Mohon tunggu...
M Syarbani Haira
M Syarbani Haira Mohon Tunggu... Jurnalis - Berkarya untuk Bangsa

Pekerja sosial, pernah nyantri di UGM, peneliti demografi dan lingkungan, ngabdi di Universitas NU Kal-Sel

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Mulan Jameela Akhirnya ke Senayan

21 September 2019   22:32 Diperbarui: 21 September 2019   22:37 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena Sigit merupakan satu di antara caleg Gerindra yang terdampak, dan bisa gagal ke Senayan. Menurutnya, "kalau sampai terjadi akan membuat kepercayaan kader Gerindra jadi luntur. Khawatir jadi preseden buruk, sehingga tidak banyak yang mau nyaleg lewat Gerindra", di Kantor DPC Gerindra Kota Semarang, Agustus lalu.  

Pelajaran Besar

Meski ini merupakan kasus internal partai, ke depan semua partai harusnya mau membuka diri, mengikuti mekanisme yang sudah dibuat sebelumnya. Fenomena yang masih terjadi hingga hari ini, ada partai sudah mempublish, bahwa pemilik suara terbesar, selain dihargai menjadi wakil rakyat, juga akan diberi semacam reward dalam sejumlah jabatan. Misalnya menjadi Ketua DPR atau DPRD provinsi atau kabupaten dan kota, serta jabatan-jabatan lainnya.

Nyatanya hari ini ada saja partai politik yang tak konsisten dengan publikasi yang pernah mereka umumkan sebelumnya. Hingga hari ini, misalnya yang menduduki jabatan sebagai ketua dewan, tak otomatis  dari orang yang mendapatkan suara tertinggi. Untungnya, keributan seperti bisa diredam. Namun, model Mulan Jameela dan kawan-kawan sebuah fenomena lain, di mana mereka ramai-ramai melakukan gugatan perdata melalui Pengadilan Negeri, dan bahkan menang.

Oleh karena itu, ini tentunya tak sekadar sebagai sebuah proses pembelajaran. Tetapi malah sebagai sebuah proses untuk lebih arief, dan tentu taat hukum. Agar belakangan tak muncul sindiran lukisan satir, yang bisa merugikan banyak pihak. 

Bahwa negeri ini memang masih tergolong negara berkembang, di mana HDI (human development index) nya saja masih di seputar 120-an dari 180 negara dunia. Meski begitu, janganlah kita-kita ini menjadivmanja dengan gelar "negara berkembang" tersebut. 

Karena itu kita harus sama-sama bertekad, akan membasmi gelar (buruk) itu, untuk Indonesia yang lebih baik, taat hukum, dan peduli hukum, dengan disertai permusyawaratan dan perwakilan. Semoga hajat mulia ini akan kesampaian. Aamin ya rabbal alamian  ... !!! 

Data : dari berbagai sumber media online, dari bulan Juli hingga 21 September 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun