Tahun 2045 yang akan datang, tepatnya 17 Agustus 2045, Indonesia akan memasuki era "Satu Abad" sebagai sebuah negara yang merdeka, berdaulat, dan berdiri sendiri. Sesuai program pemerintah, saat itu Ibukota Negara RI sudah pindah dari Jakarta ke Kalimantan Timur, tepatnya di kawasan sebagian Kabupaten Panajam Pser Utara (PPU), dan sebagian lainnya di Kabupaten Kutai Kertanegara.Â
Jika jumlah penduduk Indonesia saat ini sudah di atas 260 juta jiwa, dengan pertumbuhan penduduk kita sekitar 1.49 % per tahun, atau setara dengan 4.5 juta, maka diperkirakan penduduk Indonesia tahun 2045 yang akan datang bisa melebihi angka 350 juta jiwa. Sebuah angka yang sangat fantastis, tetapi sekaligus juga sangat menguatirkan. Indonesia bisa menjadi "bom penduduk" yang belum tentu menguntungkan.
Meski begitu, dilihat dari prosentasi penduduknya, Indonesia tetap berada bawah RRC, India dan AS. Nomor 4 terbesar di dunia. Namun, jika dipandang dari sisi perekonomiannya, saat itu Indonesia akan masuk sebagai negara terdepan. Seperti pernah diramalkan para pakar selama ini, negeri kawasan khatulistiwa ini merupakan negara "penuh keajaiban" (the miracle of Indonesia economic). Kenapa ? Karena potensi SDM nya yang besar, serta SDA nya yang melimpah. Bahwa hingga hari ini, negara masih berjuang untuk mendapatkan semua hasil alam hanya untuk negeri sendiri, itulah "pe-er" kita semua untuk merebut kembali potensi yang ada. Semua penduduk di negeri ini harus sama-sama bergerak untuk mampu bersaing, sebagai negara produsen, bukan negara konsumen.Â
Ini seirama dengan policy Presiden Jokowi yang pada 5 tahun awal kepemimpinannya lebih mengembangkan infrastruktur, adalah merupakan bagian dalam rangka mengangkat harkat dan memajukan negeri ini. Kita tunggu saja pasca kepemimpinan periode kedua 5 tahun mendatang, yang akan memacu kualitas SDM, tentu harapannya tak ada lagi keluhan dari warga negaranya, bahwa kita ini sedang "dijajah" oleh asing dan aseng, karena SDM kita sudah lebih baik. Â
Potensi IndonesiaÂ
Sungguh sangat menarik. Di saat ramai-raminya penduduk negeri ini mensukseskan agenda Pilpres sejak tahun 2018 lalu, sekitar awal tahun 2019 diluncurkan sebuah buku baru berjudul "The New Indonesia Economic Perspective - The Ma'ruf Amin Way". Buku setebal 319 halaman itu mempublikasikan karya anak bangsa, yang mengamati prospek perekonomian Indonesia, yang dikaitkan dengan kehadiran KH Ma'ruf Amin, sebagai salah seorang pakar ekonomi syariah, yang posisinya hari ini sebagai Ketua Umum Majelis Ulama indonesia (MUI), yang kemudian digaet oleh Presiden RI Ir. H. Joko Widodo, untuk menjadi Calon Wakil Presiden RI untuk periode tahun 2019 -- 2024. Kini, sesuai ketetapan KPU, beliau berdua sudah terpilih dan ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI, yang pelantikannya akan dilakukan bulan Oktober yang akan datang.
Kedua penulis buku, masing-masing Drs. Sahala Panggabean, MBA (Penulis buku Koperasi Indonesia Penyelamat Ekonomi Bangsa, 2018) dan Dr. Anwar Abbas, MM. MBA (Penulis buku Bung Hatta dan ekonomi Islam, 2010), yang dibantu 4 peneliti lainnya masing-masing Chandra Saritua, MBA, Bayu Winarko, MM, MBA, Frans Meroga Panggabean, MM. MBA, dan Iryan Ali Herdiansyah, SS, dengan rapi dan cekatan mampu mengumpulkan fakta dan data lapangan, sehingga bisa menggambarkan secara rasional potensi ekonomi Indonesia hari ini. Mereka sampai pada kesimpulan, "The Ma'ruf Amian Way -- Keadilan -- keumatan -- Kedaulatan"
Mengutip laporan lembaga konsultan ekonomi global McKinsey tahun 2012, berjudul "The Archipelago Economy", ternyata ada 7 negara dengan perekonomian terbesar sejak 2030 mendatang. Jika saat ini GDP Indonesia ada di posisi ke-16, maka pada tahun itu akan naik ke posisi ke-7, mengalahkan negara-negara maju seperti Inggris, Kanada, dan Spanyol. Kala itu Indonesia sudah disejajarkan dengan "negara-negara maju".Â
McKinsey juga mensinyalir tumbuhnya kelas menengah consuming class) di negeri ini, dari 45 juta sekarang menjadi 135 juta di masa depan (terhitung sejak 2030). Sementara di sisi lain proporsi masyarakat miskin (below consuming class) akan semakin merosot dan mengecil. Kelompok kelas menengah ini memiliki sejumlah ciri, antaranya kemampuan daya beli (household consumption) serta tingkat pendidikan yang relative lebih baik. Kelompok masyarakat seperti ini tak hanya mampu mengkonsumsi kebutuhan pokok (basic needs), melainkan juga mampu memenuhi kebutuhan sekunder lainnya, serta memiliki savings atau investasi lainnya. Pendidikan mereka juga lebih baik, mampu menembus di posisi wajib belajar 9 tahun, serta memiliki keterampilan yang lebih kompetitif.Â
Hal yang menguntungkan bagi Indonesia lainnya adalah semakin terdistribusinya beberapa wilayah di tanah air, menjadi kawasan perkotaan (urbanized). Jika selama ini hanya kota-kota di Jawa yang menjadi zone pengembangan ekonomi oleh arus urbanisasi, maka luar Jawa pun akan serta merta berkembang. Asumsinya bisa di atas 7 %. Terlebih untuk kawasan pulau Kalimantan, yang sejak 2024 mendatang menjadi garda dan penyangga ibukota negara, tentu akan ada kejutan-kejutan di sektor perekonomiannya (the miracle of economic).Â
Posisi ibukota negara RI di kawasan Panajam Paser Utara (Kaltim) tentu akan menimbulkan magnet tersendiri bagi kawasan sekitar, khususnya Kalsel dan Kalteng, serta Kaltara, dan bahkan Kalbar yang terpisah. Tak hanya itu, Sulsel dan Sulbar, tetangga Kaltim meski terpisah oleh selat, pun kejangkitan. Hari ini saja harga tanah sudah melonjak naik, dan tentu saja akan ada pertumbuhan konsentrasi dan kantong-kantong aktivitas perekonomian.Â
Diperkirakan, populasi masyarakat Indonesia yang tinggal di perkotaan pada tahun 2030 nanti akan mencapai 71 %. B ersamaan dengan itu, kontribusi perkotaan terhadap GDB pun juga akan meningkat, dari 74 % saat ini menjadi 86 %.Â
Kaum tenaga kerja terampil (skilled - worker) pun otomatis juga akan naik, dari 55 juta hari ini menjadi 113 juta. Ini sejalan dengan naiknya kelompok terdidik. Munculnya kelompok terdidik terampil ini, tentu saja sejalan dengan perkembangan lanskap ekonomi yang didorong oleh revolusi industri 4.0. Saat ini saja hampir semua lembaga pendidikan, formal dan informal, memacu anak didiknya sesuai kebutuhan era industri 4.0. Tidak hanya itu, munculnya perekonomian sektor jasa, pertanian, perikanan dan SDA, diproyeksikan akan memiliki peluang (market opportunity) hingga USS 1.8 trilyun. Dengan demikian maka semakin besar potensi bisnis yang akan bderkembang di tanah air ini.
Oleh karenanya tak ada pilihan lain, kecuali semua warga negara menyiapkan diri, untuk maju sama-sama. Jangan ada lagi penduduk negeri ini yang hidup di bawah garis kemiskinan (under poverty line). Saatnya kita perlu ribut oleh soal sepele, oleh sudut pandang politik, beda agama, dan lain-lainnya, selama masih dalam koridor yang sama, Pancasila. Mari kita berlomba-lomba untuk kebajikan, fastabiqul khairaat, untuk Indonesia yang maju dan terdepan.
   Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H