Mulan Jameela Akhirnya ke Senayan
Usaha Mulan Jameela dan kawan-kawan, politikus musisi dari Partai Gerindra, nyonya politikus musisi "seniman antek" Ahmad Dhani, ternyata tidak sia-sia. Tanpa perlu nunggu lama, hanya dalam selang sekitar 3 (tiga) bulan, gugatannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berhasil dimenangkan.Â
Mulan Jameela dan kawan-kawan, segera akan ikut ke Senayan, dilantik menjadi anggota DPR RI masa bhakti 2019 -- 2024, dari Partai Gerindra.
Menyikapi keputusan tersebut, DPP Partai Gerindra bersikap kesatria. Melalui penjelasan Wakil Ketua Umum Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, kepada pers Sabtu hari ini (21 September 2019), menyatakan : "Partai Gerindra menjalankan putusan PN Jakarta Selatan yang bersifat final dan mengikat karena sudah inkrah dan setelah persyaratan administrasi dipenuhi, maka keputusan pelaksanaan keputusan pengadilan dilaksanakan KPU". Berita ini disiarkan media online detiknews, Sabtu, 21 September 2019, 13.55 WIB).
Sebagaimana diketahui, beberapa waktu lalu, 14 orang calon legislatif Partai Gerindra, termasuk Mulan Jameela, mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan nomor perkara 520/Pdt.Sus.parpol/2019/PN JKT.SEL.Â
Kepastian Mulan Jameela dan kawan-kawan segera ke Senayan ini didasarkan Surat Keputusan KPU Nomor 1341/PL.01.9-Kpt/06/KPU/IX/2019. Dalam surat tersebut disebutkan, bahwa KPU telah menetapkan Mulan Jameela sebagai anggota DPR terpilih.
Pasti Deg-gegan
Kisruh pencalonan Mulan Jameela ini bermula dari hasil rekapitulasi penghitungan suara dari KPU, yang kemudian memperlihatkan data perolehan suara para calon legislatif. Mulan dan kawan-kawan merasa berhak diajukan oleh partai, karena mendapatkan suara signifikan. Nyatanya 14 caleg Partai Gerindra itu tak diajukan. Uniknya, satu di antara penggugat itu adalah Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, keponakan pimpinan Gerindra tersebut.Â
Belakangan, Saraswati kemudian mencabut gugatannya, dengan alasan dia tak pernah menyetujui pengajuan sengketa perdata terhadap partainya sendiri di PN Jakarta Selatan tersebut. Atas dasar itulah ia menarik diri dari daftar penggugat tersebut.
Meski begitu, Mulan Jameela dan kawan-kawan tetap jalan. Gugatannya tetap dilanjutkan. Pada saat itu banyak yang sinis dengan Mulan, juga pada Ahmad Dhani, sang suami. Terlebih mereka yang memang berbeda pilihan pada pasangan suami isteri ini pada saat Pilpres yang baru lalu.
Baik pihak penggugat, mau pun pihak tergugat, khususnya nama-nama yang tadinya bakal menjadi anggota DPR tetapi digugat oleh Mulan Jameela dan kawan-kawan tersebut, tentu akan ada rasa 'deg-degan'. Â Itu terlihat dari sikap Ketua DPC Gerindra Kota Semarang, Sigit Ibnugroho. Kenapa ?Â
Karena Sigit merupakan satu di antara caleg Gerindra yang terdampak, dan bisa gagal ke Senayan. Menurutnya, "kalau sampai terjadi akan membuat kepercayaan kader Gerindra jadi luntur. Khawatir jadi preseden buruk, sehingga tidak banyak yang mau nyaleg lewat Gerindra", di Kantor DPC Gerindra Kota Semarang, Agustus lalu. Â
Pelajaran Besar
Meski ini merupakan kasus internal partai, ke depan semua partai harusnya mau membuka diri, mengikuti mekanisme yang sudah dibuat sebelumnya. Fenomena yang masih terjadi hingga hari ini, ada partai sudah mempublish, bahwa pemilik suara terbesar, selain dihargai menjadi wakil rakyat, juga akan diberi semacam reward dalam sejumlah jabatan. Misalnya menjadi Ketua DPR atau DPRD provinsi atau kabupaten dan kota, serta jabatan-jabatan lainnya.
Nyatanya hari ini ada saja partai politik yang tak konsisten dengan publikasi yang pernah mereka umumkan sebelumnya. Hingga hari ini, misalnya yang menduduki jabatan sebagai ketua dewan, tak otomatis  dari orang yang mendapatkan suara tertinggi. Untungnya, keributan seperti bisa diredam. Namun, model Mulan Jameela dan kawan-kawan sebuah fenomena lain, di mana mereka ramai-ramai melakukan gugatan perdata melalui Pengadilan Negeri, dan bahkan menang.
Oleh karena itu, ini tentunya tak sekadar sebagai sebuah proses pembelajaran. Tetapi malah sebagai sebuah proses untuk lebih arief, dan tentu taat hukum. Agar belakangan tak muncul sindiran lukisan satir, yang bisa merugikan banyak pihak.Â
Bahwa negeri ini memang masih tergolong negara berkembang, di mana HDI (human development index) nya saja masih di seputar 120-an dari 180 negara dunia. Meski begitu, janganlah kita-kita ini menjadivmanja dengan gelar "negara berkembang" tersebut.Â
Karena itu kita harus sama-sama bertekad, akan membasmi gelar (buruk) itu, untuk Indonesia yang lebih baik, taat hukum, dan peduli hukum, dengan disertai permusyawaratan dan perwakilan. Semoga hajat mulia ini akan kesampaian. Aamin ya rabbal alamian  ... !!!Â
Data : dari berbagai sumber media online, dari bulan Juli hingga 21 September 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H