polarisasi politik yang belum sembuh, dan justru semakin parah.
Gebrakan Komunikasi Publik
Meski sama-sama orang Banjar, sama-sama pernah dawuh mencari berkah di pesantren Krapyak, bahkan sama-sama pernah kuliah di Kampus Putih IAIN Sunan Kalijaga, serta di Kampus Biru Universitas Gadjah Mada (dengan jurusan yang semuanya berbeda), saya sama sekali tak pernah kenal pribadi. Saya hanya kenal namanya. Terlebih setelah yang bersangkutan sebagai alumni PMII Cabang Yogyakarta bisa menoreh sejarah baru mampu menjadi Rektor di almamater sendiri.
Sebagai ilmuan, pastilah Prof Yudian rajin belajar, membaca buku. Walau bukan di jurusan Ilmu Komunikasi, minimal setelah ditunjuk memimpin BPIP, ia ingin memancing publik ini. Apalagi BPIP, lembaga yang dipimpinnya itu tak sehebat BP-7 era Soeharto. BPIP cuma pernah ramai, karena gaji yang diberikan terlalu besar. Tak sesuai dengan kiprah dan hasil karyanya.
Maka itu, dengan ilmu yang dimilikinya, Prof Yudian belum seminggu dilantik menjadi Ketua BPIP, tancap gas. Menerapkan teori komunikasi yang bisa memancing publik. Nampaknya, format kecenderungan media yang digunakan membawa hasil. Public heboh. Sekretaris MUI ikut heboh. Seperti lazimnya selama ini, pasukan kadal gurun pun ramai-ramai berteriak galak dan lantang, "Pecat Prof Yudian, Bubarkan BPIP".Â
Prof Yudian mungkin hanya senyum-senyum melihat fenomena ini. Implementasi teori "sentrifital versus sentripugal" dalam praktek komunikasi sukses diterapkan. Teori ini dikenalkan ditahun 1960-an, oleh Prof. Denis McQuail, Guru Besar Universitas Amsterdam, Belanda. Melalui bukunya "Mass Communication Theory", McQuail menyebut, teori ini menampilkan pertantangan value. Satu pihak sentrifugal yang memunculkan keunggulan gagasan perubahan, kebebasan dan keanekaragaman. Â Pihak lain, sentripital mengunggulkan ketenangan, kontrol, persatuan dan keterpaduan kohesi.Â
Pemilihan salah satu dari teori ini tentu saja akan memunculkan ruang positive dan negative. Tergantung bagaimana publik menerimanya. Tetapi, minimal pada tahap awal, ada responsif simultan. Sehingga ide besar terhadap masalah yang diusahakan tersosialisasikan. Harapannya tentu saja ada kesadaran bersama banyak pihak, untuk merapikan ulang relasi agama dan Pancasila.Â
Era pancaroba seperti sekarang, di mana orang kadang cuek, apatis bahkan antipati, pancingan menjadi urgent. Praktek interaktif, orang mencaci komunikator itu sudah sebuah keberhasilan. Bayangkan jika ada seorang pengkhotbah (komunikator) yang sudah  berbusa-busa ceramah, sedang hadirin (komunikan) ngantuk semua, ya rugilah. Gagal. Sang komunikator bisa sakit hati. Membuat orang mau merespon itu susah. Apalagi jika dari awal sudah antipati. Bisa dibayangkan, apa yang akan terjadi, jika mampir ke sebuah desa, sekadar mau bertanya alamat, tapi tak direken. Mending orang mau menjawab, walau dengan nada marah. Artinya sudah nyambung.Â
Apakah Prof Yudian sengaja ? Mungkin (!). Tetapi sebagai Ketua BPIP yang baru, dia sudah sukses. Tinggal menindak-lanjuti. Tinggal konsolidasi internal tim BPIP, sambil nunggu respon publik yang hari ini memang seperti pasar bebas. Tim BPIP lah yang bisa memilahnya.Â
Selamat bekerja Prof KH. Yudian Wahyudi, PhD. Pengabdian sampean gasan nusa dan bangsa terbuka lebar. Negara hesar ke-4 di dunia. Tentu juga buat agama yang menjadi fondasinya. Mudahan sampean disehatkan, dan dimudahkan dalam segala urusan. Aamiin ... !!Â